Mohon tunggu...
Ferdians Obs
Ferdians Obs Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Pasca Sarjana UI www.kasatmata.com | www.ninersoffer.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Benarkah Ahok Melakukan Penistaan Agama?

2 November 2016   14:18 Diperbarui: 3 November 2016   08:35 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Pemlihan Umum Gubernur (Pilgub) Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 mendatang, banyak fenomena dan manuver baru yang mengejutkan publik terjadi. Salah satunya ialah fenomena yang menggelitik untuk dicermati, yang dilakukan oleh salah satu Calon Gubernur Petahana, yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pada saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September lalu, Ahok menjelaskan tentang program-program pemerintah. Namun dalam sambutannya, Ahok menyinggung sebuah ayat Alquran. Adapun kutipan pernyataan Ahok ialah sebagai berikut:

”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”

Sontrak akibat pernyataan tersebut, banyak menimbulkan tanggapan dan setimen negatif dari banyak pihak, terutama dari kalangan umat muslim di Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) "Statemen saudara Ahok terhadap Al-Quran tidak pada tempatnya dan dengan cara yang tidak pada tempatnya. Ini telah melampaui batas dan termasuk perbuatan tercela, sehingga akan menimbulkan konsekwensi dari pernyataan tersebut".

Dinamika yang berkembang, Ahok bukan hanya melakukan perbuatan melampaui batas, tetapi juga diduga telah melakukan suatu tindak pidana terhadap penistaan agama yang diatur dalam pasal 165 KUHP.

Salah satu pihak yang telah melaporkan Ahok ke Bareskrim Mabes Polri ialah Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Fajar Sidik. Namun laporan tersebut ditolak penyidik Polri dengan dalih tidak ada surat fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Penolakan ini tentu sangat tidak berdasar, apalagi Polri dalam hal ini sebagai lembaga penegak hukum di negeri ini.

Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Prof. Yusril Ihza Mahendara angkat bicara bahwa:

"Menolak menerima laporan dengan alasan tidak ada fatwa MUI sangat mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum sama sekali. Setiap orang yang datang melapor, wajib bagi Polri menuangkan dalam berita acara laporan. Beritaa acara itu berisikan identitas pelapor, terlapor, tindak pidak apa yang diduga telah dilakukan, locus, tempus deliciti dan saksi-saksi yang mengetahui dugaan tindak pidana yang dilaporkan. Selanjutnya untuk memastikan apakah perbuatan yang dilaporkan memenuhi unsur tindak pidana atau tidak, penyelidik dapat meminta keterangan ahli. Dalam hal ini, barulah penyelidik dapat meminta MUI untuk menerangkannya apa pernyataan Gubernur DKI termasuk penistaan atau tidak. Jadi bukan setelah ada fatwa MUI, polisi baru dapat menerima laporan".

Tentu ada kejanggalan bukan? Polisi sebagai penegak hukum yang sah, tentu sangatlah tidak mungkin jika tidak mengetahui secara pasti tahapan proses hukum acara pidana. Dalam suatu proses hukum acara pidana, polisi bertugas di tahap penyelidikan dan penyidikan. Selanjutnya, bagaimana cara polisi mengetahui adanya indikasi suatu tindak pidana sehingga dapat dilakukan tindakan lanjutan? Ada tiga hal, yaitu menerima laporan, pengaduan dan tertangkap tangan. Dalam kasus ini, polisi mendapat laporan dari terlapor (Fajar).

Setelah menerima laporan maka polisi menyelidiki tentang ada atau tidaknya terjadi tindak pidana, atau disebut penyelidikan. Dalam KUHAP pasal 1 dijelaskan bahwa penyelidikan adalah tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan menurut ketentuan KUHAP.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa polisi baru dapat menyatakan suatu laporan dugaan tindak pidana tersebut benar mengandung unsur tindak pidana atau tidak, ialah setelah dilakukannya penyelidikan. Tindakan menolak menolak menerima suatu laporan dugaan tindak pidana sebelum dilakukan proses penyelidikan, jelas merupakan tindakan yang tidak berdasarkan hukum.

Spontan muncul pertanyaan “mengapa polisi serta-merta melakukan hal tanpa berdasar hukum?” Lagi-lagi sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan yang beradab dan berpikir, sudah selayaknya kita mencoba memahami kenapa hal tersebut bias terjadi serta tidak menutup hati nurani bahwa polisipun adalah sesame ciptaan-Nya yang tak luput dari khilaf dan salah.

Selain itu, masyarakat saat ini seperti dihadapkan pada dua sisi mata uang, antara kebingungan atau seolah-olah dibuat tidak tahu akan hukum di negara ini, Alhasil, timbul sebuah pertanyaan mendasar, benarkah Ahok telah melakukan penistaan agama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun