Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Belajar dari Ganjar: Stunting Bukan Soal Gizi, tapi Budaya

5 Februari 2024   14:30 Diperbarui: 10 Februari 2024   20:16 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan pandangannya saat debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra via kompas.com)

Orientasinya berbeda, bahkan jauh sebelum ibu itu mengandung sekalipun bahkan sejak menikah. Dimana ditekankan pula bahwa pernikahan dini menjadi masalah pelik sehingga menciptakan stunting selama ini. 

Pengalaman yang mungkin didapati oleh Ganjar Pranowo waktu Gubernur Jawa Tengah dimana memang Provinsi yang ia pimpin menyumbang besar terhadap Angka Stunting yang tinggi, dan setelah dianalisa bahwa masalah mencegah stunting memang bukan sekedar nutrisi, melainkan kepastian dalam menciptakan keluarga yang kelak menjadi ekosistem sehat.

Ekosistem Sehat lahir dari sebuah Budaya yang Sehat. Dimana membangun budaya yang kelak juga tidak lantas mengganggu taraf hidup dan tumbuh kembang di masa datang. 

Mungkin, beliau juga merefleksikan bahwa banyak orang-orang usia tua dan lanjut yang justru mengalami kekerdilan tadi karena orang tua mereka dahulu rerata mengalami nikah dini (bukan muda lagi). 

Nikah hanya sekedar nikah tidak lantas diperiksa dahulu soal kesehatan dan kesiapan dalam proses reproduksi, imbasnya lahir anak-anak yang mengalami gagal tumbuh. 

Serta, ujungnya berkorelasi penuh pada penciptaan nutrisi lokal yang dapat diakses oleh setiap masyarakatnya. To the point, bahwa berdasar pengalaman itu Ganjar menekankan bahwa pernikahan dini harus dicegah. 

Program seperti Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng), Jo Kawin Bocah dan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dahsat) menjadi contoh bahwa Stunting itu harus dicegah dengan menekan pernikahan dini.

Rerata masyarakat pedesaan menikah di usia dibawah 19 tahun yang mana kematangan reproduksi dan nutrisi tubuh mereka belum kuat disamping jika telah menikah perlunya pendampingan nutrisi saat kehamilan melalui makanan tambahan dan USG 4G di Puskesmas Gratis.

Tentunya itu juga mengurangi angka kematian ibu dan bayi sampai pada konsepsi dapur sehat yaitu menjamin nutrisi mereka melalui kearifan lokal pangan mereka yang cukup. 

Untuk remaja putri diberikan tablet penambah darah maupun nutrisi lainnya agar mereka juga bebas dari kerentanan terhadap anemia. BKKBN juga jelas mengatakan bahwa ini sudah menjadi budaya dan perlu pendekatan yang lebih dini lagi karena stunting itu harusnya dicegah sementara jika memberikan makan siang gratis ketika anak usia sekolah.

Justru mengobati yang mana jika diobati belum tentu sembuh 100 persen. Sebaliknya, jika sudah dicegah maka sel-sel penyakitnya sudah bisa dipotong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun