Mohon tunggu...
Fernando Talebong
Fernando Talebong Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Music and Fashion Addict

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kecanduan Dosa

2 Desember 2022   13:15 Diperbarui: 2 Desember 2022   13:13 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kondisi manusia berdosa adalah kondisi yang terpisah dari Allah. Kondisi yang membuat manusia hidup hanya oleh dan untuk dirinya. Sehingga ketika manusia itu diukur dari ukuran-ukuran Allah, maka tidak ada yang benar, tidak ada yang baik. Ironisnya sebagian besar manusia justru menikmati kehidupan dalam dosa bahkan tidak jarang manusia akan menghalalkan segala cara untuk memuaskan hasratnya, lagi dan lagi. Hidup dalam keberdosaan ini tentu saja bukanlah hidup yang sesuai dengan tujuan awal manusia diciptakan, yaitu untuk memuliakan Allah. 

Akhirnya, Allah yang berinisiatif untuk menyelamatkan manusia agar dosa tidak merenggut kehidupan ciptaan-Nya yang paling mulia itu. Itulah sebabnya dalam Alkitab secara konsisten dikatakan Allah-lah yang mencari kita. Kristus-lah yang datang ke dunia meninggalkan surga, bukan kita yang meninggalkan bumi untuk datang ke surga. 

Bukan kita mencari Allah, tetapi Allah mencari kita. Jadi dalam hal ini kita melihat manusia berdosa tidak lagi memiliki modal apapun dalam hidupnya untuk mencari Allah. Dia tidak lagi mempunyai bekal apapun untuk tampil menjadi orang yang menyenangkan Allah, karena seorang pun tidak ada yang benar. 

Oleh karena itu semua Kristen harus menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa yang tanpa pengharapan, namun kemudian ditolong oleh kasih dan karunia Allah. Bagaimana keadaan manusia berdosa? Manusia berdosa secara positif tidak lagi mampu berbuat baik. Ketika manusia berkata bahwa dia mampu berbuat baik, itu berdasarkan ukurannya. 

Contoh, jika di tengah malam yang gelap gulita dinyalakan sebuah lilin, maka akan muncul terang. Lalu kita simpulkan bahwa lilin yang menyala itu memberi terang. Tetapi jika kita menyalakan lilin di bawah terik matahari apakah lilin menambah terang? Tentu saja tidak. Lilin itu menyala tetapi tidak menambah terang. 

Api lilin itu memang panas, tetapi soal terang dia tidak berperan sama sekali. Dia ditimpa oleh besarnya terang matahari. Kalau begitu, lilin itu sebenarnya memberi terang atau tidak? Jawabnya, “ya” kalau gelap gulita, tetapi “tidak” kalau terang.

Begitulah kita dengan Tuhan. Kita merasa baik, tetapi “tidak” kalau dilihat dari kebaikan Tuhan. Kita merasa benar, namun “tidak” jika dilihat dari kebenaran Tuhan. Kita cuma baik dan benar di dalam kegelapan hidup dunia, di dalam keberdosaan manusia. Dalam pergaulan masyarakat kita punya nilai-nilai, tetapi seluruh yang kita kerjakan, seluruh yang kita punya, jika diukur berdasarkan ukuran Allah, itu jauh dari apa yang Allah tetapkan sebagai standar benar dan baik.

Seluruh manusia sudah berdosa. Manusia tidak mampu menolak dosa, karena dosa telah menjadi tuan atas manusia. Karena dosa sudah menjadi majikan yang berkuasa atas hidup manusia. Dosa mempermainkan manusia. Jadi, di dalam pemahaman yang seperti inilah kita belajar membangun suatu pemahaman yang utuh, supaya kita sungguh-sungguh hidup dalam terang Tuhan.

Manusia berdosa yang tidak mampu berbuat baik, sekaligus tidak mampu menolak dosa, adalah manusia yang rusak total di hadapan Allah. Kerusakan manusia yang tanpa ampun, sangat mengerikan. Kerusakan yang kerenanya wujud awal tidak bisa lagi dikenali. Kerusakan yang karenanya model awal tidak lagi bisa dikenali. 

Kerusakan yang karenanya, model awal tidak lagi bisa dimengerti, tidak lagi memberi ciri-ciri. Begitulah ketika manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Ciri-ciri kesucian manusia tidak lagi ada. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka menjadi malu karena telanjang, padahal hanya mereka berdua yang ada di sana. 

Dosa sudah menggugurkan kemuliaan dan kesucian yang hidup pada mereka. Paulus mengajarkan bahwa dosa datang ke dalam dunia hanya melalui satu orang, yang didefinisikannya sebagai Adam. Adam tidak diciptakan sebagai orang berdosa, melainkan sebagai orang yang tanpa cacat dan tanpa dosa. Larangan yang disampaikan oleh Allah di taman Eden adalah suatu bukti bahwa Adam mempunyai kemampuan untuk tidak melakukan dosa (Kej. 2:17). 

Itu berarti dosa Adam bukan dilakukan diluar kontrol kesadarannya, melainkan hasil dari pilihannya sendiri secara sadar. Akibat dosa yang telah diperbuat oleh Adam adalah bahwa semua manusia mengalami perubahan natur kemanusiaannya. 

Dosa Adam telah mengakibatkan natur semua keturunannya menjadi natur Adam yang berdosa, dari yang seharusnya natur yang tidak berdosa. Dengan demikian secara otomatis mereka telah kehilangan kemurnian natur, dari natur bebas menjadi natur yang telah dikuasai maut. Kuasa maut itu pulalah yang menyebabkan kecenderungan keturunan Adam untuk melakukan dosa.

Dosa adalah ketidaktaatan terhadap perintah Allah. Adam Telah Melakukan pelanggaran yang kemudian menyeret semua keturunannya kepada dosa. Oleh sebab itu dosa sudah ada di dalam dunia sebelum hukum diberikan kepada manusia. Karena dosa sudah ada sejak Adam, sedangkan hukum baru ada pada zaman Musa. 

Dosa cenderung menguasai. Dosa merampas kehidupan dan mengendalikan setiap orang yang berada di bawah kekuasaannya untuk tunduk dan menjadi budaknya. Selain itu dosa memiliki karakter merusak dan membinasakan. Dosa telah membawa semua manusia kepada maut atau kematian untuk dihakimi dan masuk ke dalam penghukuman.

Karena satu pelanggaran Adam, mengakibatkan semua keturunannya berada dibawah kuasa maut. Kuasa maut yang ada dalam hidup keturunan Adam telah membawa mereka kepada perbuatan dosa. Meskipun pada akhirnya seluruh keturunan Adam berbuat dosa secara individu, tetapi pada dasarnya mereka ditarik dan diseret oleh maut yang telah menguasai mereka sebelumnya untuk melakukan dosa. 

Dengan kata lain, maut yang telah diwariskan oleh Adam melalui dosa itulah yang membawa mereka melakukan dosa individu. Karena dosa Adam “membawa hukuman kepada semua manusia” (Roma 5:18). Azas Alkitab adalah bahwa tidak seorangpun menderita karena kesalahan orang tuanya. Tetapi tidak dapat dielakkan bahwa anak-anak harus menderita akibat kesalahan orang tua, tetapi mereka tidak dihukum oleh karena kesalahan orang tuanya, kecuali bilamana mereka ikut serta dalam dosa-dosa mereka.

Jadi, keadaan manusia berdosa menjadi sebuah lukisan yang tidak berpengharapan, tepat seperti apa yang dikatakan Roma 3 : 12-13, “Semua orang sudah me-nyeleweng, tidak ada yang berguna. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa.” Walaupun mereka menampilkan pola hidup yang kelihatannya terhormat, tetapi di balik semua itu ada motivasi yang tidak terkendali. 

Ada keinginan batin yang dalam, yang tidak mampu dikendalikan. Dosa kasar, halus, besar maupun kecil, di mata Allah tetap dosa. Manusia berdosa adalah manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri sendiri. Sehingga ketika pun dia menjadi baik di kemudian hari, itu hanyalah anugerah Allah: solagarcia. 

Sebagai orang Kristen kita harus bersyukur dan mendemonstrasikan kerendahan hati, karena kita telah ditolong oleh-Nya sehingga kita berpindah dari kehidupan yang penuh keberdosaan ke hidup yang penuh kebahagiaan bersama dengan Tuhan.

Berhati-hatilah terhadap dosa, jangan sampai terlena di dalamnya. Kita harus menjaga diri kita agar tidak memberi toleransi atau berkompromi dengan dosa, walau sekecil apapun. Dosa yang kecil, mampu membuat kita lama-lama terbiasa hidup berselubung dosa, hidup nyaman bersama dosa, bahkan bisa tidur nyenyak bersamanya! Jika kita tidak bisa mengendalikan keinginan-keinginan kita sendiri, kita akan terseret masuk ke dalam dosa, dan pada saatnya dosa akan melahirkan maut. "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15). 

Lihatlah apa yang terjadi pada Yunus, yang harus mengalami hidup dalam perut ikan selama 3 hari 3 malam terlebih dahulu baru bertobat. Marilah berbalik dengan cepat jika kita berbuat dosa, sehingga kita tidak perlu "dilemparkan ke dalam perut ikan" agar mau bertobat. Dosa adalah pelanggaran hukum Allah yang akan selalu menjadi penghalang hubungan kita dengan Tuhan. Ketika kita mendapat teguran dari Roh Kudus ketika melakukan kesalahan, jangan keraskan hati, dan berbalik lah segera, agar kita tidak perlu mengalami sesuatu yang menyakitkan terlebih dahulu untuk bisa bertobat.

Lawan dari dosa adalah kasih karunia. Natur dari kasih karunia adalah memperbaiki segala sesuatu yang telah diakibatkan oleh dosa melalui pembenaran. Kasih karunia yang disediakan oleh Allah telah dikerjakan dengan sempurna di dalam Yesus Kristus. Paulus menjadikan kasih karunia adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk dapat keluar dari kungkungan dosa. 

Dalam hal ini ketaatan Kristus sebagai menjadi antitesis terhadap ketidaktaatan Adam. Ketidaktaatan Adam mendatangkan maut yang membawa manusia kepada penghukuman, sedangkan kasih karunia membawa manusia kepada hidup yang kekal melalui pembenaran. Kasih karunia mengembalikan kehidupan yang telah hilang, dan memberi peluang kepada keturunan Adam untuk kembali menguasai hidupnya sendiri. Di sini Paulus memberikan pertimbangan logis mengenai korelasi antara dosa dan kasih karunia. Sebagaimana manusia dengan begitu mudah diseret kepada maut, demikianpun Kristus telah menyediakan jalan keluar yang mudah untuk melepaskan diri dari kuasa dosa.

Referensi
Lukito, Daniel Lucas. Pudarnya Konsep Dosa dalam Dunia Kekinian: Doktrin Tentang Dosa. Malang: Literatur SAAT. 2019.
Lundgaard, Richard. Musuh Dalam Diriku. Surabaya: Penerbit Momentum. 2004.
Mahaney, C.J. Keduniaan: Melawan Godaan Dunia yang Sudag Jatuh dalam Dosa. Bandung: Pionir Jaya. 2011.
Mangis, Michael. Dosa Ciri Diri. Jakarta: Wakita Publishing. 2008.
White, Ellen G. Alpha and Omega: Sejarah Para Nabi. Bandung: Indonesia Publishing House, 1998.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun