Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Dalam kehidupan
anak tentunya, keluarga merupakan tempat yang sangat vital. Anak-anak memperoleh
pengalaman pertamanya dari keluarga. Dalam keluarga, peranan orang tua sangat penting
sebab mereka adalah model bagi anak. Ketika orang tua melakukan sesuatu, anak-anak akan
mengikuti orang tua mereka. Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang
satu dengan orang tua yang lainnya mendidik anak-anak mereka tentunya juga berbeda.
Mereka mempunyai suatu gaya tersendiri dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh
terhadap lingkungan anak. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangatlah penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan sosio-emosinya.
Pendidikan keluarga adalah salah satu bentuk pendidikan di luar sekolah yang besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Pendidikan keluarga yang maksimal
memiliki kecenderungan untuk meningkatkan minat anak dalam belajar, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi pula terhadap hasil belajar anak. Sedangkan lemahnya pendidikan
keluarga memiliki kecenderungan untuk melemahkan minat anak dalam belajar dan akan
melemahkan pula terhadap prestasi belajar anak tersebut.
Kata Kunci: Pendidikan, Lingkungan, Keluarga
A. Pendahuluan
1. Konsep Pendidikan Lingkungan Keluarga
Seorang anak akan tumbuh dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan secara
menyeluruh agar kelak menjadi manusia yang beguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan
agama. Oleh sebab itu, makna pendidikan tidaklah semata-mata hanya menyekolahkan anak
ke sekolah untuk membina ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu.
Di dalam lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan
utama, karena dalam keluarga inilah anak mendapatkan bimbingan dan pendidikan. Keluarga
juga dapat menjadi wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Apabila suasana dalam keluarga baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan
baik pula. Jika sebaliknya, tentu akan terlambatlah pertumbuhan anak tersebut sehinggapendidikan yang paling penting banyak diterima oleh anak adalah keluarga. (Darajat, 1995 :
47)
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya
dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarga.
Fungsi dan peranan keluarga disamping pemerintah dan keluarga, dalam Sisdiknas
(Sistem Pendidikan Nasional) Indonesia tidak terbatas pendidikan keluarga saja, melainkan
turut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam
keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang paling penting dan
menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para orang tua
dalam mendidik anak-anaknya dengan optimal. Keluarga juga membina dan mengembangkan
perasaan sosial anak seperti menghargai kebenaran, toleransi, hidup hemat, hidup sehat,
saling tolong-menolong, dan lain-lain. (Tirtarahardja, 2005 : 77)
Pendidikan dalam keluarga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam
pembentukan karakter individu anak. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan adanya motovasi
dan rangsangan kepada anak dalam memahami, menerima dan meyakini serta mengamalkan
ajaran Islam. Namun, jika di lingkungan keluarga terdapat pengaruh yang negatif seperti
menghalangi atau kurang menunjang anak dalam memahami, menerima dan meyakini ajaran
Agama Islam tersebut, maka perlu penanaman ajaran keimanan terlebih dahulu secara
mendasar. Dengan begitu, orang tua akan lebih mudah membentuk anak untuk mencapai
akhlak yang mulia.
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Lingkungan Keluarga
1. Dasar
Dalam pendidikan anak di sini merupakan pandangan yang mendasari seluruh aktifitas
dalam mendidik anak, baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun
pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini, lebih difokuskan pada pendidikan dalam keluarga
yang berada di bawah tanggung jawab kedua orang tuanya. Oleh karena itu, maka tentunya
orang tua mempunyai dan memerlukan landasan untuk memberikan arah bagi pendidikanaknya. Dasar adanya kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya adalah yakni
terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :
" Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (Surah at-Tahrim/66 : 6)
Dalam ayat diatas, Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar
memelihara dirinya dan keluarganya yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, hamba
sahaya untuk taat kepada Allah SWT. Dan agar dapat menjauhkan dirinya beserta
keluarganya untuk tidak melakukan hal yang dilarang oleh Allah SWT sepertik kemaksiatan.
Agar ia mendidik dan mengajar dengan perintah Allah SWT. Ini merupakan kewajiban setiap
muslim untuk mengajarkan dan melaksanakan segala sesuatu yang menjadi perintah Allah
SWT dan menjauhi segala larangan-Nya (Ar-Rifa'i, 2000 : 90). Ayat tersebut pula
mengisyaratkan bahwa sebagai orang tua yang memiliki kedudukan berkewajiban mendidik
anak-anaknya sebgai upaya dalam menjaga diri dan keluarganya dari siksa neraka. Oleh
karena itu, ayat tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk pendidikan dalam keluarga.
2. Tujuan
Pada dasarnya, tujuan pendidikan dalam keluarga adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan
dalam diri seseorang anak sedari kecil. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat terbagi dalam tiga
aspek utama, yaitu aspek pribadi, moral dan sosial.
a) Aspek pribadi
Pada aspek ini, rujuan dari pendidikan itu sendiri adalah mengajarkan kepada anak
agar kedepannya menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab dalam
artian anak kelak mampu menjadi individu yang dapat menjaga nama keluarga dan
membanggakan bagi kedua orang tua.
b) Aspek moral
Pendidikan dalam keluarga penting untuk memberikan bekal moral bagi anak.
Keluarga adalah tempat awal pendidikan dimulai. Pendidikan moral dalam keluarga
tidak hanya berisi penyampaian mengenai apa yang salah. Anak pasti juga akan
melihat tingkah laku orang tuanya.
c) Aspek sosial
Tujuan yang ingin dicapai oleh aspek ini adalah menciptakan generasi yang berguna
tidak hanya begi dirinya sendiri, namun juga begi lingkup sosial yang lebih besar.
Sejak dini anak telah ditanamkan nilai-nilai luhur agar mampu menjadi pribadi yang
baik kedepannya. Bekal yang ditanamkan dari orang tua bertujuan agar anak memilikikepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Tujuan pendidikan dalam keluarga akan
tercapai ketika orang tua juga belajar untuk bertanggung jawab dengan perbuatannya
agar semua aspek pembelajaran dapat diterima oleh anak dengan baik.
Sebagai karakteristik pendidikan anak yang bercorak Islami, maka tentunya dalam
perumusan tujuan pendidikannya mengacu dan berpijak pada hukum-hukum ajaran Islam.
Dalam konsep Islam, anak dilahirkan dalam keadaan yang suci, tetapi secara pengetahuan ia
belum tahu apa-apa. Namun mereka telah dianugerahkan oleh Allah SWT yaitu berupa alat
indra, akal dan hati. (Nurdin, 1993 : 262)
Adapun tujuan pendidikan anak dalam Islam dapat dilihat dari kesimpulan Muhammad
Fadli al-Jamali. Ia menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan anak berdasarkan Al-Qur'an
adalah : (Al-Falasani, 1993 : 12-13)
a) Mengenalkan anak akan perannya di antara sesama manusia dan tanggung jawab
pribadinya di dalam hidup.
b) Mengenalkan anak-anak terhadap interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata
kehidupan.
c) Mengenalkan anak tentang memahami hikmah akan terciptanya alam serta bagaimana
cara memanfaatkannya.
d) Mengenalkan anak akan pencipta alam ini (Allah SWT) dan memerintahkan
beribadah kepada-Nya.
Dari pemaparan keempat tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak yang
diberikan dalam lingkungan keluarga oleh orang tuanya bertujuan untuk membentuk anak
menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan memperoleh keridhaan-Nya.
C. Rumah Tangga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi
sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang). Dalam rumah
tangga yang islami, suami dan istri harus memahami kekurangan dan kelebihan masingmasing, harus tahu hak dan kewajiban pribadi, mengerti tugas dan fungsi diri sendiri,
menunaikan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, ikhlas, serta mengharap ganjaran dan
ridha Allah SWT. (Yazid, 2011 : 20)
1. Keluarga Sakinah
Sakinah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ketenangan, ketentraman, aman atau
damai. Lawan kata dari ketentraman atau ketenangan adalah keguncangan, keresahan,kehancuran. Sebagaimana arti kata tersebut, keluarga sakinah berarti keluarga yang
didalamnya mengandung ketenangan, ketentraman, keamanan dan kedamaian antar anggota
keluarganya. Keluarga yang sakinah berlawanan dengan keluarga yang penuh keresahan,
kecurigaan, dan kehancuran.
Kita bisa melihat keluarga yang tidak sakinah, contohnya adalah keluarga yang di
dalamnya penuh perkelahian, kecurigaan antar pasangan, bahkan berpotensi terhadap adanya
konflik yang berujung perceraian. Ketidakpercayaan adalah salah satu aspek yang membuat
gagal keluarga sakinah terwujud. Misalnya saja, pasangan saling mencurigai, adanya pihak
atau orang yang mengguncang rumah tangga atau perlawanan istri terhadap suami. Hukum
melawan suami menurut islam tentunya menjadi hal yang harus diketahui pula oleh istri
untuk menjaga sakinah dalam keluarga.
Dengan adanya ketenangan, ketentraman, rasa aman, kedamaian maka keguncangan di
dalam keluarga tidak akan terjadi. Masing-masing anggota keluarga dapat memikirkan
pemecahan masalah secara jernih dan menyentuh intinya. Tanpa ketenangan maka sulit
masing-masing bisa berpikir dengan jernih, dan mau bermusyawarah, yang ada justru
perdebatan, dan perkelahian yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Konflik dalam
keluarga akan mudah terjadi tanpa adanya sakinah dalam keluarga.
2. Keluarga Mawaddah
Mawaddah berasal pula dari bahasa arab yang artinya adalah perasaan kasih sayang, cinta
yang membara dan menggebu. Mawaddah ini khususnya digunakan untuk istilah perasaan
cinta yang menggebu pada pasangannya. Dalam islam, mawaddah itu adalah fitrah yang pasti
dimiliki oleh manusia. Muncul perasaan cinta yang menggebu ini karena hal-hal yang
sebabnya bisa dari aspek kecantikan atau ketampanan pasangannya, moralitas, kedudukan
dan ha-hal lain yang melekat pada pasangannya atau manusia ciptaan Allah SWT. Kriteria
calon istri menurut islam dan kriteria calon suami menurut islam bisa menjadi aspek yang
perlu dipertimbangkan untuk memunculkan cinta pada pasangan.
Adanya perasaan mawaddah pastinya mampu membuat rumah tangga penuh dengan cinta
dan sayang. Tanpa adanya cinta tentunya keluarga menjadi hambar. Adanya cinta mebuat
pasangan suami istri serta anak-anak mau berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih
untuk keluarganya. Perasaan cinta mampu memberikan perasaan saling memiliki dan saling
menjaga.
Keluarga yang ada perasaan mawaddah tentunya memunculkan nafsu yang positif (nafsu
yang halal dalam aspek pernikahan). Kita bisa melihat keluarga yang tidak ada mawaddtentunya tidak akan saling memberikan dukungan, hambar, yang membuat rumah tangga pun
seperti sepi. Peselingkuhan dalam rumah tangga bisa saja terjadi jika mawaddah tidak ada
dalam keluarga. Masing-masing pasangan akan mencari cinta lain dari orang lain.
Keluarga yang penuh mawaddah bukan terbentuk hanya karena jalan yang instan saja.
Perasaan cinta dalam keluarga tumbuh dan berkembang karena proses dipupuknya lewat
cinta suami istri serta anak-anak. Keindahan keluarga mawaddah tentunya sangat
didambakan bagi setiap manusia karena hal tersebut fitrah dari setiap makhluk.
3. Keluarga Rahmah
Kata rahmah berasal dari bahasa arab yang artinya adalah ampunan, rahmat, rezeki dan
karunia. Rahmah terbesar tentu berasal dari Allah SWT yang diberikan pada keluarga yang
terjaga rasa cinta, kasih sayang, dan juga kepercayaan. Keluarga yang rahmah tidak mungkin
muncul hanya sekejap melainkan muncul karena proses adanya saling membutuhkan, saling
menutupi kekurangan, saling memahami dan memberikan pengertian.
Rahmah atau karunia dan rezeki dalam keluarga adalah karena proses dan kesabaran
suatu istri dalam membina rumah tangganya, serta melewati pengorbanan juga kekuatan jiwa.
Dengan prosesnya yang penuh kesabaran, karunia itu pun juga akan diberikan oleh Allah
SWT sebagai bentuk cinta tertinggi dalam keluarga. Rahmah tidak terwujud jika suami dan
istri saling mendurhakai. Untuk itu, perlu memahami pula mengenai ciri-ciri suami durhaka
terhadap istri dan ciri-ciri istri durhaka terhadap suami.
4. Karakteristik Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Setelah mengetahu makna keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, pada intinya
masing-masing dalam rumah tangga mampu mengetahui cara menjaga keharmonisan dalam
rumah tangga menurut islam, sehingga tidak terjadi kekacauan. Berikut merupakan ciri-ciri
atau karakteristik yang bisa menggambarkan seperti apakah keluarga tersebut.
a) Terdapat cinta, kasih sayang, dan rasa saling memiliki yang terjaga satu sama lain.
b) Terdapat ketenangan dan ketentraman yang terjaga, bukan konflik atau mengarah
pada perceraian.
c) Keikhlasan dan ketulusan peran yang diberikan masing-masing anggota keluarga,
baik peran suami sebagai kepala rumah tangga, istri sebagai ibu juga mengelola
amanah suami, serta anak-anak yang menjadi amanah dari Allah SWT untuk
diberikan pendidikan yang baik.
d) Kecintaan yang mengarahkan kepada cinta Illahiah dan Nilai Agama, bukan hanya
kecintaan terhadap makhluk atau hawa nafsu semae) Jauh dari ketidakpercayaan, kecurigaan, dan perasaan was-was antar pasangan.
f) Mampu menjaga satu sama lain dalam aspek keimanan dan ibadah, bukan saling
menjerumuskan atau saling menghancurkan satu sama lain.
g) Mampu menjaga pergaulan dalam islam, tidak melakukan penyelewengan apalagi
pengkhianatan sesama pasangan.
h) Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mulai dari
rezeki, kebutuhan dorongan seksual, dan rasa memiliki satu sama lain.
i) Mendukung karir, profesi satu sama lain yang diwujudkan untuk sama-sama
membangun keluarga dan membangun umat sebagai amanah dari Allah SWT.
D. Komunikasi Keluarga Dalam Islam
Ketika dikaitkan dengan komunkasi, maka etika ibu menjadi dasar pijakan dalam
berkomunikasi antar individu atau kelompok. Etika memberikan landasan moral dalam
membangun tata susila terhadap semua sikap dan prilaku individu atau kelompok
berkomunikasi. Dengan demikian, tanpa etika komunikasi itu dinilai tidak etis.
Secara garis besar, etika komunikasi dalam Islam dapat dibagi menjadi dua yaitu etika
komunikasi transcendental (hablum minallah) dan etika komunikasi insani (hablum
minannas). Etika komunikasi dalam Islam dibangun berdasarkan petunjuk yang diisyaratkan
oleh Al-Qur'an dan Sunnah. Islam mengajarkan berkomunikasi itu dengan penuh beradab,
penuh penghormatan, penghargaan terhadap orang yang di ajak bicara dan sebagainya.
Ada enam prinsip etika komunikasi dalam Islam yaitu prinsip qawlan karima (perkataan
yang benar/lurus), prinsip qawlan sadida (perkataan yang jujur), prinsip qawlan ma'rufa
(perkataan yang baik), prinsip qawlan baligha (perkataan yang bermanfaat), prinsip qawlan
layyina (perkataan yang lemah lembut) dan prinsip qawlan maisura (perkataan yang pantas).
1. Qawlan karima (Perkataan yang benar)
Komunikasi yang baik tidak dinilai dari tinggi rendahnya jabatan atau pangkat seseorang,
tetapi ia dinilai dari perkataan seseorang. Cukup banyak orang yang gagal berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain disebabkan mempergunakan perkataan yang keliru dan
berpotensi merendahkan orang lain.
Islam mengajarkan agar mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi
kepada siapapun seperti terdapat dalam ayat Al-Qur'an yang berbunyi :
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorangdiantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Surah alIsra'/17 : 23)
2. Qawlan sadida (Perkataan yang jujur)
Berkata benar berarti berkata jujur, apa adanya, jauh dari kebohongan orang yang jujur
adalah orang yang dapat dipercaya setiap perkataan yang keluar dari mulutnya selalu
mengandung kebenaran. Dalam kehidupan keluarga, masalah berkata benar ini penting
apalagi dalam konteks pendidikan anak. Islam mengajarkan agar orang tua selalu berkata
benar kepada anak. Berbicara kepada orang lain harus benar katakan yang benar itu benar dan
yang salah itu salah.
3. Qawlan ma'rufa (Perkataan yang baik)
Islam mengajarkan agar ketika memberi orang lain yang minta sedekah disertai dengan
perkataan yang baik, bukan diiringi dengan perkataan kasar sebab perkataan yang kasar dapat
menyakiti perasaan orang lain.
4. Qawlan baligha (Perkataan yang bermanfaat)
Komunikasi ini efektif bila perkataan yang disampaikan itu berbekas yang berbekas di
jiwa adalah penting. Komunikasi seperti ini hanya terjadi bila komunikasi yang berlangsung
itu efektif mengenai sasaran. Artinya, apa yang dikomunikasikan itu secara terus terang, tidak
bertele-tele sehingga tepat mengenai sasaran yang dituju.
5. Qawlan layyina (Perkataan yang lemah lembut)
Islam mengajarkan agar menggunakan komunikasi yang lemah lembut kepada siapapun.
Dalam keluarga orang tua sebaiknya berkomunikasi pada anak dengan cara lemah lembut,
salain ada perasaan bersahabat yang menyusup ke dalam relung hati anak, ia juga akan
berusaha menjadi pendengar yang baik.
6. Qawlan maisura (Perkataan yang pantas)
Dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan dianjurkan untuk mempergunakan bahasa
yang mudah, ringkas dan tepat sehingga mudah dicerna dan dimengerti. Dalam Al-Qur'an
ditemukan istilah qawlan manusia yang merupakan salah satu tuntunan untuk melakukan
komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan
perasaE. Hadis Tentang Pendidikan Lingkungan Keluarga
Ada beberapa hadis yang menjelaskan tentang pendidikan dalam lingkungan rumah
tangga, antaranya :
"Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga,
yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya." (HR.
Muslim : 1631)
"Aisyah RA menceritakan bahwa pada suatu kali datanglah Hindun binti 'Utbah yaitu
istri Abu Sofyan menemui Rasulullah SAW seraya berkata, "Hai Rasulullah! Abu Sofyan
adalah laki-laki yang kikir, sehingga tidak diberinya saya nafkah yang memadai untukku,
kecuali hanya dengan mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa
dengan begitu?" Jawab beliau, "Ambillah sebagian hartanya itu dengan niat baik
secukupnya yaitu untukmu dan anak-anakmu" " (Muttafaq 'Alaih)
"Berkata Mu'ammal ibn Hisyam Ya'ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah,
berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzzani Al
Shoirofi dari Amru ibn Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW
: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka
(anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur." (HR. Abu Dawud) (Bari, 1965)
"Setiap kalian adalah perempuan dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi
keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari
: 2278) (Al-Bukhari, 1975)
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : Tidak ada dari seorang
anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya beragama Yahudi atau beragama Nasrani atau beragama Majusi." (Muttafaq
'Alaihi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H