"Alaaah, kuliah online aja, Njas. Tinggal pasang aja videomu yang lagi duduk tegak pakai layar HP, hadapkan ke kamera laptop, terus kamu tinggal tidur, beres dah." Entah dari mana Cuplus mendapat ide menyesatkan itu. Baik Mojes maupun Cuplus tidak ada yang kuliah dengan alasan menunggu pandemi berakhir. Bagi mereka berdua kuliah secara daring tidak berasa kuliah, katanya. Sementara itu Anjas tetap diharuskan kuliah oleh orang tuanya, apapun yang terjadi.
"Ide ngawur itu, Plus. Ya, tapi bolehlah kapan-kapan untuk kondisi darurat. Bye...!" Anjas pun berlari pulang ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari markas bermainnya.
*********
"Ayo cuci tangan dulu pakai sabun, mandi, ganti baju. Maskernya dirobek terus buang ke tempat sampah." Selalu begitu teriakan rutin ibu Anjas setiap kali anak semata wayangnya datang. Dulu di awal pandemi lebih parah lagi, setiap ada anggota rumah yang datang selalu disemprot desinfektan. Ibu rumah tangga empat puluh tahunan itu baru berhenti semprot-menyemprot setelah tahu efek samping perbuatannya.
"Gak sempat mandi, Ma... ini kuliah sudah telat. Lagian pakai Zoom ini, gak mungkin bauku tercium sama dosen dan teman-teman." Anjas pun segera duduk tenang di depan laptop.
Ibunya hanya manarik napas panjang, semakin bingung menghadapi tingkah anaknya. Di satu sisi dia sedih, melihat Anjas yang semakin malas mengikuti perkuliahan daring dengan alasan lupa. Dia lebih asyik berada di rumah kawan-kawannya. Di sisi lain, sebagai seorang ibu dia juga paham bahwa anaknya sudah merasa suntuk karena tidak bisa kemana-mana, bahkan untuk kuliah. Masa-masa menjadi mahasiswa yang semestinya aktif dan dinamis, juga segala kisah romansanya hanya dapat Anjas nikmati dari film-film. Masa orientasi mahasiswa baru yang katanya seru, putranya hanya bisa menjalaninya di depan layar. Sungguh sebuah  kondisi yang tidak pernah dia sangka.
"Aauuu... Auuu...!" di luar rumah Anjas terdengar suara melengking si Garong. Tepat di saat dosen menyuruhnya membuka mikrofon Zoom untuk memberi pendapat tentang presentasi hari itu. Suara Anjas kalah oleh 'auman' si Garong.
"Kamu memelihara apa, Anjas? Suruh diam piaraanmu itu sebentar, suaramu jadi gak jelas." Ujar Doktor Mukmin tegas, disusul oleh ekspresi tahan tawa teman-temannya di layar Zoom. Untungnya mikrofon mereka sedang 'mute'. Jika tidak, pasti sudah terdengar riuhnya tawa kawan-kawan sekelas.
Awas kau kucing siluman...! Ancamnya dalam hati.
*********
Setelah mendengar kabar bahwa si Garong telah ditangkap, siang itu juga Anjas bergegas ke rumah Mojes. Terburu-buru, hingga dia lupa memakai masker dan tidak pula mendengar teriakan ibunya yang mengingatkan. Tujuannya hanya satu, segera menuju markas untuk melampiaskan dendam pada si Garong yang sudah mempermalukannya di Zoom kemarin. Di sana Mojes dan Cuplus sudah menunggunya.