Mohon tunggu...
Fera Andriani Djakfar
Fera Andriani Djakfar Mohon Tunggu... Dosen - Ibu rumah tangga, Dosen, Guru madrasah, Penulis Buku: Dari Luapan Sungai Nil, Surat Dari Alexandria, Kejutan Buat Malaikat, Arus Atap dan Cinta, Serial Addun dan Addin, Islam Lokal: Fenomena Ngabula di PEsantren Madura

Banyak-banyaklah membaca buku, hingga kenyang, sampai kebelet menulis tak tertahankan!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Auman Si Garong dan Kicau Netizen

26 Juni 2021   21:54 Diperbarui: 3 Juli 2021   20:19 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Auu... auuu...!" Suara itu terdengar lagi.

"Tuh, dengar gak? Itu auman si Garong," ujar Mojes.

"Auman gimana? Dimana-mana yang namanya kucing ya mengeong, bukan mengaum!" Protes Anjas.

"Yang Ini beda, Njas. Ini lihat, aku punya rekaman videonya," Mojes menunjukkan layar gawainya pada Anjas. Kawannya pun mulai menaruh perhatian pada kucing yang Mojes panggil dengan nama Garong. Di layar itu tampak seekor kucing ras kampung berwarna coklat muda sedang mengeong, tetapi suara yang keluar lebih mirip auman. Persis seperti yang mereka dengar saat ini.

"Sudah berapa lama si Garong itu di kampung kita?" Anjas mulai menaruh perhatian. Beberapa hari yang lalu sepertinya dia pernah mendengar suara itu, tetapi dia menyangka itu efek suara dari film horor yang ditontonnya.

"Kurang lebih sebulanan ini. For your information, nih. Sejak si Garong datang, kucing-kucing jantan lainnya pada minggat...!" Ucap Mojes berapi-api, mengalahkan cuaca panas siang itu.

"Widiiih, kasar banget pakai kata minggat!" komentar Cuplus yang mulai kembali ke alam nyata. Sejak tadi dia asyik mabar dengan gawainya. Mereka bertiga memang berada di tempat yang sama, tetapi tidak benar-benar bersama.  Di gazebo milik Mojes itu mereka lebih sering berkutat dengan gawai masing-masing. Anjas di sela-sela jadwal kuliah daringnya adalah penyuka film, Mojes terobsesi menjadi selebgram, dan Cuplus kecanduan game online. 

Mereka bersahabat sejak TK dan tumbuh bersama di lingkungan perumahan pinggiran kota itu. Dulu mereka bertiga melakukan berbagai keseruan layaknya remaja laki-laki seperti mendaki gunung, berenang, dan petualangan lainnya. Namun, sejak pandemi keseruan mereka pun berubah ke dunia maya. Hal itu karena orang tua mereka sepakat tidak membolehkan anak-anak mereka keluar dari perumahan itu kecuali untuk keperluan darurat, demi menghindari penularan wabah. Rumah Mojes yang paling sering dijadikan markas, karena ukurannya lebih luas dari rumah-rumah lainnya. Orang tua Mojes membeli beberapa kaveling tanah yang disatukan, sehingga bisa membangun rumah yang besar dan halaman luas. Sementara rumah-rumah lainnya di perumahan itu berderet-deret rapat dan sempit.

"Beneran, deh. Coba lihat di sekitar kita. Apa ada kucing jantan lainnya?" Mojes meyakinkan dua temannya.

"Ya aku mana tahu sebelum ini ada kucing jantan atau nggak," komentar Anjas yang juga disetujui Cuplus.

"Ada, dong. Ini aku punya koleksi videonya. Ini kuberi nama Riomi, ini Polka, dan ini Bleki. Tiga kucing liar ini dulu berkeliaran di sekitar sini. Namun, sejak si Garong datang, semua mundur alon-alon."

"Lah, tadi dibilang minggat," protes Anjas. "Itu yang kasih nama semuanya siapa?" tanyanya.

"Ya Mojes, laaah... kan aku bikin akun khusus kucing. Herannya, followerku di akun itu dalam waktu singkat sudah ribuan, ngalahin akun Mojes official."

"Popularitasmu kalah sama kucing, tuh," komentar Cuplus yang disusul tawa semuanya.

"Nah, kembali ke auman si Garong, ini aku sedang buat cerita bersambung tentangnya. Asli banyak yang penasaran. Ada yang bilang itu kucing siluman lah, jelmaan makhluk halus gitulah. Apalagi kalau setting videonya malam hari. Makin seru, Gaes!"

"Iyakah? Dulu di kampung nenekku sempat beredar kabar tentang kucing siluman." Cuplus membuka cerita. "Untuk membedakan mana kucing asli dan mana yang siluman, maka tiap lihat kucing, penduduk setempat azan di telinga kucing itu. Konon yang siluman akan meronta-ronta dan kembali ke wujud aslinya."

"Hmm... menarik ini!" Mata Mojes berbinar-binar, pertanda sebuah ide sedang menyelinap di otaknya. "Gaes, yuk kita tangkap si Garong, terus kita azani di telinganya."

"Emangnya jabang bayi diazanin?" Protes Anjas.

"Ayolah, Gaes...! Plus, kamu duluan dong yang azan. Yuk, aku rekam aksimu!"

Cuplus menolak dengan alasan dia kurang fasih. Bisa-bisa malah si Garong mengomentari suara dan artikulasinya. Pinter banget dia cari alasan. Sementara itu Anjas tidak punya alasan lain, apalagi dia pernah menjadi juara azan dalam lomba Agustusan di perumahan itu. Untunglah tiba-tiba gawainya bergetar, ada panggilan dari ibunya. Itu adalah panggilan yang tidak boleh dia tolak dalam kondisi apapun.

"Apa, Ma? Kuliah? Oiyaaa... lupa Ma, maaf. Iya, iya aku pulang sekarang juga." Anjas menutup pembicaraan dengan ibunya. "Sorry Jes, aku lupa kalau sekarang ada kuliah online via Zoom. Pasti dosenku nelpon Mama. Gini ini gak enaknya kalau kuliah di tempat yang dosen-dosennya adalah teman baik orang tua kita. Gak bisa bolos bentar aja."

"Alaaah, kuliah online aja, Njas. Tinggal pasang aja videomu yang lagi duduk tegak pakai layar HP, hadapkan ke kamera laptop, terus kamu tinggal tidur, beres dah." Entah dari mana Cuplus mendapat ide menyesatkan itu. Baik Mojes maupun Cuplus tidak ada yang kuliah dengan alasan menunggu pandemi berakhir. Bagi mereka berdua kuliah secara daring tidak berasa kuliah, katanya. Sementara itu Anjas tetap diharuskan kuliah oleh orang tuanya, apapun yang terjadi.

"Ide ngawur itu, Plus. Ya, tapi bolehlah kapan-kapan untuk kondisi darurat. Bye...!" Anjas pun berlari pulang ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari markas bermainnya.

*********

"Ayo cuci tangan dulu pakai sabun, mandi, ganti baju. Maskernya dirobek terus buang ke tempat sampah." Selalu begitu teriakan rutin ibu Anjas setiap kali anak semata wayangnya datang. Dulu di awal pandemi lebih parah lagi, setiap ada anggota rumah yang datang selalu disemprot desinfektan. Ibu rumah tangga empat puluh tahunan itu baru berhenti semprot-menyemprot setelah tahu efek samping perbuatannya.

"Gak sempat mandi, Ma... ini kuliah sudah telat. Lagian pakai Zoom ini, gak mungkin bauku tercium sama dosen dan teman-teman." Anjas pun segera duduk tenang di depan laptop.

Ibunya hanya manarik napas panjang, semakin bingung menghadapi tingkah anaknya. Di satu sisi dia sedih, melihat Anjas yang semakin malas mengikuti perkuliahan daring dengan alasan lupa. Dia lebih asyik berada di rumah kawan-kawannya. Di sisi lain, sebagai seorang ibu dia juga paham bahwa anaknya sudah merasa suntuk karena tidak bisa kemana-mana, bahkan untuk kuliah. Masa-masa menjadi mahasiswa yang semestinya aktif dan dinamis, juga segala kisah romansanya hanya dapat Anjas nikmati dari film-film. Masa orientasi mahasiswa baru yang katanya seru, putranya hanya bisa menjalaninya di depan layar. Sungguh sebuah  kondisi yang tidak pernah dia sangka.

"Aauuu... Auuu...!" di luar rumah Anjas terdengar suara melengking si Garong. Tepat di saat dosen menyuruhnya membuka mikrofon Zoom untuk memberi pendapat tentang presentasi hari itu. Suara Anjas kalah oleh 'auman' si Garong.

"Kamu memelihara apa, Anjas? Suruh diam piaraanmu itu sebentar, suaramu jadi gak jelas." Ujar Doktor Mukmin tegas, disusul oleh ekspresi tahan tawa teman-temannya di layar Zoom. Untungnya mikrofon mereka sedang 'mute'. Jika tidak, pasti sudah terdengar riuhnya tawa kawan-kawan sekelas.

Awas kau kucing siluman...! Ancamnya dalam hati.

*********

Setelah mendengar kabar bahwa si Garong telah ditangkap, siang itu juga Anjas bergegas ke rumah Mojes. Terburu-buru, hingga dia lupa memakai masker dan tidak pula mendengar teriakan ibunya yang mengingatkan. Tujuannya hanya satu, segera menuju markas untuk melampiaskan dendam pada si Garong yang sudah mempermalukannya di Zoom kemarin. Di sana Mojes dan Cuplus sudah menunggunya.

"Ayo, aku keburu mau merekam, nih...." ujar Mojes sambil menggendong Garong. Kucing itu sesekali meronta ingin melepaskan diri.

"Azani dulu...!" Usul Cuplus.

"Konyol, ah... masa di siang hari begini ada siluman?" Protes Anjas.

"Faktanya, si Garong ini memang penjahat di kalangan kucing, lho. Kanibal dia tuh. Ini aku dapat rekaman video dari Dudun, tau kan? Anak kecil yang tinggal di ujung gang sana itu. Dia berhasil merekam si Garong ketika memakan seekor bayi kucing yang baru lahir. Nih, lihat. Sangar, kan?" Mojes menunjukkan layar gawainya. Anjas melihat sebentar saja, karena tiba-tiba perutnya bergejolak melihat adegan horor si Garong.

"Ya, sudah sini aku azanin biar kalian puas. Siapa tahu bisa insyaf kucing predator ini," ujar Anjas sambil menerima si Garong dari tangan Mojes.

Anjas memejamkan mata, menghadap kiblat, dan menutup sebelah telinganya dengan satu tangan, yang satu lagi dia gunakan untuk memeluk erat si Garong.

"Allaahu akbar... allaahu akbar...!" Anjas memulai azannya. Awalnya kucing itu anteng saja. Namun, lama-lama Si Garong menggeram, lalu mulai mangaum. Kucing itu juga memberontak semakin liar.

"Aaaawwww...!" Teriak Anjas karena pipinya terkena cakaran si Garong.

"Aauuuu....!" Kucing itu juga membalas teriakan Anjas dengan auman, atau kali ini lebih terdengar seperti lolongan serigala. Kemudian kucing itu pun berhasil kabur setelah Anjas secara reflek memegang pipinya yang terluka.

"Yes... sip!" bukannya menolong, Mojes justru mengabadikan kejadian menghebohkan tadi, lalu mengunggahnya ke beberapa sosmed. Cuplus pun ternyata asyik dengan gawainya, masuk ke dunia game online favoritnya. Benar-benar dia harus hadapi kucing itu sendiri. Dikejarnya kucing itu ke ujung jalan, tapi sia-sia. Rupanya si Garong pintar bersembunyi. Anjas masih ingin berusaha mencari, tapi tiba-tiba beberapa orang yang memakai seragam RW setempat mengingatkannya untuk memakai masker atau pulang saja. Anjas memilih pulang karena malu telah melanggar protokol kesehatan. Bagaimana tidak malu? Salah satu petugas itu merekamnya dengan kamera ponsel. Ah, dimana-mana video dan video lagi. Hari itu rasanya sudah cukup dia menjadi selebriti kampung.

*********

"Halo, Njas... liatin deh followermu sekarang berapa...! Gila, Man... naik ratusan orang dalam beberapa jam saja. Berkahnya kamu azanin si Garong...hehe," Anjas mendengarkan pesan suara dari Mojes. Rupanya tadi temannya yang suka usil itu menelpon, tetapi dia tidak mendengar panggilan apapun. Meski kesal, dibukanya juga akun instagramnya. Benar juga, ada ratusan follower baru. Semuanya adalah pengikut akun Mojes yang berisi kisah para kucing, dan dia telah ditandai dalam video-video itu. Puluhan komentar memujinya, dan beberapa pesan masuk melalui DM.

"Salam kenal, Mas Anjas. Suaranya cakep, lho!" ujar akun bernama Cewek Santuy.

"Kucing aja diazani, apalagi bayi kita nanti. Ah, jadi ngehalu....," tulis akun lainnya.

"Azannya oke banget, fasih dan enak suaranya. Mau dong jadi makmumnya Mas Anjas," tulis sebuah akun yang dihujani banyak komentar. Rata-rata semua mengidolakannya.

Membaca komentar-komentar itu Anjas merasa risih. Dia berusaha memutar otak. Bagaimanapun dia tidak ingin menjadi bintang tamu akun si Mojes terus-menerus, dan itu bisa terjadi jika dia bisa menyingkirkan si Garong dari perumahan itu. Tiba-tiba terlintas pikiran untuk memberi kucing itu obat tidur dalam makanannya, kemudian dia akan meminta izin pada ayahnya agar sesekali keluar dari perumahan itu untuk membuang si Garong. Namun, Anjas tidak tahu sama sekali apa makanan kucing. Sejak kecil dia tidak pernah berurusan dengan hewan piaraan. Ah, untunglah ada Mbah Google yang serbatahu. Pikirnya.

Malam itu Anjas melaksanakan semua rencananya, dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di rumah dan juga yang masih bisa dibeli di warung sekitar. Tak lupa dia juga bertanya pada Mojes, tempat mana saja di perumahan itu yang sering disinggahi si Garong. Di situlah nanti Anjas akan meletakkan makanan 'istimewa' untuk kucing incarannya.

*********

"Anjas, cepat ke rumah. Aku tunggu... gawat banget!" Mojes menelpon, lalu segera menutupnya. Ini pasti berhubungan dengan si Garong, pikir Anjas. Di benaknya Mojes sedang memegang kucing yang sudah teler terkena obat tidur, dan nanti dengan mudahnya dia membuang si Garong ke luar perumahan. Membayangkan itu, Anjas begitu senangnya hingga bergegas setengah berlari menuju rumah Mojes.

Sesampainya di sana, sungguh di luar dugaan. Mojes sedang merekam beberapa ekor kucing yang ditidurkan berjejer.

"Ada tujuh ekor korban, Gaes. Yuk, kita cari kira-kira siapa pelaku pembantaian sadis ini. Nah, telah hadir bersama kita, Mas Anjas. Hello, Anjas... ayo dong sapa penggemarmu. Oh iya, di hadapan kita ini ada tujuh ekor kucing yang diduga mati keracunan. Apakah kamu tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi?" Mojes berlagak seperti reporter televisi.

Anjas hanya bengong. Dicarinya sosok si Garong di antara jejeran kucing itu. Ternyata tidak ada. "Si Garong mana? Yang aku incar hanya si Garong. Itu pun aku cuma ingin membuatnya lemas dan tertidur nyenyak. Aku gak bermaksud meracuni mereka semua," gumam Anjas pelan. Begitu kagetnya dia, sehingga tidak menyadari bahwa temannya sedang melakukan siaran langsung.

"Apa...? Jadi kamu yang memberi racun kucing-kucing ini? Pantesan tadi malam kamu tanya di mana biasanya kucing-kucing bermarkas."

"Jes, matikan kameramu. Gak enak banget kayak beginian kamu rekam," pinta Anjas.

"Ini siaran langsung, Man... biar semua tahu apa yang terjadi. Ternyata Gaes, inilah pelakunya," ujar Mojes berapi-api.

"Aku cuma ngasih obat tidur, bukan racun. Sungguh...! Mojes, matikan kamera!" Anjas setengah berteriak. Namun, percuma saja. Mojes makin semangat berceloteh. Kalau tidak ingat pesan ibunya untuk menghindari keributan, Anjas akan merebut ponsel Mojes dengan paksa. Akhirnya dengan kesal Anjas memilih untuk pulang saja.

Sesampainya di rumah, dia dikejutkan dengan serangan bunyi notifikasi yang bertubi-tubi. Merasa terganggu dan penasaran, dia membuka akun instagramnya. Hujan komentar pun turun tak terelakkan. Pasti ini perbuatan Mojes yang sudah menandainya dalam siaran langsung tadi.

"Ganteng-ganteng kok sadis, ya," tulis sebuah akun pencinta kucing.

"Benar-benar tidak berperikemanusiaan. Kejam banget," tulis akun lainnya.

"Laporkan polisi aja tuh, penyiksa binatang. Awas kualat...," kata yang lain. Hujan komentar masih terus muncul tanpa henti. Mulai dari yang  bernada candaan, hingga menyitir ayat dan hadits tentang perlakuan kejam terhadap binatang. Anjas semakin pusing oleh semua itu. Baru kemarin dia mendapat sanjungan, hari ini dia panen hujatan. Maha sok benar netizen dengan segala kicauan mereka. Dengan beberapa klik, dia pun menghapus akunnya.

Bangkalan, 26 Juni 2021

Catatan:

Saya terinspirasi oleh suara aneh seekor kucing yang sering lewat di sekitar rumah. Ternyata setelah dicari di youtube, ada kucing juga kucing yang mengeluarkan bunyi seperti itu. Cek saja ke akun kucing bersuara aneh ini. Namun, suara kucing di dekat rumah saya jauh lebih nyaring hingga terdengar seperti auman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun