Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Jokowi: Putra Reformasi, Dari Ibukota Menuju Indonesia

22 Mei 2023   17:15 Diperbarui: 23 Mei 2023   13:26 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi ketika blusukan sebagai Gubernur DKI (Foto by Antara/M. Agung Rajasa)

Sistem Lelang Jabatan Birokrasi

Terobosan wahid seorang Jokowi bersama Ahok yang menjadi role model dalam reformasi birokrasi yang berada di Indonesia, ditengah situasi bahwa keraguan pemerintahan yang bersih dan manusiawi dilihat dalam rekrutmen posisi-posisi pentingnya. Sistem ini dinamakan pula sebagai open bidding atau seleksi terbuka yang sangat transparan dan mengedepankan kesan meritokrasi berbasis kepada rekam jejak dan prestasi yang dinilai secara independen. 

Sistem ini lahir dari keprihatinan yang terjadi di masyarakat bahwa masih banyak pemimpin dan pelayan yang tidak amanah oleh karena mereka dikader dan ditunjuk oleh dasar subyektivitas sehingga hal ini harus dipotong karena sangat berpengaruh dalam rasionalitas maupun profesionalitas sebuah institusi. 

Bahkan sistem ini dipuji sebagai terobosan dalam kepemimpinan SBY karena baru DKI dibawah Jokowi yang berani untuk keluar arus menekan angka nepotisme dengan keterbukaan seleksi yang tentunya mengajak elemen masyarakat yang notabene adalah unsur akademisi dan praktisi agar sama-sama mampu obyektif menilai para calon-calon pemimpin agar menjadi kredibel. Sistem ini juga mengedepankan etika dan integritas dimana setiap yang mencalonkan juga discreening bersama dengan aparatur penegak hukum seperti Kejaksaan dan KPK selain kepatuhan dalam pelaporan harta kekayaan juga. Sebagai bentuk mencegah potensi kepemimpinan yang menyeleweng tentunya. Terbuka bagi siapapun tak hanya internal DKI.

  1. Electronic Budgeting (E-Budgeting) Anggaran 

Transparansi Anggaran ditengah teknologi yang semakin berkembang akan sangat berkorelasi secara efektif. Jokowi mendapati bahwa banyak terjadi potensi kecurangan yang terjadi di kalangan birokrat dengan berusaha memanipulasi anggaran. Selain sistemnya tidak transparan dan manual juga rentan terhadap potensi kegagalan pembangunan yang diakibatkan alokasi anggaran yang tak maksimal. 

Guna memberantas mafia, Jokowi memutuskan untuk membentuk suatu sistem digital yang akuntabel dalam rangka penataan anggaran belanja dan pendapatan yang lebih faktual. Semua sistem telah terkomputerisasi dan terintegrasi dengan satu data dibawah aparat penegak hukum termasuk dengan BPK selaku pengawas dan KPK yang menindak maka apabila terjadi potensi penyelewengan maka akan segera ketahuan dan diusut tuntas. 

Kedepan berikut juga e-katalog dengan menekankan keterbukaan soal marketplace barang dan jasa yang akan dijual kepada pemerintah supaya nilai dan spesifikasinya bisa secara transparan diketahui agar kelak uang yang dikeluarkan bisa sebanding dengan hasil yang didapat. Kemudian dalam tendering sistem kepada pihak ketiga yang akan berkolaborasi dengan Pemda juga berlangsung secara terbuka dan jelas indikatornya. Oleh karena keterbukaan sistem tersebut, pemasukan Pemda dari retribusi dan pajak merangkak naik lalu potensi mark-up anggaran mampu langsung dicegah (kunci) sehingga uang rakyat tidak sia-sia.

  1. Normalisasi Sungai dan Waduk di Jakarta

Januari 2013 ketika 100 hari ia menjabat sebagai Gubernur terjadi sebuah banjir besar yang mengakibatkan kelumpuhan total Ibukota Negara tersebut sehingga pada akhirnya Jokowi dengan menggunakan politik anggaran langsung segera mengeksekusi program penataan sungai dan pembangunan (maupun melanjutkan) waduk yang sebenarnya tidak berfungsi secara maksimal. Bekerjasama dengan Pemerintah Pusat melalui Kementerian PU, pada pertengahan 2013 akhirnya Normalisasi 13 sungai di Jakarta dimulai yaitu diawali oleh Sungai Ciliwung yang sangat berdampak parah pada saat itu dengan memperbaiki kawasan resapan di sekitaran bantaran sungai yang dilintasi permukiman kumuh untuk segera digeser hingga pinggiran sungai steril dan dibetonisasi. Setelahnya dibuat sebuah sodetan yang gunanya adalah mendorong agar aliran saluran air bisa saling terdorong sampai ke muara. Penataan ini masih berlanjut hingga sekarang. 

Kemudian soal Waduk sebagai tangkapan air seperti yang terjadi di Ria-Rio dan Pluit dimana Jokowi berhasil melakukan sosialisasi dan negosiasi sehingga masyarakat mau direlokasi dan waduk yang mengalami disfungsi tersebut ditata sehingga bebas pencemaran maupun eceng gondok. Bahkan Waduk yang terbangun juga ditata pinggirannya dengan taman kota sehingga pohon-pohon yang ada juga berperan dalam menyerap air didalamnya. Akhirnya program ini dilanjutkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama hingga Anies Baswedan dengan nama naturalisasi.

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosok Selengkapnya
    Lihat Sosok Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun