Pastor Reto Nay, seorang dosen linguistik dari Swiss, ahli kitab suci yang doktoralnya dari Pontifical Biblical Institute mengatakan kritiknya dengan lebih keras.
"The alteration of the Our Father (or of the words of consecration) gives the impression that the Pope believes that he is cleverer than the Word of God, and the theologians and saints before him. But in doing so, he undermines his own position. Why should we listen to him, if, according to this concept, the next Pope may again come up with another version?"
Dengan bahasa sederhana, Pastor Nay mau menyampaikan bahwa nanti pada masa paus berikutnya yang terpilih, kemungkinan terjadi terjemahannya minta diganti lagi, dan begitu seterusnya, sesuka-suka teologi yang dianut pausnya.
Padahal selama dua ribu tahun ini, doa komunal Bapa Kami yang sudah turun temurun dihafal anak-anak, TAK MENIMBULKAN MASALAH, bahkan imannya tidak hancur gara-gara bagian kalimat doa tersebut.
Perubahan bagian doa Bapa Kami ini seakan-akan "mengacaukan" TRADISI APOSTOLIK dan PATRISTIK di Gereja kita yang sudah ribuan tahun.
[5]
Ketika menghadapi pencobaan dan jatuh dalam pencobaan itu, janganlah kita kemudian menyalahkan Allah (bdk. Yak 1:13). Wajiblah kita senantiasa berdoa agar di dalam keadaan pencobaan, atau di setiap kemungkinan terjadi pencobaan, kita dilepaskan oleh-Nya dari yang jahat/kejahatan (Mat 6:13).
Allah mungkin menguji kita supaya menguatkan iman kita, tetapi tidak pernah untuk menuntun kita ke dalam dosa. Tabiat Allah menunjukkan bahwa Dia tidak dapat menjadi sumber pencobaan untuk berbuat dosa.
Singkatnya, pernyataan inisiatif Paus bahwa kalimat diubah menjadi "jangan biarkan kami jatuh dalam pencobaan" tidak secara akurat mencerminkan kata-kata Yesus dalam kedua Injil (Matius dan Lukas). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Allah terlibat dalam pencobaan dan penghindarannya.
[6]