Mohon tunggu...
Ferdia Alifa
Ferdia Alifa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan lingkungan keluarga

16 Desember 2024   13:50 Diperbarui: 16 Desember 2024   13:29 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Dalam kehidupan

anak tentunya, keluarga merupakan tempat yang sangat vital. Anak-anak memperoleh

pengalaman pertamanya dari keluarga. Dalam keluarga, peranan orang tua sangat penting

sebab mereka adalah model bagi anak. Ketika orang tua melakukan sesuatu, anak-anak akan

mengikuti orang tua mereka. Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang

satu dengan orang tua yang lainnya mendidik anak-anak mereka tentunya juga berbeda.

Mereka mempunyai suatu gaya tersendiri dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh

terhadap lingkungan anak. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangatlah penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan sosio-emosinya.

Pendidikan keluarga adalah salah satu bentuk pendidikan di luar sekolah yang besar

pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Pendidikan keluarga yang maksimal

memiliki kecenderungan untuk meningkatkan minat anak dalam belajar, yang pada akhirnya

akan mempengaruhi pula terhadap hasil belajar anak. Sedangkan lemahnya pendidikan

keluarga memiliki kecenderungan untuk melemahkan minat anak dalam belajar dan akan

melemahkan pula terhadap prestasi belajar anak tersebut.

Kata Kunci: Pendidikan, Lingkungan, Keluarga

A. Pendahuluan

1. Konsep Pendidikan Lingkungan Keluarga

Seorang anak akan tumbuh dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan secara

menyeluruh agar kelak menjadi manusia yang beguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan

agama. Oleh sebab itu, makna pendidikan tidaklah semata-mata hanya menyekolahkan anak

ke sekolah untuk membina ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu.

Di dalam lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan

utama, karena dalam keluarga inilah anak mendapatkan bimbingan dan pendidikan. Keluarga

juga dapat menjadi wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Apabila suasana dalam keluarga baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan

baik pula. Jika sebaliknya, tentu akan terlambatlah pertumbuhan anak tersebut sehinggapendidikan yang paling penting banyak diterima oleh anak adalah keluarga. (Darajat, 1995 :

47)

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam

keadaan saling ketergantungan yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya

dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota

keluarga.

Fungsi dan peranan keluarga disamping pemerintah dan keluarga, dalam Sisdiknas

(Sistem Pendidikan Nasional) Indonesia tidak terbatas pendidikan keluarga saja, melainkan

turut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam

keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.

Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang paling penting dan

menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para orang tua

dalam mendidik anak-anaknya dengan optimal. Keluarga juga membina dan mengembangkan

perasaan sosial anak seperti menghargai kebenaran, toleransi, hidup hemat, hidup sehat,

saling tolong-menolong, dan lain-lain. (Tirtarahardja, 2005 : 77)

Pendidikan dalam keluarga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam

pembentukan karakter individu anak. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan adanya motovasi

dan rangsangan kepada anak dalam memahami, menerima dan meyakini serta mengamalkan

ajaran Islam. Namun, jika di lingkungan keluarga terdapat pengaruh yang negatif seperti

menghalangi atau kurang menunjang anak dalam memahami, menerima dan meyakini ajaran

Agama Islam tersebut, maka perlu penanaman ajaran keimanan terlebih dahulu secara

mendasar. Dengan begitu, orang tua akan lebih mudah membentuk anak untuk mencapai

akhlak yang mulia.

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Lingkungan Keluarga

1. Dasar

Dalam pendidikan anak di sini merupakan pandangan yang mendasari seluruh aktifitas

dalam mendidik anak, baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun

pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini, lebih difokuskan pada pendidikan dalam keluarga

yang berada di bawah tanggung jawab kedua orang tuanya. Oleh karena itu, maka tentunya

orang tua mempunyai dan memerlukan landasan untuk memberikan arah bagi pendidikanaknya. Dasar adanya kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya adalah yakni

terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :

" Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (Surah at-Tahrim/66 : 6)

Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar

memelihara dirinya dan keluarganya yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, hamba

sahaya untuk taat kepada Allah SWT. Dan agar dapat menjauhkan dirinya beserta

keluarganya untuk tidak melakukan hal yang dilarang oleh Allah SWT sepertik kemaksiatan.

Agar ia mendidik dan mengajar dengan perintah Allah SWT. Ini merupakan kewajiban setiap

muslim untuk mengajarkan dan melaksanakan segala sesuatu yang menjadi perintah Allah

SWT dan menjauhi segala larangan-Nya (Ar-Rifa'i, 2000 : 90). Ayat tersebut pula

mengisyaratkan bahwa sebagai orang tua yang memiliki kedudukan berkewajiban mendidik

anak-anaknya sebgai upaya dalam menjaga diri dan keluarganya dari siksa neraka. Oleh

karena itu, ayat tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk pendidikan dalam keluarga.

2. Tujuan

Pada dasarnya, tujuan pendidikan dalam keluarga adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan

dalam diri seseorang anak sedari kecil. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat terbagi dalam tiga

aspek utama, yaitu aspek pribadi, moral dan sosial.

a) Aspek pribadi

Pada aspek ini, rujuan dari pendidikan itu sendiri adalah mengajarkan kepada anak

agar kedepannya menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab dalam

artian anak kelak mampu menjadi individu yang dapat menjaga nama keluarga dan

membanggakan bagi kedua orang tua.

b) Aspek moral

Pendidikan dalam keluarga penting untuk memberikan bekal moral bagi anak.

Keluarga adalah tempat awal pendidikan dimulai. Pendidikan moral dalam keluarga

tidak hanya berisi penyampaian mengenai apa yang salah. Anak pasti juga akan

melihat tingkah laku orang tuanya.

c) Aspek sosial

Tujuan yang ingin dicapai oleh aspek ini adalah menciptakan generasi yang berguna

tidak hanya begi dirinya sendiri, namun juga begi lingkup sosial yang lebih besar.

Sejak dini anak telah ditanamkan nilai-nilai luhur agar mampu menjadi pribadi yang

baik kedepannya. Bekal yang ditanamkan dari orang tua bertujuan agar anak memilikikepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Tujuan pendidikan dalam keluarga akan

tercapai ketika orang tua juga belajar untuk bertanggung jawab dengan perbuatannya

agar semua aspek pembelajaran dapat diterima oleh anak dengan baik.

Sebagai karakteristik pendidikan anak yang bercorak Islami, maka tentunya dalam

perumusan tujuan pendidikannya mengacu dan berpijak pada hukum-hukum ajaran Islam.

Dalam konsep Islam, anak dilahirkan dalam keadaan yang suci, tetapi secara pengetahuan ia

belum tahu apa-apa. Namun mereka telah dianugerahkan oleh Allah SWT yaitu berupa alat

indra, akal dan hati. (Nurdin, 1993 : 262)

Adapun tujuan pendidikan anak dalam Islam dapat dilihat dari kesimpulan Muhammad

Fadli al-Jamali. Ia menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan anak berdasarkan Al-Qur'an

adalah : (Al-Falasani, 1993 : 12-13)

a) Mengenalkan anak akan perannya di antara sesama manusia dan tanggung jawab

pribadinya di dalam hidup.

b) Mengenalkan anak-anak terhadap interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata

kehidupan.

c) Mengenalkan anak tentang memahami hikmah akan terciptanya alam serta bagaimana

cara memanfaatkannya.

d) Mengenalkan anak akan pencipta alam ini (Allah SWT) dan memerintahkan

beribadah kepada-Nya.

Dari pemaparan keempat tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak yang

diberikan dalam lingkungan keluarga oleh orang tuanya bertujuan untuk membentuk anak

menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan memperoleh keridhaan-Nya.

C. Rumah Tangga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi

sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang). Dalam rumah

tangga yang islami, suami dan istri harus memahami kekurangan dan kelebihan masingmasing, harus tahu hak dan kewajiban pribadi, mengerti tugas dan fungsi diri sendiri,

menunaikan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, ikhlas, serta mengharap ganjaran dan

ridha Allah SWT. (Yazid, 2011 : 20)

1. Keluarga Sakinah

Sakinah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ketenangan, ketentraman, aman atau

damai. Lawan kata dari ketentraman atau ketenangan adalah keguncangan, keresahan,kehancuran. Sebagaimana arti kata tersebut, keluarga sakinah berarti keluarga yang

didalamnya mengandung ketenangan, ketentraman, keamanan dan kedamaian antar anggota

keluarganya. Keluarga yang sakinah berlawanan dengan keluarga yang penuh keresahan,

kecurigaan, dan kehancuran.

Kita bisa melihat keluarga yang tidak sakinah, contohnya adalah keluarga yang di

dalamnya penuh perkelahian, kecurigaan antar pasangan, bahkan berpotensi terhadap adanya

konflik yang berujung perceraian. Ketidakpercayaan adalah salah satu aspek yang membuat

gagal keluarga sakinah terwujud. Misalnya saja, pasangan saling mencurigai, adanya pihak

atau orang yang mengguncang rumah tangga atau perlawanan istri terhadap suami. Hukum

melawan suami menurut islam tentunya menjadi hal yang harus diketahui pula oleh istri

untuk menjaga sakinah dalam keluarga.

Dengan adanya ketenangan, ketentraman, rasa aman, kedamaian maka keguncangan di

dalam keluarga tidak akan terjadi. Masing-masing anggota keluarga dapat memikirkan

pemecahan masalah secara jernih dan menyentuh intinya. Tanpa ketenangan maka sulit

masing-masing bisa berpikir dengan jernih, dan mau bermusyawarah, yang ada justru

perdebatan, dan perkelahian yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Konflik dalam

keluarga akan mudah terjadi tanpa adanya sakinah dalam keluarga.

2. Keluarga Mawaddah

Mawaddah berasal pula dari bahasa arab yang artinya adalah perasaan kasih sayang, cinta

yang membara dan menggebu. Mawaddah ini khususnya digunakan untuk istilah perasaan

cinta yang menggebu pada pasangannya. Dalam islam, mawaddah itu adalah fitrah yang pasti

dimiliki oleh manusia. Muncul perasaan cinta yang menggebu ini karena hal-hal yang

sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau ketampanan pasangannya, moralitas, kedudukan

dan ha-hal lain yang melekat pada pasangannya atau manusia ciptaan Allah SWT. Kriteria

calon istri menurut islam dan kriteria calon suami menurut islam bisa menjadi aspek yang

perlu dipertimbangkan untuk memunculkan cinta pada pasangan.

Adanya perasaan mawaddah pastinya mampu membuat rumah tangga penuh dengan cinta

dan sayang. Tanpa adanya cinta tentunya keluarga menjadi hambar. Adanya cinta mebuat

pasangan suami istri serta anak-anak mau berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih

untuk keluarganya. Perasaan cinta mampu memberikan perasaan saling memiliki dan saling

menjaga.

Keluarga yang ada perasaan mawaddah tentunya memunculkan nafsu yang positif (nafsu

yang halal dalam aspek pernikahan). Kita bisa melihat keluarga yang tidak ada mawaddtentunya tidak akan saling memberikan dukungan, hambar, yang membuat rumah tangga pun

seperti sepi. Peselingkuhan dalam rumah tangga bisa saja terjadi jika mawaddah tidak ada

dalam keluarga. Masing-masing pasangan akan mencari cinta lain dari orang lain.

Keluarga yang penuh mawaddah bukan terbentuk hanya karena jalan yang instan saja.

Perasaan cinta dalam keluarga tumbuh dan berkembang karena proses dipupuknya lewat

cinta suami istri serta anak-anak. Keindahan keluarga mawaddah tentunya sangat

didambakan bagi setiap manusia karena hal tersebut fitrah dari setiap makhluk.

3. Keluarga Rahmah

Kata rahmah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ampunan, rahmat, rezeki dan

karunia. Rahmah terbesar tentu berasal dari Allah SWT yang diberikan pada keluarga yang

terjaga rasa cinta, kasih sayang, dan juga kepercayaan. Keluarga yang rahmah tidak mungkin

muncul hanya sekejap melainkan muncul karena proses adanya saling membutuhkan, saling

menutupi kekurangan, saling memahami dan memberikan pengertian.

Rahmah atau karunia dan rezeki dalam keluarga adalah karena proses dan kesabaran

suatu istri dalam membina rumah tangganya, serta melewati pengorbanan juga kekuatan jiwa.

Dengan prosesnya yang penuh kesabaran, karunia itu pun juga akan diberikan oleh Allah

SWT sebagai bentuk cinta tertinggi dalam keluarga. Rahmah tidak terwujud jika suami dan

istri saling mendurhakai. Untuk itu, perlu memahami pula mengenai ciri-ciri suami durhaka

terhadap istri dan ciri-ciri istri durhaka terhadap suami.

4. Karakteristik Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Setelah mengetahu makna keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, pada intinya

masing-masing dalam rumah tangga mampu mengetahui cara menjaga keharmonisan dalam

rumah tangga menurut islam, sehingga tidak terjadi kekacauan. Berikut merupakan ciri-ciri

atau karakteristik yang bisa menggambarkan seperti apakah keluarga tersebut.

a) Terdapat cinta, kasih sayang, dan rasa saling memiliki yang terjaga satu sama lain.

b) Terdapat ketenangan dan ketentraman yang terjaga, bukan konflik atau mengarah

pada perceraian.

c) Keikhlasan dan ketulusan peran yang diberikan masing-masing anggota keluarga,

baik peran suami sebagai kepala rumah tangga, istri sebagai ibu juga mengelola

amanah suami, serta anak-anak yang menjadi amanah dari Allah SWT untuk

diberikan pendidikan yang baik.

d) Kecintaan yang mengarahkan kepada cinta Illahiah dan Nilai Agama, bukan hanya

kecintaan terhadap makhluk atau hawa nafsu semae) Jauh dari ketidakpercayaan, kecurigaan, dan perasaan was-was antar pasangan.

f) Mampu menjaga satu sama lain dalam aspek keimanan dan ibadah, bukan saling

menjerumuskan atau saling menghancurkan satu sama lain.

g) Mampu menjaga pergaulan dalam islam, tidak melakukan penyelewengan apalagi

pengkhianatan sesama pasangan.

h) Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mulai dari

rezeki, kebutuhan dorongan seksual, dan rasa memiliki satu sama lain.

i) Mendukung karir, profesi satu sama lain yang diwujudkan untuk sama-sama

membangun keluarga dan membangun umat sebagai amanah dari Allah SWT.

D. Komunikasi Keluarga Dalam Islam

Ketika dikaitkan dengan komunkasi, maka etika ibu menjadi dasar pijakan dalam

berkomunikasi antar individu atau kelompok. Etika memberikan landasan moral dalam

membangun tata susila terhadap semua sikap dan prilaku individu atau kelompok

berkomunikasi. Dengan demikian, tanpa etika komunikasi itu dinilai tidak etis.

Secara garis besar, etika komunikasi dalam Islam dapat dibagi menjadi dua yaitu etika

komunikasi transcendental (hablum minallah) dan etika komunikasi insani (hablum

minannas). Etika komunikasi dalam Islam dibangun berdasarkan petunjuk yang diisyaratkan

oleh Al-Qur'an dan Sunnah. Islam mengajarkan berkomunikasi itu dengan penuh beradab,

penuh penghormatan, penghargaan terhadap orang yang di ajak bicara dan sebagainya.

Ada enam prinsip etika komunikasi dalam Islam yaitu prinsip qawlan karima (perkataan

yang benar/lurus), prinsip qawlan sadida (perkataan yang jujur), prinsip qawlan ma'rufa

(perkataan yang baik), prinsip qawlan baligha (perkataan yang bermanfaat), prinsip qawlan

layyina (perkataan yang lemah lembut) dan prinsip qawlan maisura (perkataan yang pantas).

1. Qawlan karima (Perkataan yang benar)

Komunikasi yang baik tidak dinilai dari tinggi rendahnya jabatan atau pangkat seseorang,

tetapi ia dinilai dari perkataan seseorang. Cukup banyak orang yang gagal berkomunikasi

dengan baik kepada orang lain disebabkan mempergunakan perkataan yang keliru dan

berpotensi merendahkan orang lain.

Islam mengajarkan agar mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi

kepada siapapun seperti terdapat dalam ayat Al-Qur'an yang berbunyi :

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorangdiantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka

sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah

kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Surah alIsra'/17 : 23)

2. Qawlan sadida (Perkataan yang jujur)

Berkata benar berarti berkata jujur, apa adanya, jauh dari kebohongan orang yang jujur

adalah orang yang dapat dipercaya setiap perkataan yang keluar dari mulutnya selalu

mengandung kebenaran. Dalam kehidupan keluarga, masalah berkata benar ini penting

apalagi dalam konteks pendidikan anak. Islam mengajarkan agar orang tua selalu berkata

benar kepada anak. Berbicara kepada orang lain harus benar katakan yang benar itu benar dan

yang salah itu salah.

3. Qawlan ma'rufa (Perkataan yang baik)

Islam mengajarkan agar ketika memberi orang lain yang minta sedekah disertai dengan

perkataan yang baik, bukan diiringi dengan perkataan kasar sebab perkataan yang kasar dapat

menyakiti perasaan orang lain.

4. Qawlan baligha (Perkataan yang bermanfaat)

Komunikasi ini efektif bila perkataan yang disampaikan itu berbekas yang berbekas di

jiwa adalah penting. Komunikasi seperti ini hanya terjadi bila komunikasi yang berlangsung

itu efektif mengenai sasaran. Artinya, apa yang dikomunikasikan itu secara terus terang, tidak

bertele-tele sehingga tepat mengenai sasaran yang dituju.

5. Qawlan layyina (Perkataan yang lemah lembut)

Islam mengajarkan agar menggunakan komunikasi yang lemah lembut kepada siapapun.

Dalam keluarga orang tua sebaiknya berkomunikasi pada anak dengan cara lemah lembut,

salain ada perasaan bersahabat yang menyusup ke dalam relung hati anak, ia juga akan

berusaha menjadi pendengar yang baik.

6. Qawlan maisura (Perkataan yang pantas)

Dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan dianjurkan untuk mempergunakan bahasa

yang mudah, ringkas dan tepat sehingga mudah dicerna dan dimengerti. Dalam Al-Qur'an

ditemukan istilah qawlan manusia yang merupakan salah satu tuntunan untuk melakukan

komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan

perasaE. Hadis Tentang Pendidikan Lingkungan Keluarga

Ada beberapa hadis yang menjelaskan tentang pendidikan dalam lingkungan rumah

tangga, antaranya :

"Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga,

yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya." (HR.

Muslim : 1631)

"Aisyah RA menceritakan bahwa pada suatu kali datanglah Hindun binti 'Utbah yaitu

istri Abu Sofyan menemui Rasulullah SAW seraya berkata, "Hai Rasulullah! Abu Sofyan

adalah laki-laki yang kikir, sehingga tidak diberinya saya nafkah yang memadai untukku,

kecuali hanya dengan mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa

dengan begitu?" Jawab beliau, "Ambillah sebagian hartanya itu dengan niat baik

secukupnya yaitu untukmu dan anak-anakmu" " (Muttafaq 'Alaih)

"Berkata Mu'ammal ibn Hisyam Ya'ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah,

berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzzani Al

Shoirofi dari Amru ibn Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW

: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka

(anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur." (HR. Abu Dawud) (Bari, 1965)

"Setiap kalian adalah perempuan dan akan dimintai pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai

pertanggungjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi

keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari

: 2278) (Al-Bukhari, 1975)

"Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak ada dari seorang

anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang

menjadikannya beragama Yahudi atau beragama Nasrani atau beragama Majusi." (Muttafaq

'Alaihi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun