Hingga sore itu, satu motor tiba-tiba di parkirkan di sebuah minimarket.
Sambutan sinis, terkembang dari si tukang parkir.
Tanpa seragam jelas
Tidak pula disertai identitas pada pakaiannya.
Hanya terdapat topi dan peluit, kerap menjadi sahabat karibnya.
Sekalipun menggunakan atribut,
hanya sebatas rompi dengan bagian punggungnya bertuliskan kata: "Tukang Parkir"
Bagaimana raut wajahnya?
bergantung pada siapa yang memarkirkan kendaraan.
Kadang senyum disunggingkannya,
kadang pula air muka yang masam.
Namun, lebih sering dengan ekspresi netral
Tanpa senyum, tidak terlihat kesal.
Bergegaslah si empunya motor masuk ke dalam ruangan,
mencari barang kebutuhan tanpa perlu sepenuhnya berkeliling ruangan.
Dalam sekejap mengikuti barisan kemudian,
bagian kasir pun siap menerima kala waktu yang ditentukan tiba.
Usai membayar, dan barang yang dibeli pun sudah di tangan.
Pintu minimarket pun terbuka, seharusnya pertanda bagi si tukang parkir untuk siap menjemput rejeki.
Sayangnya, yang dicari tidak tampak.
Sambil menunggu sejenak,
kendaraan roda dua itu sengaja dipanaskan.
Kembali, tak ada sambutan dari segala penjuru.
Tubuh semakin lesu, si empunya motor tak ingin lagi mengulur waktu, motor pun dilaju.
Barulah dari langkah sehasta, muncul si tukang parkir
rejeki tak dapat, hanya sesal di wajah yang tersirat
Jakarta, 30 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H