Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Belajar Menjadi Kritis dan Kreatif : Andaiku Jadi Kepala Satgas Covid-19

11 Juni 2021   22:05 Diperbarui: 11 Juni 2021   22:08 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Konsisten

Konsistensi dalam kepemimpinan dan pelayanan memang menjadi kebutuhan mendesak, apalagi situasinya juga sangatlah mendesak yang seringkali terkesan abai mengingat pada konteks tertentu penanganan atau apapun langkah menjadi tidak sejalan antara satu dengan yang lain terkesan terburu-buru atau berubah begitu saja. Ketegasan menjadi dipertanyakan

Kemudian saya ingin menggagas strategi sekaligus program konkrit saya dalam menangani Pandemi Covid-19 yang saat ini memang mendera. Saya sudah menjelaskan sebelumnya 5 nilai berkaitan pada masalah dihadapi. Kini saya ingin mengusung Program 100 hari kerja saya, sekaligus mungkin bilamana efektif bisa diteruskan sebagai Program unggulan selama Satgas Covid-19 Nasional ini tetap ada ditengah-tengah masyarakat, apalagi kini kita harus terbiasa pada situasi seperti ini tiap harinya. Berikut programnya :

1. Memperbaiki Sistem Komunikasi menjadi Terpadu Satu Pintu

Komunikasi penting karena mengarahkan dan mempengaruhi, maka demikian sistemnya harus terpadu baik dalam pengumuman maupun media sosial. Peran influencer harus terus dikolaborasikan bersama jajaran yang terkait dengan penanganan  seperti pakar dengan pendekatan ilmiahnya sebagai masukan maupun dalam proses turun ke masyarakat perlu juga sinkronisasi pada tokoh masyarakat berlandaskan kearifan lokal sehingga terobosannya menjadi lebih humanis walau ditengah krisis. Dengan harapan kepatuhan dan sinergi mampu terbangun ditengah-tengah masyarakat karena apapun pesannya selagi bisa dipahami tentu mereka ikuti apalagi melalui teladan-teladan mereka pada lingkungan. Tidak terkesan berantakan lagi

2. Mengoptimalkan Posko Satgas Terpadu Berbasis Titik Aktivitas (bukan sekedar RT/RW)

Posko telah banyak dibangun sebagai bagian dari PPKM Mikro, dengan Satuan Tugas pada lingkup terkecil bukan hanya kalangan Pemerintah dan Medis seperti dari Desa maupun Puskesmas dalam rangka screening awal yaitu Tes-Lacak-Isolasi melainkan juga kesadaran terbangun yang dikuatkan oleh elemen kepemudaan tentu berpengaruh pada fleksibilitas penanganan. DIsisi lain, tanggap darurat juga diperlukan baik manusia maupun prasarana untuk screening maupun komunikasi dengan harapan mekanisme bisa segera tertangani sesuai tatalaksana. Karena Posko sangatlah efektif untuk pemantauan tinggal bagaimana koordinasi yang secara bottom up. Aksesbilitas juga dipermudah dengan berbasis inovasi baik aplikasi mandiri maupun Grup WA untuk saling hubung soal kegiatan misalkan pembagian bantuan sosial atau penyemprotan desinfektan juga.

3. Menghapus Isolasi Mandiri, mengalihkan pada Isolasi Terpusat

Isolasi Mandiri sendiri saya menilai tidaklah efektif mengingat banyak sekali kelonggaran meskipun suatu titik karantina berbasis rumah dinilai memadai namun potensi pelanggaran masih terjadi. Menurut hemat saya, dalam rangka juga memberi stimulus kepada Jasa Penginapan, optimalkan saja Hotel atau Wisma sebanyak-banyaknya dan juga dilengkapi peralatan beserta Insentif yang 24 Jam Standby menangani yang Positif namun OTG. Sebaliknya wilayah yang dikarantina berbasis Mikro hanya  untuk masyarakat yang negative karena lebih efektif. Atau tidak Balai Warga juga relevan dalam karantina. Konsepnya lebih terpusat-terfokus tentu lengkap dengan vitamin atau bahan makanan juga sehingga proses karantina juga memadai (apalagi standar 14 hari), jika melanggar tentu akan diberikan sanksi berupa denda/kerja sosial (jika dinyatakan sembuh).

4. Memperketat serta memperbanyak Tracing dengan Basis Mobile

Tracing normalnya adalah 1 orang menulari bahkan 60 hingga 150 orang bahkan bisa lebih apalagi jika varian baru. Kini hanya berkisar 30-40 orang. Kedepannya, Tracing akan lebih digencarkan disamping ketersediaan Test Mobile yang Inovatif walaupun PCR memang terbatas namun Antigen, TCM, atau Tes dengan Akurasi yang memadai diperlukan sebagai screening dan penanganan. Jika tidak akan sulit lagi. Semua harus bermuara pada kesadaran masyarakat apalagi di Kampung untuk mau Kooperatif paling tidak mau dites, kalau boleh siap untuk tes secara mandiri melalui Antigen untuk deteksi sejauh mana virus sudah menyebar. Sudah pasti mendapatkan apresiasi disisi lain jika Positif mudah ditangani dan cepat sehingga tidak membahayakan yang lain. Konkritnya akan ada penambahan infrastruktur seperti Mobil Test Berjalan maupun Relawan Tracer yang mumpuni seperti unsur Kepramukaan saya rasa mereka sangatlah tangguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun