Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gejolak Politik Lokal Jelang 2024: Maraknya Kepala Daerah Ramaikan Senayan

17 Februari 2023   19:00 Diperbarui: 17 Februari 2023   19:05 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bahkan jika kepala daerah yang ditampilkan, bukan hanya modal maupun logistik yang disiapkan melainkan kemampuan dan pengetahuan dalam memahami rakyat sudah pasti dimiliki, bahkan kepala daerah bisa menjadi role model atau mentoring bagaimana engagement antara politik dengan masyarakat dalam segi relasi kuasa sebuah institusi dalam menanggapi dinamika isu yang semakin kompleks. 

Tapi instruksi yang beredar di tiap partai beragam. Kalau berkaca pada Pemilu 2019, memang kasusnya terjadi pada kader yang sudah 2 periode menjabat sebagai Kepala Daerah. Tapi untuk konteks 2024, ini berlaku untuk semua yang masih berstatus sebagai pejabat publik (eksekutif) bukan hanya kepala daerah saja melainkan sampai pada tingkat Menteri dan Kepala Lembaga, Duta Besar bahkan Komisaris atau jabatan politis lainnya di Pusat. 

Mereka diminta untuk turun lagi menjadi caleg DPR RI. Kebetulan salah satu partai politik (yang sekarang berada di pemerintahan) juga demikian, Kepala Daerah baik produk Pilkada 2018 maupun 2020 ialah sama, maka mereka harus undur diri sejenak terhitung sejak penetapan Caleg yang akan berlangsung di Kuartal IV 2023 alias sekitar September 2023. 

Sekali lagi, partai tersebut tidak ingin mengulangi kejadian yang sama ketika berjudi menaruh banyak public figure semisal artis atau influencer yang populer di kalangan masyarakat maupun jejeran pengusaha atau siapapun yang dirasa punya 'modal' untuk maju. Karena suara figur juga menentukan suara partai. 

Sehingga, terkesan bahwa parpol kini sedang 'jual mahal' bahkan untuk nomor 'wahid' sekalipun akan dipasang pada sosok lama, yaitu para pejabat yang dahulu pernah terpilih dan undur karena pemilihan (mengingat sebagian anggota DPR juga ikut Pilkada 2020 lalu) maupun yang ditunjuk atas jabatan semacam Menteri, dsb. Tentunya, mengeluarkan pasukan lama dalam perang merupakan sikap yang realistis, itu adalah hak dan perintah parpol yang harus diikuti. 

Konstitusi partai tidak bisa dilawan karena partai apapun kini sedang dipertaruhkan atas dasar figur yang bernaung di dalamnya. Seperti yang kita tahu, parpol sekarang tidak ada yang 100 persen berideologis murni atau idealis sebagai partai yang bernilai. Semua merujuk pada kepentingan yang sama yaitu 'cari aman' dan 'amankan posisi'. Lantas apa implikasinya?

Dari sisi kepala daerah, mungkin sedikit banyak sudah dijelaskan bahwa dan secara spesifik saya fokuskan pada konteks mereka yang baru saja terpilih 2020 lalu maka jabatan mereka pun akan semakin singkat. 

Pilkada 2020 lalu berlangsung Desember, Februari 2021 dilantik, maka demikian sebelum September 2023 atau baru 2 tahun 8 bulan mereka harus mundur padahal untuk meneruskan jabatan secara penuh saja itu sudah sangat singkat. 

Hanya berlangsung sampai Kepala Daerah hasil Pilkada 2024 dilantik yaitu sekitar Maret 2025 artinya hanya 4 tahun 1 bulan. Sementara, lucunya lagi apabila mereka terpilih di Pileg Februari 2024 ketika nyalon di Pilkada 2024 lagi. 

Agustus 2024 mereka harus mundur karena tahapan Pilkada dimulai di bulan tersebut, sebelum mereka dilantik sebagai DPR RI Oktober 2024. Secara modal baik materi dan tenaga akan sangat melelahkan jika dirasakan oleh para kepala daerah pemula (hasil Pilkada 2020). 

Dilemanya, berarti kepala daerah tersebut secara gamblang 'lari' dari tanggungjawab pada pilkada lalu ketika mereka fokus ingin jabatan habis namun ketika parpol yang justru mendorong mereka untuk ingkari. Lantas belum tentu juga mereka akan kembali, pasti sosok Kepala Daerah tersebut dicap tidak amanah karena melemparkan tugas ke wakilnya yang jadi Plt atau syukur naik ke Definitif (mending kalau wakilnya non partisan). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun