PDIP posisi pertama dari 14 ke 18 persen sementara Gerindra naik ke posisi 3 (terlepas akhirnya PDIP dan Gerindra kontra yaitu Jokowi vs Prabowo). Tapi setidaknya Pemerintahan SBY saat itu sudah tidak dianggap lagi. Benar-benar wajah baru. Dimana keduanya sama-sama antitesa pemerintahan SBY (dari visi-misi keduanya) sekalipun Prabowo dampingan sama besan SBY yaitu Hatta Rajasa. Tapi klaim Prabowo sekalipun saat itu ingin perubahan, namun Jokowi lah yang rejekinya saat itu bisa menjadi perubahan.
Lantas apa yang bisa dipelajari dari fenomena ini? Untuk para Ketum Oposisi, cerdaslah kalian memperbaiki fundamental partai kalian terutama dalam gagasan yang konstruktif. Kurang-kurangilah narasi untuk saling menjatuhkan dan seolah mencari celah kesalahan.Â
Belajar dari PDIP bahwa mereka saja bisa mencari alternatif seperti polemik kenaikan harga BBM di masa SBY dan soal APBN tandingan dimana benar-benar mereka sampaikan meski ada demonstrasi dan drama nangis tapi ada substansi yang disampaikan yang lantas secara hormat betul kepada negara dan pemerintahan harap-harap bisa bergerak untuk mengubah konstruksi yang ada supaya lebih diperbaharui apalagi SBY menang dengan 60 persen harusnya lebih legitimate berbanding dengan Jokowi yang hanya menang 55 persen di sekarang ini.Â
Especialiy for Demokrat, sebagai bekas partai penguasa dimana sempat dielu-elukan namun kini dilupakan. Partai buatan seorang Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono, apa tidak kepikiran seperti Megawati dahulu ya bagaimana menjadi sebuah alternatif yang tentunya bisa belajar banyak dari suri tauladan kepemimpinan bukan berusaha malah bernarasi seolah kesalahan yang lalu-lalu diumbar. Katanya anda pemimpin demokratis dan cerdas, tunjukkan bahwa Oposisi dibawah anda bisa cerdas.Â
Dengan elegan, sampaikan gagasan-gagasan visioner tersebut sebagai antitesa dan pertimbangan barangkali kepercayaan pada Oposisi naik begitu. Kurang apa coba? Ketum yang notabene anak sang Presiden ke 6, adalah tokoh muda perubahan dan lulusan luar negeri lagi.Â
Nah daripada orbit sang Ketum untuk Pilpres hanya berfokus pada Eksekutif kenapa tidak fokus dulu di Legislatif. Pastikan Demokrat dan juga bersama PKS perkuat barisan, apalagi Demokrat sang Ketum turun pimpin barisan, harap-harap kursi nambah dan semakin nambah legitimasi sebagai penyeimbang tersebut. Buktikan bahwa semangat perubahan dan perbaikan tidak harus dari Eksekutif, jadi Oposisi yang baik tidak bergantung pada jatah Eksekutif. Selagi bisa berdampak, juga tak kalah dihargai.
Bagaimana? Bisa jadi pertimbangan bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H