Kacaunya, jika kedua-duanya adalah kader partai otomatis jika mereka maju daerah akan kosong. Ini juga yang merepotkan Kemendagri bahkan sudah mulai ancang-ancang. Dimana mereka bukan hanya memperhitungkan masa jabatan kepala daerah yang habis di 2023-2024 hasil Pilkada 2018 saja (atau kemarin yang hasil Pilkada 2017 seperti DKI).Â
Daerah hasil Pilkada 2020 akan mengalami hal yang sama, yaitu fenomena Kepala Daerah yang 'mundur duluan' untuk Nyaleg yang sebenarnya cuma 'batu loncatan' saja supaya amankan posisi untuk maju Pilkada lagi.Â
Masyarakat kini dibuat bingung dengan manuver 'aneh' parpol tersebut. Disatu sisi mereka lagi ribut soal Pilpres namun disisi lain Pileg juga mereka resah pada situasi dimana daerah mereka terancam 'kosong' karena sang pimpinan sebagai 'petugas partai' harus menjalankan mandat mengamankan suara dan kursi partai.Â
Oke, bisa jadi pertimbangan masing-masing rakyat ketika pemimpin baru-nya yang sudah bekerja 2 tahun sudah sedikit banyak menonjol Tapi sekejap akan dicap tidak amanah karena lari dari tanggungjawab yang sebenarnya ialah usaha guna memastikan 'tiket' untuk periode selanjutnya bisa dipegang.Â
Apalagi untuk DPR RI lagi, dimana 1 Dapil kita ketahui ada yang mencakup lebih dari 1 kabupaten/kota, sekalipun tidak harus 50 persen plus 1 suara DPT, melainkan paling tidak amankan puluhan ribu bahkan ratusan ribu suara saja. Tapi konsentrasi juga sedikit banyak terpecah. Dia terpilih sebagai DPR, mundur lagi karena maju Pilkada. Ujungnya, figur pusing tapi Parpol tidak karena suara dari figur bisa untuk amankan partai.Â
Bagaimana menurut saudara pembaca?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H