Mohon tunggu...
Fermy Anggelia Putry
Fermy Anggelia Putry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep dan Hakikat dan Jenis-jenis Belajar

25 Mei 2024   13:10 Diperbarui: 5 Juni 2024   11:18 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Konsep Belajar 

     Istilah belajar sering kali diinterpretasikan atau di kenal secara umum dalam situasi sehari-hari. Sebagai contoh, ketika seorang ibu meminta anaknya untuk "belajar dulu sebelum tidur," hal tersebut umumnya dimaksudkan sebagai upaya membaca buku pelajaran sebelum beristirahat. Dengan demikian, Belajar tidak hanya sebatas menerima informasi atau pengalaman, tetapi juga melibatkan pemrosesan, pemahaman, dan penggunaan informasi tersebut untuk mengubah pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Ini mencakup pembentukan pola-pola mental baru untuk adaptasi dan pertumbuhan. 

     Agar dapat memahami konsep belajar secara menyeluruh, penting untuk menyelidiki bagaimana para ahli psikologi dan ahli pendidikan merumuskan makna dari konsep tersebut. Pandangan keduanya memiliki signifikansi yang besar karena perilaku belajar menjadi inti pembahasan di kedua ranah ilmu tersebut. Ahli psikologi memandang perilaku belajar sebagai suatu proses psikologis yang mendasari interaksi individu dengan lingkungannya secara alamiah. Dalam kerangka ini, aspek-aspek kognitif, emosional, dan perilaku individu dianggap sebagai elemen-elemen kunci dalam memahami bagaimana pengetahuan dan keterampilan diperoleh serta digunakan. Di sisi lain, perspektif dari ahli pendidikan melihat perilaku belajar sebagai suatu proses yang tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga pedagogis. Dalam konteks ini, interaksi antara individu dan lingkungan belajar diakui sebagai suatu upaya yang sengaja diciptakan untuk meningkatkan proses pembelajaran. Fokus pada aspek pedagogis menyoroti peran guru, metode pengajaran, dan lingkungan belajar yang dirancang secara khusus untuk membentuk pengalaman belajar yang efektif.

Belajar merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan mengubah perilaku melalui pengalaman. Ini adalah proses yang sangat penting dalam pendidikan, karena keberhasilan pendidikan sangat tergantung pada bagaimana proses belajar-mengajar dilaksanakan. Namun, belajar tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah; ia mencakup semua aspek kehidupan yang memungkinkan seseorang berkembang dari ketidaktahuan menjadi pengetahuan, dari ketidakmampuan menjadi mampu, dan seterusnya.

Dalam konteks belajar ada pula istilah mengajar yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan tidak hanya penyampaian informasi, tetapi juga pemberian arahan dan bimbingan kepada peserta didik agar mereka dapat menemukan pengetahuan dan pemahaman secara aktif. Ini bukan sekadar proses memberikan materi kepada siswa, tetapi lebih merupakan upaya untuk memberdayakan mereka agar mampu mengeksplorasi, memahami, dan mengaplikasikan konsep-konsep yang diajarkan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan mereka. Dalam konteks ini, peran seorang pengajar tidak hanya sebagai penyedia informasi, tetapi juga sebagai pemfasilitas dan pembimbing bagi proses belajar peserta didik.

     Terdapat berbagai pandangan ahli dalam bidang pendidikan psikologi mengenai konsep belajar:

  • B. F. Skinner menekankan pentingnya insentif seperti imbalan dan penghargaan dalam menciptakan situasi pembelajaran yang efektif, di mana tanggapan individu diperkuat oleh rangsangan tertentu.
  • Robert M. Gagne menjelaskan bahwa belajar adalah hasil dari interaksi antara faktor internal (seperti isi ingatan individu) dan eksternal (seperti stimulus lingkungan), yang menghasilkan perubahan dalam berbagai aspek, seperti keterampilan fisik, pengetahuan, dan kecerdasan.
  • Jean Piaget menggarisbawahi pentingnya proses assimilasi dan akomodasi dalam belajar, di mana individu memperoleh pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan dan pengamatan yang tidak selalu sejalan dengan pengetahuan sebelumnya.
  • Carl R. Rogers menekankan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran dan pentingnya pengajaran yang relevan dan bermakna bagi mereka, serta pembelajaran melalui pengalaman langsung.
  • Benjamin S. Bloom mengembangkan taksonomi tujuan pendidikan yang mencakup tiga domain (kognitif, afektif, dan psikomotor), di mana belajar merupakan proses perubahan untuk meningkatkan kualitas hidup individu.
  • Jerome S. Bruner menganggap belajar sebagai proses pengembangan kategori-kategori yang membentuk pemahaman individu tentang dunia, dengan pendekatan kategorisasi untuk menyederhanakan kompleksitas lingkungan.

          Dengan demikian, belajar adalah proses. kompleks yang melibatkan interaksi antara berbagai faktor internal dan eksternal yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan individu. Setiap ahli memiliki perspektifnya sendiri dalam menjelaskan konsep ini.

B. Hakikat Belajar 

      Belajar merupakan suatu proses internal yang mengubah perilaku individu, termasuk dalam hal berpikir, bersikap, dan bertindak, sesuai dengan Gul (2002). Ini menekankan bahwa belajar tidak hanya tentang akumulasi pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana kita merespons dan bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut. 

Salah satu pendekatan untuk memahami tahapan dalam belajar adalah yang disajikan oleh Witting, yang mencakup tiga tahapan utama yaitu:Pertama adalah tahap acquisition, di mana individu memperoleh informasi baru. Tahap ini sering kali terjadi melalui pengalaman langsung, pengamatan, atau proses belajar lainnya. Penting untuk dicatat bahwa tahap ini merupakan langkah awal dalam memperoleh pengetahuan.Kedua, tahap storage, menyoroti proses penyimpanan informasi yang telah diperoleh. Ini melibatkan pengorganisasian dan penyimpanan informasi di dalam ingatan individu untuk digunakan di masa mendatang. Penyimpanan informasi ini dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, seperti memori jangka pendek atau jangka panjang.Terakhir, tahap retrieval, adalah tahap di mana individu mencoba untuk mengakses kembali informasi yang telah disimpan. Proses ini memungkinkan individu untuk mengambil kembali pengetahuan yang telah mereka peroleh dan mengaplikasikannya dalam situasi yang relevan atau menyelesaikan tugas tertentu.

Belajar adalah suatu proses di mana individu mengalami perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak, sebagai hasil dari pengalaman atau latihan dalam interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Roziqin, 2007: 62). Dari definisi tersebut, dapat ditemukan beberapa ciri khas belajar yaitu:Pertama-tama, belajar dicirikan oleh perubahan dalam perilaku individu. Perubahan ini bersifat relatif permanen, yang berarti bahwa perubahan perilaku yang terjadi karena proses belajar cenderung tetap dalam jangka waktu tertentu. Meskipun perubahan perilaku tidak selalu terlihat secara langsung selama proses belajar berlangsung, namun perubahan tersebut bersifat potensial. Kedua, perubahan perilaku tersebut merupakan hasil dari latihan atau pengalaman individu. Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar memerlukan interaksi aktif dengan lingkungan sekitar, di mana individu mengalami situasi atau aktivitas tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan.

Secara keseluruhan, konsep tahapan dalam belajar seperti yang diungkapkan oleh Witting menyoroti bahwa belajar adalah proses yang kompleks dan melibatkan langkah-langkah yang berurutan. Dengan memahami tahapan-tahapan ini, pendidik dapat merancang pengalaman belajar yang lebih efektif dan mendukung perkembangan optimal individu.

      Gagne menjelaskan bahwa pembelajaran melibatkan transformasi dalam kemampuan seseorang setelah melewati serangkaian proses, bukan hanya hasil dari perkembangan alami. Pembelajaran terjadi ketika situasi tertentu, bersama dengan ingatan individu, memengaruhi perilaku mereka, mengubahnya dari sebelum situasi tersebut terjadi menjadi setelahnya.

Gagne menjelaskan elemen-elemen dalam proses belajar dengan menggunakan model S-R, di mana S melambangkan situasi yang memberikan stimulus, R mewakili respons terhadap stimulus tersebut, dan hubungan antara keduanya menunjukkan interaksi antara stimulus dan respons yang terjadi dalam diri individu. Meskipun proses ini tidak selalu teramati, namun terkait dengan sistem saraf di mana transformasi stimulus terjadi. Stimulus berfungsi sebagai input dari lingkungan eksternal individu, sementara respons merupakan outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil dari proses belajar yang dapat diamati.

       Beberapa definisi belajar oleh ahli seperti Wittaker, Cronbach, Kingsley, dan Chaplin menekankan bahwa belajar melibatkan perubahan perilaku sebagai hasil dari latihan atau pengalaman, serta pembentukan atau transformasi tingkah laku yang relatif permanen. Namun, Reber dan Winkle memberikan definisi yang lebih kompleks dengan memperhatikan aspek kognitif dalam belajar, yaitu proses penguasaan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, atau sikap yang menghasilkan perilaku progresif dan adaptif. 

       Selain itu, pembelajaran, menurut Dimyati, merupakan upaya bimbingan dan arahan oleh seorang guru atau pendidik selama proses belajar anak. Sebagai contoh, seorang guru memberikan bimbingan tentang metode belajar yang diperlukan untuk perkembangan anak dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi sesuai dengan minat dan bakat mereka.

C. Jenis-jenis Belajar 

     Gagne mengklasifikasikan jenis-jenis belajar dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan model S-R yang telah dijelaskan sebelumnya. Terdapat delapan juga tipe atau jenis belajar yang diklasifikasikan oleh Gagne adalah:

1. Belajar isyarat (signal learning). Dapat dijelaskan sebagai proses di mana individu secara tidak disengaja dan tanpa menyadari tujuannya menguasai pola dasar perilaku. Aspek emosional terlibat dalam jenis belajar ini. Kondisi yang diperlukan untuk terjadinya jenis belajar ini adalah pemberian stimulus secara bersamaan dan berulang kali. Respons yang muncul cenderung umum dan emosional, dan juga terjadi secara tidak disengaja dan tidak dapat dikendalikan.

2. Belajar stimulus-respons melibatkan memberikan respons yang sesuai terhadap stimulus yang diberikan. Respons yang tepat diperkuat melalui penguatan, yang menghasilkan pembentukan perilaku tertentu.

3. Belajar merantaikan (chaining), adalah jenis belajar yang melibatkan pembentukan rangkaian gerakan motorik dalam urutan tertentu. Dalam belajar ini, individu membuat gerakan yang kemudian diikuti oleh gerakan berikutnya sehingga membentuk urutan gerakan yang terstruktur. Tingkah laku chaining ini sering kali terkait dengan keterampilan motorik. Proses chaining ini menghasilkan hubungan yang terpadu antara stimulus dan respons dalam satu rangkaian gerakan yang berkesinambungan.

4. Belajar asosiasi verbal (verbal association) adalah proses mengaitkan kata dengan objek, baik itu benda, orang, atau kejadian, dan menyusun kata-kata tersebut dalam urutan yang sesuai.

5. Belajar membedakan (discrimination) adalah jenis belajar di mana individu memberikan respon yang berbeda terhadap stimulus yang memiliki kesamaan.

Sebagai ilustrasi, seorang anak mungkin dapat membedakan berbagai merek mobil dan nama mereka, walaupun mobil-mobil tersebut memiliki kemiripan satu sama lain. Demikian pula, dia bisa membedakan antara satu individu manusia dengan yang lain, serta mengenal perbedaan antara tanaman, binatang, dan lainnya. Begitu juga, peserta didik mungkin bisa membedakan antara "bangku" dan "sofa", meskipun keduanya berfungsi sebagai tempat duduk.

6. Belajar konsep (concept learning) adalah jenis belajar di mana individu mempelajari untuk mengelompokkan stimulus atau menempatkan objek-objek dalam kategori tertentu yang membentuk suatu konsep.

Sebagai contoh, ketika seseorang memahami konsep, mereka bisa mengelompokkan objek di sekitar mereka sesuai dengan konsep tersebut. Misalnya, jika seseorang memahami konsep "benda cair", mereka bisa menyebutkan contoh-contoh benda cair yang mereka kenal.

7. Belajar dalil (rule learning) adalah jenis belajar di mana individu mempelajari untuk membuat aturan yang terdiri dari gabungan beberapa konsep. Hubungan antara beberapa konsep ini biasanya dijelaskan dalam bentuk kalimat atau pernyataan.

Sebagai contoh, prinsip bahwa air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, atau bahwa cahaya merambat lurus, serta bahwa sisi miring dari segitiga siku-siku memiliki panjang yang sama dengan kuadrat dari sisi-sisi lainnya.

8. Belajar memecahkan masalah (problem solving) adalah jenis belajar di mana individu menggunakan beberapa kaidah untuk menyelesaikan masalah, membentuk kaidah yang lebih tinggi. Untuk berhasil dalam memecahkan masalah, individu membutuhkan aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan mereka membuat keputusan yang tepat. Mereka harus memiliki konsep, aturan-aturan, dan himpunan pengetahuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah, serta strategi yang membimbing pemikiran mereka agar efisien.

        Ada beberapa jenis belajar yang berhubungan dengan materi yang harus dipelajari, dan karena setiap pelajaran memiliki karakteristiknya sendiri, maka jenis belajar yang digunakan juga berbeda. Nasotion mengidentifikasi beberapa jenis belajar sebagai berikut:

1. Belajar berdasarkan pengamatan (sensory type of learning), yaitu belajar yang bergantung pada pengamatan sensori menggunakan indera seperti penglihatan, pendengaran, perabaan, dan penciuman. Melalui pengamatan ini, seseorang mengenal lingkungannya. Beberapa tanggapan penting terhadap sesuatu meliputi:

- Tanggapan visual, yang melibatkan pengamatan langsung, memungkinkan individu untuk melihat langsung objek atau situasi.

- Tanggapan auditif (suara), penting dalam mempelajari bahasa internasional di mana anak-anak perlu mendengar dengan jelas lafal kata-kata.

- Tanggapan motorik (gerak), esensial dalam pembelajaran fisik, mencatat, mempergunakan instrumen dan aktivitas fisik lainnya.

- Tanggapan posisi, digunakan untuk memahami letak suatu objek atau lokasi seperti pada peta.

- Tanggapan rasa, kinestetik (berhubungan dengan gerakan otot), penciuman, bentuk, warna, dan aspek sensori lainnya.

2. Belajar melalui gerakan atau motorik (motor type of learning) melibatkan beberapa aspek penting yang harus dipertimbangkan. Dalam jenis belajar ini, siswa harus memahami tujuan belajar, memiliki pemahaman yang jelas tentang keterampilan yang akan dipelajari, serta menjalankan latihan dengan benar pada tahap awal dan berlatih untuk meningkatkan kecepatan.Selain itu, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar motorik, antara lain: memilih metode keseluruhan atau metode bagian, melakukan latihan dalam situasi yang sesuai dengan kehidupan nyata, mengatur durasi dan distribusi latihan dengan tepat, memberikan perhatian yang cukup, mengurangi kritik berlebihan, menganalisis keterampilan yang dipelajari, serta memperhatikan bentuk dan teknik yang benar. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip ini, proses belajar motorik dapat menjadi lebih efektif dan efisien.

3. Belajar melalui hafalan (memory type of learning) sering kali diarahkan pada tujuan praktis untuk mempersiapkan siswa dalam menguasai sejumlah pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi ujian. Banyak sekolah mengadopsi pendekatan belajar yang mengandalkan hafalan untuk memastikan siswa memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi evaluasi atau ujian.

4. Belajar melalui pemecahan masalah (problem type of learning) melibatkan serangkaian langkah yang diarahkan pada penyelesaian suatu masalah secara sistematis. Langkah-langkah ini mencakup memahami masalah, merumuskan hipotesis atau jawaban yang mungkin, mengumpulkan data, menilai hipotesis, melakukan eksperimen, dan menyimpulkan hasilnya. Dalam menghadapi masalah, terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan, termasuk perilaku yang tidak dipelajari (seperti insting atau naluri dan kebiasaan), metode trial-and-error, pemahaman tiba-tiba (insight), meniru perilaku orang lain (vicarious behavior), dan menggunakan metode ilmiah. Dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ini, individu dapat menghadapi dan memecahkan masalah dengan lebih efektif.

5. Belajar melalui emosi (emotional type learning) seringkali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dalam sistem pendidikan, karena fokus utamanya cenderung pada pembentukan aspek intelektual dan keterampilan, sedangkan aspek kepribadian sering diabaikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya pemahaman yang mendalam oleh pendidik, sifatnya yang kompleks, kesulitan dalam pelaksanaannya, tantangan dalam menilainya secara objektif, dan sulitnya untuk memberlakukan dan mewujudkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun