Metode ini berfokus pada pengenalan aksara kepada anak-anak agar mereka merasa akrab dengan tulisan yang tersusun menjadi kata dan kalimat. Tujuan dari metode ini adalah untuk membangkitkan minat baca sejak usia dini. Metode literasi dapat digabungkan dengan metode cerita, sehingga keduanya saling mendukung dalam proses pendidikan akhlak.
C. Pendidikan Akhlak di Lingkungan Sekolah
Munculnya kembali gagasan tentang pendidikan budi pekerti, harus diakui berkiatan erat dengan semakin berkembangnya pandangan dalam masyarakat luas, bahwa pendidikan nasional dalam berbagai jenjangnya, khusus jenjang menengah dan tinggi, "telah gagal" dalam membentuk peserta didik yang memiliki akhlak, moral dan budi pekerti yang baik dengan pandangan simplitis menganggap, bahwa kemorosotan akhlak, moral dan etika peserta didik disebabkan gagalnya pendidikan agama di sekolah.Â
Harus diakui, dalam batas tertentu, pendidikan agama memiliki kelemahankelemahan tertentu, sejak dari jumlah jam yang sangat minim, materi pendidikan agama yang terlalu banyak teoritis, sampai kepada pendekatan pendidikan agama yang cenderung bertumpu pada aspek kognisi daripada afeksi dan psikomotorik peserta didik. Keberhasilan pendidikan akhlak di sekolah umumnya ditentukan oleh beberapa hal berikut:
1. Kualitas Pengajar Agama
Seorang pengajar agama memegang peranan penting yang melampaui sekadar menyampaikan materi pelajaran. Ia diharapkan untuk memberikan pendidikan yang menyeluruh mengenai pengalaman spiritual kepada murid-muridnya. Oleh karena itu, pengajar agama harus berusaha menjadi teladan (uswatun hasanah) yang baik bagi siswa, rekan-rekan pendidik, serta seluruh staf pendidikan di lingkungan sekolah.
2. Kurikulum Pendidikan Agama
Ketika kurikulum pendidikan agama disusun dengan baik dan diajarkan oleh pengajar yang berkualitas, maka proses pembelajaran akan berlangsung dengan integritas dan keikhlasan. Ini sangat krusial bagi keberhasilan pendidikan akhlak di institusi pendidikan. Implementasi pendidikan akhlak dapat dimulai dengan praktik-praktik sederhana, seperti menyapa guru dan orang yang lebih tua dengan ramah, mematuhi peraturan sekolah, bersikap jujur, memenuhi komitmen, serta memberikan konsekuensi bagi pelanggaran aturan.Â
Selain itu, siswa harus diajak aktif dalam kegiatan keagamaan, menghindari penggunaan kata-kata kasar, disiplin dalam manajemen waktu, dan berpartisipasi dalam kegiatan positif lainnya untuk membangun akhlak yang baik.
3. Pendidikan Akhlak dalam Berbagai Mata Pelajaran
Pendidikan akhlak bersifat adaptif dan tidak terbatas hanya pada mata pelajaran Pendidikan Agama. Nilai-nilai akhlak dapat disisipkan ke dalam berbagai bidang studi lainnya. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang-orang di sekitarnya, sehingga guru yang berfungsi sebagai figur otoritas kedua di sekolah harus menunjukkan sikap dan perilaku yang baik agar menjadi panutan bagi murid-muridnya.Â