Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Belajar Menjadi Kritis dan Kreatif : Andaiku Jadi Kepala Satgas Covid-19

11 Juni 2021   22:05 Diperbarui: 11 Juni 2021   22:08 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Barusan saya sedih sekaligus miris dengan keadaan yang terjadi bilamana denger Berita Covid-19 yang terjadi saat ini. Ada lonjakan luar biasa di beberapa daerah seperti Kudus, Jawa Tengah hingga Bangkalan, Jawa Timur. Keadaan seolah sangatlah mengkhawatirkan ketika ada pernyataan RS yang sudah kolaps disamping tenaga kesehatan (walau telah vaksin) tumbang kembali positif bahkan banyak nyawa yang tak tertolong dalam skema Emergency semua diakibatkan karena kelalaian pada proses tersebut. Seolah menjadi tanda tanya, bahkan sebelumnya semua lempeng saja ketika momentum sebelumnya seperti gagal dicegah potensi penularannya bahkan dikhawatirkan ada campur tangan varian baru. Kurang lebih data terbaru Menkes, di Kudus akibat banyaknya ziarah dan silaturahmi Lebaran dan Bangkalan akibat lalainya TKI masuk langgar prokes. Terus menjadi pertanyaan, sudah sejauh mana Satgas bertindak untuk penindakan bukan pencegahan ini?

Ini seolah membuka daya rasional saya untuk kritis dan kreatif dalam menimbang sesuatu, kebetulan saya juga diajarkan dalam Kuliah saya untuk mampu seperti ini. Sebenarnya ini murni intuisi saya saja paling tidak saya bisa merancang apa yang akan saya butuhkan, bilamana berkutat pada posisi strategis seperti ini. Tidak harus ahli kesehatan kan? Semua bisa dengan pendekatan masing-masing selagi bisa diterima, anggap saja ini sebagai suara masyarakat dan bisa dipertimbangkan sebagai alternatif. Walaupun memang saya juga berkaca pada pengalaman, artikel dan sedikit banyak jurnal atau pernyataan ilmiah.

Kalau saya diamanahkan nih, andai-andai saja Presiden menunjuk saya sebagai Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional (kalau dulu kan namanya Gugus Tugas) yang kini dipegang Ex Officio oleh Kepala BNPB sesuai Perpres Kedaruratan Kesehatan Masyarakat akibat Pandemi Covid ini. Saya ingin mengusung 5 nilai yang menjadi kebutuhan sekaligus fokus perhatian saya (bahasa kerennya visi-misi) untuk bertindak, tidak usah muluk-muluk yaitu : Komunikatif, Tanggap, Keadilan, Integrasi dan Konsisten

1.  Komunikatif

Proses penanganan oleh Pemerintah seringkali bermasalah karena komunikasi yang buruk bahkan seringkali menuai polemik karena bukannya solutif malah menimbulkan perdebatan baru tentang siapa yang dominan sehingga membuat keraguan di masyarakat untuk bekerjasama dalam melawan Pandemi ini, sehingga imbasnya kasus pun semakin terhambat untuk selesai.

2. Tanggap

Kesiapsiagaan dalam menangani ancaman wabah adalah suatu tantangan tersendiri, antara kita yang bersiap menghadapi atau malah terkesan kita yang menjadi korban sehingga terkesan telat bahkan tidak berjalan optimal karena nyatanya semua hanya mengandalkan pada situasi tanpa mau melihat scenario atau tantangan yang bisa segera diminimalisir dampaknya

3. Keadilan

Maksudnya pula adalah bagaimana segenap program berjalan dengan rata dan berlaku adil dengan kepastian hukum yang berlaku, nyatanya seringkali kita mendapati bahwa terkesan ada kompromistik dalam penanganan atau penindakan terhadap ancaman atau potensi bahaya. Sehingga imbasnya malah membuat penanganan tidak maksimal.

4. Integrasi

Berkaitan dengan procedural atau mekanisme yang khasnya birokrasi selalu berantakan dan kaku padahal kini adalah situasi krisis bukan seperti normal yang formalitas saja sehingga banyak hambatan dilalui imbasnya ketika di internal terkesan tidak beres maka kedepannya pada proses implementasi seakan tidak mendasar pada acuan yang pasti.

5. Konsisten

Konsistensi dalam kepemimpinan dan pelayanan memang menjadi kebutuhan mendesak, apalagi situasinya juga sangatlah mendesak yang seringkali terkesan abai mengingat pada konteks tertentu penanganan atau apapun langkah menjadi tidak sejalan antara satu dengan yang lain terkesan terburu-buru atau berubah begitu saja. Ketegasan menjadi dipertanyakan

Kemudian saya ingin menggagas strategi sekaligus program konkrit saya dalam menangani Pandemi Covid-19 yang saat ini memang mendera. Saya sudah menjelaskan sebelumnya 5 nilai berkaitan pada masalah dihadapi. Kini saya ingin mengusung Program 100 hari kerja saya, sekaligus mungkin bilamana efektif bisa diteruskan sebagai Program unggulan selama Satgas Covid-19 Nasional ini tetap ada ditengah-tengah masyarakat, apalagi kini kita harus terbiasa pada situasi seperti ini tiap harinya. Berikut programnya :

1. Memperbaiki Sistem Komunikasi menjadi Terpadu Satu Pintu

Komunikasi penting karena mengarahkan dan mempengaruhi, maka demikian sistemnya harus terpadu baik dalam pengumuman maupun media sosial. Peran influencer harus terus dikolaborasikan bersama jajaran yang terkait dengan penanganan  seperti pakar dengan pendekatan ilmiahnya sebagai masukan maupun dalam proses turun ke masyarakat perlu juga sinkronisasi pada tokoh masyarakat berlandaskan kearifan lokal sehingga terobosannya menjadi lebih humanis walau ditengah krisis. Dengan harapan kepatuhan dan sinergi mampu terbangun ditengah-tengah masyarakat karena apapun pesannya selagi bisa dipahami tentu mereka ikuti apalagi melalui teladan-teladan mereka pada lingkungan. Tidak terkesan berantakan lagi

2. Mengoptimalkan Posko Satgas Terpadu Berbasis Titik Aktivitas (bukan sekedar RT/RW)

Posko telah banyak dibangun sebagai bagian dari PPKM Mikro, dengan Satuan Tugas pada lingkup terkecil bukan hanya kalangan Pemerintah dan Medis seperti dari Desa maupun Puskesmas dalam rangka screening awal yaitu Tes-Lacak-Isolasi melainkan juga kesadaran terbangun yang dikuatkan oleh elemen kepemudaan tentu berpengaruh pada fleksibilitas penanganan. DIsisi lain, tanggap darurat juga diperlukan baik manusia maupun prasarana untuk screening maupun komunikasi dengan harapan mekanisme bisa segera tertangani sesuai tatalaksana. Karena Posko sangatlah efektif untuk pemantauan tinggal bagaimana koordinasi yang secara bottom up. Aksesbilitas juga dipermudah dengan berbasis inovasi baik aplikasi mandiri maupun Grup WA untuk saling hubung soal kegiatan misalkan pembagian bantuan sosial atau penyemprotan desinfektan juga.

3. Menghapus Isolasi Mandiri, mengalihkan pada Isolasi Terpusat

Isolasi Mandiri sendiri saya menilai tidaklah efektif mengingat banyak sekali kelonggaran meskipun suatu titik karantina berbasis rumah dinilai memadai namun potensi pelanggaran masih terjadi. Menurut hemat saya, dalam rangka juga memberi stimulus kepada Jasa Penginapan, optimalkan saja Hotel atau Wisma sebanyak-banyaknya dan juga dilengkapi peralatan beserta Insentif yang 24 Jam Standby menangani yang Positif namun OTG. Sebaliknya wilayah yang dikarantina berbasis Mikro hanya  untuk masyarakat yang negative karena lebih efektif. Atau tidak Balai Warga juga relevan dalam karantina. Konsepnya lebih terpusat-terfokus tentu lengkap dengan vitamin atau bahan makanan juga sehingga proses karantina juga memadai (apalagi standar 14 hari), jika melanggar tentu akan diberikan sanksi berupa denda/kerja sosial (jika dinyatakan sembuh).

4. Memperketat serta memperbanyak Tracing dengan Basis Mobile

Tracing normalnya adalah 1 orang menulari bahkan 60 hingga 150 orang bahkan bisa lebih apalagi jika varian baru. Kini hanya berkisar 30-40 orang. Kedepannya, Tracing akan lebih digencarkan disamping ketersediaan Test Mobile yang Inovatif walaupun PCR memang terbatas namun Antigen, TCM, atau Tes dengan Akurasi yang memadai diperlukan sebagai screening dan penanganan. Jika tidak akan sulit lagi. Semua harus bermuara pada kesadaran masyarakat apalagi di Kampung untuk mau Kooperatif paling tidak mau dites, kalau boleh siap untuk tes secara mandiri melalui Antigen untuk deteksi sejauh mana virus sudah menyebar. Sudah pasti mendapatkan apresiasi disisi lain jika Positif mudah ditangani dan cepat sehingga tidak membahayakan yang lain. Konkritnya akan ada penambahan infrastruktur seperti Mobil Test Berjalan maupun Relawan Tracer yang mumpuni seperti unsur Kepramukaan saya rasa mereka sangatlah tangguh.

5. Memperkuat Aplikasi seperti PeduliLindungi sebagai Kewajiban Masyarakat di New Normal

Sebenarnya ini menjadi lumrah dimasa pandemi, yang mana masyarakat harus real time atau up to date melaporkan kondisi mereka utamanya dalam situasi pandemi sekarang ini. Kita harus tegaskan sekali lagi bahwa kesadaran dari bawah adalah kunci, maka demikian Masyarakat diminta untuk mau mengunduh sebagai Kewajiban seperti di Negara lain bukan hanya untuk Isolasi melainkan kemanapun yang menjadi titik kerumunan. Dimana setiap titik akan ada QR Code atau Mekanisme harus wajib Scan PeduliLindungi, kalau tidak bisa mudahnya KTP dan No Telp demi memudahkan Contact-Tracing, selanjutnya ditukar oleh gelang penanda. Bila melanggar perlu dikenakan denda, karena tidak mau transparan terhadap upaya penanganan Pandemi, bisa uang bahkan kerja sosial.

6. Memberi Ruang bagi masyarakat untuk Tes Mandiri di Rumah sekaligus Menekan Harga.

Daripada repot tes di layanan kesehatan, mengeluarkan banyak biaya bahkan belum tentu cepat sehingga stereotipnya Covid-19 adalah Bisnis. Lebih baik berikan saja kemudahan masyarakat untuk mau Tes Mandiri berbasis Keluarga atau Lingkungan secara Gratis. Jika PCR, TCM, atau Saliva harus berbasis Lab dan Faskes dengan APD. Kita berikan saja kemudahan mereka untuk Antigen dan Genose untuk diperjualbelikan (Antigen lebih praktis). Diperjualbelikan di pasaran, bahkan dapat Diskon untuk pemegang BPJS Kelas III dan PBI, perlu proses edukasi dan juga kooperatif sehingga ketika Positif mereka segera datang ke Faskes untuk ditangani. Imbasnya, Produksi harus digenjot dan kewenangan Pemerintah memberikan modal sekaligus subsidi agar berjalan.

7. Melakukan Integrasi Data Terpadu secara lengkap dan Real-Time (Big Data) Covid-19 serta Detil.

Seringkali kita dihadapkan pada pelaporan yang kadang berbeda, kadang cepat atau lambat bahkan berpotensi dimanipulasi dan tidak memenuhi kaidah transparansi. Maka demikian, saya mengajak kepada pakar kesehatan hingga IT untuk berkolaborasi memberikan formulasi secara komputer/digital tentang Kondisi Covid-19 bahkan terpadu dengan Data di Daerah sehingga tidak saling tumpang tindih melainkan selaras. Bahkan aksesnya sangatlah dipermudah, manakala ada pengumuman tentang peningkatan kewaspadaan informasinya sudah ada bahkan akurat. Pendekatannya adalah lebih pada Teknokratis dan kemanusiaan jangan terlalu kaku ala Birokrasi sehingga penanganan juga mudah : Mulai dari Konfirmasi, Meninggal, Sembuh, Zonasi/Kluster, Jadwal Test, atau Informasi relevan lainnya. Bekerjasama dengan Kemenkominfo, Kemendagri, BPK dan juga Polri supaya ada pengawalan didalamnya.

8. Merombak Susunan Satgas Daerah (Unsur Teknokratis, Kepala Daerah hanya Pengarah saja)

Seringkali bilamana Satgas atau Instansi apapun dikepalai oleh Pejabat Politik tentu orientasinya akan politis sehingga perlu ada perubahan dikhawatirkan terjadi singgungan bahkan saling mengacu pada kepentingan tertentu. Kepala Daerah sama halnya Menteri dan Presiden hanya di Dewan Pengarah, isi Satgas adalah sosok independen dan kredibel. Tidak boleh diintervensi sehingga apapun keputusannya semua berdasarkan pada kaidah jelas, misalkan dari Unsur Paramedis seperti IDI hingga Akademisi yang ahli dibidangnya, umumnya Epidemologis bahkan tidak terkecuali Tokoh Masyarakat yang jelas bukan Unsur Forkopimda sekalipun., mereka cocok sebagai pengarah tapi bukan pelaksana sehingga apapun keputusannya tidak bisa diganggu gugat. Mekanisme Anggaran juga langsung terpusat dari APBN secara umum (koordinasi Kemenkeu), APBD hanya penopang bukan unsur utama sebagai tanda bebas Intervensi dan mengacu pada Keadilan Tindakan.

9. Membangun Sentra Vaksinasi secara Mobile jemput Bola berbasis Rumah dan Lingkungan

Vaksinasi juga merupakan sebuah tantangan sekaligus harapan tersendiri yang tidak boleh dipisahkan. Banyak sekali masyarakat khususnya Lansia yang belum terjangkau dengan Vaksinasi sehingga menjadi harapan bahwa bukan mereka yang menjangkau sebaiknya Negara menjangkau mereka yang susah. Gratis jangan dijadikan alasan pelayanan ala kadarnya, situasi sekarang menuntut kita untuk berbenah sehingga kita bisa maksimal bahkan survive. Terobosan yang dimaksud adalah seperti Mobile Test yaitu Truk atau Bus, begitu juga Vaksinasi  yang bisa menjangkau kawasan Pedesaan bahkan Pelosok tidak terlepas dari peran Dokter juga yang menembus pelosok dan minim layanan kesehatan, selain sosialisasi juga digencarkan. Jika tidak bisa, Mobil Vaksin standby di desa, Dokter atau Mantri datang langsung door to door untuk vaksinasi.

10. Mengoptimalkan Penanganan Kesiapsiagaan bukan berdasarkan pada Zonasi Wilayah

Zonasi Wilayah merupakan esensi penting dalam mempermudah penanganan, melalui pemetaan risiko yang didasarkan pada satu wilayah. Jika dahulu Basis Kota adalah Kecamatan , kini diperkecil sampai basis rumah dalam gang/jalan pada sebuah RT. Tentu dengan harapan ada fokus detil mengetahui titik mana yang perlu ditangani. Namun variabelnya jangan hanya berdasarkan pada Zona saja, kita harus memetakan risiko secara kesehatan bukan basis secara wilayah yang berorientasi pada kepentingan Ekonomi melainkan indikator penanganan perlu data seperti Bed Occupancy Ratio, Jumlah Kluster sekitaran, Contact-Tracing, Data Vaksinasi dan Testing, sampai pada Rate (ini perlu diseriuskan) bukan sekedar Probable, Suspect, Positif (bahasa dulu ODP-PDP) melainkan Positif pun terbagi ada Critically Rate, Fatality Rate, Positivity Rate dan Mortality Rate yang dipadupadankan secara lengkap. Kalau urusan penanganan mau hijau pun harus tetap ketat.

11. Menetapkan Karantina bukan solusi utama, melainkan Memperkuat Social Distancing

Fokus saya adalah bahwa menangani Pandemi tidak sekedar hanya tegas dan keras dalam menutup dan membuka begitu saja sektor yang berisiko atau tidak. Karantina memang perlu, namun bukan solusi karena kembali lagi pada kesadaran. Janji saya mengingat tentu sulit untuk Karantina secara Makro, paling hebat secara Makro. Maka protokol Jaga Jarak 3M bahkan 5M (+Menjauhi Kerumunan, Membatasi Mobilitas) itu perlu. Setiap orang punya kepentingan, setiap orang punya kebutuhan namun bilamana terkesan membahayakan harus segera  ditindak. Ini bukan sekedar ketertiban saja melainkan melawan potensi atas risiko kesehatan tersebut, sehingga kedepannya unsur Aparatur yang seringkali bertindak menegakkan disiplin jangan sekedar memberi denda atau menutup begitu saja namun dasarnya adalah lebih pada menegakkan kebenaran bukan mencari kesalahan yaitu prosesnya edukatif alias membina.

12. Membuka seluas-luasnya partisipasi sukarelawan dengan #GerakanJagaKita

Ini merupakan terobosan kreatif saya dalam rangka menumbuhkan kesadaran untuk mencegah pandemic dengan protokol kesehatan. Caranya adalah lebih mengacu pada millennial namun pesannya mudah ditangani, bentuknya lebih pada sinergi lewat kampanye protokol kesehatan hingga sosialisasi pentingnya hidup sehat mencegah bahaya pandemi. Relawan ini bebas dari mana saja baik dari unsur Organisasi Kepemudaan, Massa, Mahasiswa/Pelajar atau seumuran Lansia pun yang tentu bisa mengejawantahkan pesan atau makna Protokol Kesehatan lebih dalam dan membumi lagi. Jangan hanya berkutat pada TNI-Polri bahkan ada cadangan ASN rutin lakukan razia hingga ke pasar dan Mall. Kerukunan Masyarakat juga harus saling jaga. Relawan walaupun sukarela tetap diberi insentif seperti Contact-Tracer atau fungsi lain sebagai tanda pengadian mereka. (khasnya dengan rompi #Gerakan JagaKita #LawanCovid dan terhubung via WA/Apps)

Demikian yang menjadi Program Konkrit saya dalam melaksanakan tugas sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Nasional jikalau saya diamanahkan. Mungkin sangatlah kompleks mendalam namun saya berusaha untuk lebih mudah tuk dipahami. Semoga bisa menjadi alternative solusi sekaligus masukan dan membuka ruang diskusi kepada semua untuk sama-sama berperan secara demokratis memberikan sumbangsih demi Pembangunan Bangsa ini. Salam Sehat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun