Hari ini, lini media massa Indonesia didominasi oleh pemberitaan tentang penangkapan para oknum pejabat negara, politisi, anggota parlemen, pengusaha dan hakim karena tersangkut kasus korupsi. Virus korupsi yang menjangkiti Indonesia sudah sangat sistemik. Korupsi telah menginfeksi seluruh wilayah kekuasaan negara: pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif) dan kehakiman (yudikatif). Nyaris tak ada lagi ruang di dalam sendi kehidupan bernegara kita yang terbebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Bahkan, setiap operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK selalu menarik perhatian netizen untuk membahasnya di sosial media. Hal ini mengakibatkan kasus-kasus korupsi tersebut menjadi trending topic yang mendunia di sosial media. Tak hanya sampai disitu, akhir-akhir ini lini media massa kita juga diisi dengan kasus-kasus yang sangat mencemaskan, diantaranya kasus pencabulan guru terhadap muridnya; kasus perkosaan gadis remaja oleh 19 orang pria di Manado, Sulawesi Utara; kasus perkosaan dan pembunuhan seorang remaja dengan gagang cangkul di Tangerang, Banten; dan kasus perkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh 14 orang pemuda terhadap seorang siswi SMP berinisial YY di Bengkulu. Kasus yang terakhir bahkan membuat Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan hukuman pidana mati, seumur hidup dan kebiri kimia bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Perppu selalu dikeluarkan dalam keadaan genting dan darurat, yang berarti bahwa pemerintah sudah memandang Indonesia dalam keadaan darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Sudah seperti inikah buruknya karakter dan moral bangsa kita? Bangsa yang dikenal karena nilai-nilai luhur kebudayaan dan peradabannya ini kini harus berjalan tertatih karena kemerosotan karakter kebangsaannya sendiri. Karakter kebangsaan ini yang oleh para pendiri bangsa (founding fathers) Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan, sangat dirasa penting dan menjadi prioritas nomor satu. Bung Karno selalu berpidato dengan penuh semangat tentang Nation and Character Building untuk menggembleng mental dan karakter Bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan. Presiden pertama Republik Indonesia ini selalu menekankan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki karakter kuat, ilmu pengetahuan tanpa karakter tak akan mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa.
Jika dipandang dari teori penyimpangan perilaku, masalah sosial pada umumnya terjadi karena kegagalan institusi keluarga (primary group) serta rusaknya keteladanan yang mendorong individu memilih sosialisasi menyimpang. Solusi untuk membangun karakter dan memperbaiki penyimpangan perilaku individu ini adalah dengan memperkuat kembali fungsi pranta keluarga dalam memberikan pendidikan karakter. Teori ini juga diperkuat dengan teori ekologi yang dikemukakan oleh Urie Bronfenbrenner, yang salah satunya adalah adalah mikrosistem. Di dalam teori Bronfenbrenner tentang mikrosistem, perkembangan karakter dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang menghabiskan banyak waktu. Keluarga adalah salah satu lingkungan dimana setiap warga negara (individu) menghabiskan banyak waktu. Tidak ada satu orang pun yang terlahir ke dunia jika tidak melalui institusi keluarga. Karena itu, pranata keluarga adalah salah satu sistem sosial yang memiliki peran sangat penting dan vital dalam pembentukan karakter seseorang. Oleh karena itu keluarga harus menjadi benteng pertama pembentukan karakter seseorang melalui pendidikan keluarga.
Keluarga Sebagai Persekutuan Primer
Fungsi keluarga sebagai persekutuan primer adalah relasi antara anggota keluarga yang bersifat mendasar dan eksklusif karena faktor ikatan biologis, ikatan hukum dan karena adanya kebersamaan dalam mempertahankan hidup. Persekutuan primer berperan menciptakan persahabatan dan hubungan interpersonal yang bersifat kontinu, rasa kecintaan serta rasa aman diantara anggota keluarga. Fungsi keluarga sebagai persekutuan primer akan sangat memudahkan indoktrinasi pendidikan karakter di dalam lingkungan keluarga karena pendidikan karakter ditanamkan langsung oleh orang-orang terdekat yang memiliki hubungan darah (biologis) secara langsung.
Dalam memanfaatkan fungsi keluarga sebagai persekutuan primer, orang tua harus berperan untuk memberikan contoh dan teladan kepada anak-anak dalam berpikir dan bersikap. Orang tua harus konsisten membiasakan pikiran-pikiran dan sikap-sikap yang benar dalam mendidik anak-anaknya agar anak-anak dapat mengikuti kebiasaan yang benar tersebut. Kebiasaan yang benar lama-lama akan membentuk karakter yang benar, karena karakter adalah representasi dari kebiasaan yang telah menjadi cara hidup (way of life).
Keluarga Sebagai Institusi Pembentukan Anutan, Keyakinan Agama, Nilai-Nilai Budaya dan Moralitas
Keluarga merupakan sumber panutan bagi anak. Dari keluarga, anak belajar tentang kepercayaan dan keyakinan agama yang harus dia anut. Keyakinan agama yang dianut oleh kedua orang tua adalah keyakinan yang secara otomatis juga dianut oleh anak. Peran orang tua dalam memberikan pengajaran keagamaan yang benar kepada anaknya sangat penting dan vital. Karena setiap anak mendapatkan keyakinan agamanya dari keyakinan agama yang dianut oleh orang tuanya. Untuk itu orang tua harus mampu memberikan pengajaran keagamaan yang benar kepada anak-anak mereka untuk membentuk fondasi dasar keagamaan anak-anak mereka. Orang tua harus mampu menghadirkan lingkungan beragama yang benar di dalam keluarga. Lingkungan beragama yang benar di dalam keluarga akan membentuk sebuah kebiasaan beragama yang taat dan benar. Setiap orang yang beriman serta taat dalam menjalankan peribadatan dan ajaran agamanya tentu akan membentuk karakter manusia yang religius.
Setiap anak juga terlahir di dalam lingkungan keluarga yang memiliki nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Nilai-nilai kebudayaan dapat berasal dari kebudayaan bangsa, kebudayaan daerah, kebudayaan suku ataupun nilai-nilai kebudayaan setempat yang dihidupi menjadi sebuah cara hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Kebudayaan dapat berbentuk kepercayaan, kesenian, norma-norma maupun adat istiadat. Sebagai bangsa yang terkenal karena keragaman kebudayaannya, masyarakat Indonesia selalu mewariskan setiap kebudayaan yang baik dari generasi ke generasi. Kebiasaan itu tidak hanya berhenti sampai pada tingkatan mewariskan, tetapi juga menjadikan kebudayaan itu sebagai cara hidup (way of life) dalam membangun peradaban. Mengajarkan anak-anak untuk mengenal kebudayaan yang baik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari adalah peran keluarga yang harus diaktifkan kembali. Manusia yang terbiasa menjalankan kebudayaan yang baik akan menghasilkan peradaban yang berkarakter dan berkepribadian.
Keluarga juga merupakan sumber pertama ajaran-ajaran moral, etika dan sopan santun. Dari keluarga kita juga mendapatkan pengajaran pertama tentang segala sesuatu yang benar dan salah. Keluarga menanamkan nilai-nilai moralitas, etika dan sopan santun sebelum kita mendapatkannya dari pendidikan formal di sekolah. Kebiasaan beretika dan bersopan santun dibentuk dari dalam lingkungan keluarga. Kebiasaan itu bisa terbentuk dari sikap saat berhadapan dengan orang yang lebih tua (orang tua atau kakak) ataupun saat bertutur sapa, bercengkrama dan menyikapi aturan-aturan di dalam keluarga. Etika dan sopan santun yang baik tentu akan menghasilkan moralitas yang baik pula.
Keluarga Sebagai Wadah Partisipasi
Interaksi dalam keluarga bermanfaat untuk pengenalan peran-peran sosial. Di dalam keluarga kita belajar mengenali peran orang tua (ayah dan ibu), kakak, adik, dan peran diri sendiri. Peran di dalam keluarga memberikan kita pengetahuan tentang partisipasi di dalam keluarga. Kebiasaan berperan partisipatif di dalam lingkungan keluarga akan menjadi karakter yang terbawa di dalam interaksi sosial. Tingkat partisipasi seseorang di dalam masyarakat merupakan ikutan dari tingkat partisipasi di dalam keluarga. Dengan mendidik dan membiasakan anak untuk terlibat aktif dan berpartisipasi di dalam keluarga, akan membentuk karakter anak yang partisipatif dalam interaksinya dengan masyarakat.
Pentingnya Pendidikan Keluarga
Dictionary of Education menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk perilaku lainnya di dalam masyarakat dimana yang bersangkutan hidup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga adalah suatu proses pembelajaran yang membentuk karakter dan perilaku setiap pribadi manusia secara berkesinambungan di dalam lingkungan keluarga.
Meskipun tata cara pendidikan dan situasi lingkungan pendidikan keluarga berbeda dengan pendidikan formal (sekolah), tetapi pendidikan keluarga adalah pendidikan yang tidak boleh dikesampingkan. Pendidikan keluarga menjadi penting karena faktanya, setiap orang yang berpartisipasi di dalam masyarakat berasal dari keluarga. Karakter yang kita bawa di dalam interaksi kita dengan masyarakat adalah kebiasaan panjang yang dibentuk selama berada di dalam lingkungan keluarga. Keluarga harus menjadi motor utama pendidikan karakter karena keluarga adalah unit satuan terkecil dari masyarakat yang menyusun suatu negara. Masing-masing warga negara adalah anggota dari satu keluarga. Oleh karena itu keluarga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan bernegara. Relasi antara keluarga dengan negara terjadi karena keluarga adalah komponen penyusun masyarakat suatu negara.
Saat ini pemerintah tengah mencanangkan program revolusi mental untuk memperbaiki dan mempersiapkan karakter bangsa yang kuat dan berkepribadian dalam menghadapi persaingan dan tantangan jaman. Pendidikan keluarga harus menjadi ujung tombak program revolusi mental dalam membentuk karakter anak-anak bangsa. Membiasakan pemikiran-pemikiran yang baik dan benar di dalam lingkungan keluarga akan menghasilkan tindakan-tindakan yang baik dan benar. Tindakan-tindakan yang baik dan benar akan menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan benar. Kebiasaan-kebiasaan yang baik dan benar akan menghasilkan karakter yang baik dan benar. Karena karakter adalah tabiat yang terbentuk dari kebiasaan panjang dan konsisten yang akhirnya menjadi cara hidup (way of life). Kesuksesan seseorang tidak ditentukan oleh tingkat kecerdasan dan intelijensinya, tetapi oleh karakter manusianya. Kesuksesan dan kemajuan suatu negara juga tidak ditentukan oleh besarnya sumberdaya dan teknologi yang dimilikinya, tetapi oleh karakter bangsanya (karakter manusia).
Indonesia harus mampu merevolusi mental korupsi, kolusi, nepotisme yang menghambat kemajuannya dengan membangun karakter bangsanya. Di tengah arus globalisasi saat ini, hanya karakter dan kepribadian yang kuat yang mampu membendung pengaruh negatif globalisasi terhadap moralitas, etika dan sopan santun. Oleh karena itu setiap keluarga harus memberikan pendidikan karakter yang baik untuk membentuk manusia Indonesia yang berkarakter dan berkepribadian Indonesianis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H