Lalu, aku bercerita tentang bagaimana keadaan dirumah. Karena aku tak tega melihat ibunya yang sekarang sering sakit-sakitan semenjak ditinggal oleh Clairy. Aku marah padanya, kenapa dia pergi selama itu dan tak memberi kabar apapun. Aku berusaha membujuknya agar dia mau menemui ibunya.
"kenapa kita kemari? Bukankah rumahku dulu disebelah rumahmu ya?" Ucapnya
"Iya, semenjak kamu meninggalkan rumahmu, ibu dan ayahmu sering sakit-sakitan dan ayahmu lebih dulu meninggal 4 bulan yang lalu. Karena semenjak mereka sakit, tidak ada lagi yang bekerja, akhirnya perusahaannya bangkrut, dan ibu terlilit hutang. Akhirnya ibu memilih untuk membeli rumah kecil ini disini dan tetap ditemani bibi." Jawabku
Dia langsung berlari menuju rumah ibunya, dilihatnya wanita itu terbaring lemas di kasur. Sembari tak kuasa menahan air mata Clairy meminta maaf dan memeluk ibunya.
Sejak saat itu, aku berpikir.
Memang setiap orangtua pasti mempunyai banyak tuntutan untuk anaknya, agar anaknya bisa menjadi orang yang sukses, bisa menjadi orang yang lebih baik darinya. Namun, terkadang cara penyampaiannya dan proses menuju tuntutan itu yang kurang benar, hingga pada akhirnya membuat sang anak merasa tertekan.
Ada baiknya, orangtua harus selalu berkomunikasi dengan anak, bagaimana maunya anak. Apalagi ketika anak sudah menginjak dewasa, mereka bukan lagi anak kecil yang apa-apa harus dituntut. Mereka sudah pasti bisa memberikan yang terbaik dengan selalu mengikuti bimbingan kalian.
Disclaimer : cerpen ini diangkat semata-mata bukan untuk menghujat orangtua, tetapi untuk reminder sekaligus pengingat bahwa anak juga mempunyai keinginan yang juga ingin diwujudkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H