3. Teori Konvergensi
Teori ini mengungkapkan bahwa permasalahan dalam kepribadian anak dapat diakibatkan oleh faktor keturunan, hereditas, dan pendidikan yang diterima sebelum lahir. Namun, pengaruh bawaan ini bersifat potensial. John Locke menggambarkan kondisi ini melalui teori tabularasa, di mana jiwa anak dianggap seperti kain putih bersih.Â
Pandangan ini sejalan dengan konsep dalam Al-Qur'an dan sunnah yang mengisyaratkan bahwa Allah SWT memberikan potensi kepada manusia untuk baik (takwa) dan buruk (fujur) Ayat ini menunjukkan bahwa setiap individu dilahirkan dengan dua potensi yang dianugerahkan Allah, yaitu potensi untuk menjadi baik dan potensi untuk menjadi buruk. Dua potensi ini berlaku untuk seluruh umat manusia secara universal.Â
Pandangan ini juga diabadikan dalam sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: "Dari Abu Hurairah r.a., ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: 'Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.'" (HR. Bukhari). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pandangan Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah sejalan dengan teori konvergensi. Satu ayat lain yang juga relevan dalam konteks ini adalah Q.S. Al-Baqarah [2: 286]:
Â
Artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Baginya (pahala) apa yang telah ia usahakan dan atasnya (dosa) apa yang telah ia kerjakan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau salah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat seperti yang Engkau bebankan kepada orangorang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami sesuatu yang tidak sanggup kami memikulnya. Dan maafkanlah kami, dan ampunilah kami, serta rahmatilah kami."Â
Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafi Ayat ini menekankan bahwa Allah SWT sangat memahami batasan kemampuan setiap individu. Setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk melakukan kebaikan dan keburukan, namun Allah tidak membebankan sesuatu yang melebihi kapasitas masing-masing.Â
Dalam konteks pendidikan akhlak, ayat ini mengingatkan kita bahwa penting untuk memahami dan menghargai setiap anak sebagai individu dengan kemampuan unik. Tugas pendidik dan orang tua adalah untuk menyesuaikan metode pengajaran dengan potensi dan kemampuan anak, sehingga mereka dapat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung tanpa merasa tertekan. Metode Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Berdasarkan teori pendidikan akhlak yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut adalah beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan akhlak di keluarga:
1. Metode Konfirmasi
Metode ini berfokus pada ide bahwa orang tua adalah pendidik utama yang pertama kali mengenalkan akhlak kepada anak. Tanggung jawab keluarga pemahaman kepada anak bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang menciptakan dan membimbing manusia dengan kasih sayang yang tiada batas. Konsep tauhid harus ditanamkan sejak awal, termasuk melalui pembacaan azan saat lahir, sehingga kesadaran ini terpatri dalam jiwa anak.