Entah kita benar-benar sibuk atau kita menampakkan diri tampak sibuk saja agar dapat dinilai baik oleh Human Capital lalu gaji naik (bagian ini sih gak nyambung yah).
Healing Bersama Stoikisme
Mngontrol jiwa, kesadaran (rasio) dan segala yang bergantung pada kita secara bijaksana adalah hal paling penting dari pengajaran stoikisme sehingga kita tidak tertindas oleh perasaan sendiri atas perbuatan atau perkataan orang lain.Â
Juga tidak terjerambab ke dalam 'error of reasoning' dalam menilai orang lain. Sehingga sangat penting untuk memahami pola dan psikologi komunikasi dewasa ini, era digital.Â
Harus bisa merasa biasa saja ketika berhadapan dengan gejala-gejala baru yang barangkali pada dasawarsa sebelumnya hal tersebut sebagai sesuatu yang tabu.
Kita punya hak untuk tidak terluka oleh penilaian orang lain. Kita punya hak untuk tidak terusik oleh komentar orang lain tentang siapa kita.Â
Kita punya hak untuk mengabaikan apa saja yang mana hal tersebut tidak akan membuat kita menjadi lebih mencintai kebijaksanaan. Kita punya hak untuk bahagia dan tidak tersandra oleh rasa iri, dengkin, cemburu dan kecendrungan tidak teratur dan lainnya.
Begitulah cara saya kemudian menyikapi peristiwa yang agaknya biasa saja tetapi saya kok terganggu. Pun bila itu sebagai sebuah tindakan yang menjadi bagian dari 'cancle culture' yang dilakukan oleh seorang pimpinan (walaupun tidak langsung).
Saya harus memastikan bahwa tindakan diskriminasi seperti itu akan saya jadikan sebagai fondasi dalam hidup bersama di ruang digital atapun korporeal.Â
Kemudian, saya akan terus memperluas horison sehingga dapat lebih memahami pluralitas cara berada manusia secara memadai lalu menjadi manusia yang genuin-orisinil dan memiliki self acceptence sembari mendekap erat keberagaman cara berada setiap perjumpaan dengan yang lain.
Ada sebuah kebijaksaanaan dalam peribahasa inggris yang menurut saya baik untuk direfleksikan: If people throw stones at you. Don't throw them back. Collect them and build an empire.Â