Tenaga yang dibutuhkan untuk menaiki dan menuruni jembatan penyeberangan luar biasa banyak. Tak jarang desainnya pun terkesan ogah-ogahan, naik tangga jembatan berasa naik tangga untuk membetulkan genteng rumah. Kemiringan tangga tak jarang curam, dan tinggi tiap anak tangga tak jarang tak masuk akal.Â
Di banyak tempat, posisi strategis jembatan yang memotong jalan menarik minat para pengiklan untuk memasang baliho. Akibatnya, samping kanan kiri jembatan penyeberangan tertutup papan-papan jumbo dan membuatnya menjadi semacam terisolir.Â
Hal tersebut diperparah dengan aksi kencing sana-sini para oknum yang tak bertanggung jawab. Dan tak jarang berita penjambretan dan pelecehan terjadi di jembatan dengan kondisi seperti itu.
Lantas, apa yang perlu kita perbuat untuk menanggapi berita Indonesia sebagai negara malas? Sebagai pribadi warga negara kita dapat berperan aktif mendukung kenyamanan berjalan kaki. Kita yang punya lapak kaki lima seyogyanya mulai mencari posisi yang tidak lagi merugikan pejalan kaki alias pengguna trotoar.Â
Kita yang punya tanah di dekat jalan alangkah lebih baik jika menyumbangkan tanaman/pohon perindang. Keberadaan pepohonan akan menciptakan efek breeze. Angin semilir ini menjadi bagian dari konsep Urban Thermal Comfort yang digagas JCU TUDLab, kampus penulis.Â
Kita yang selama ini sudah berjalan kaki maka kita ingatkan kepada diri sendiri untuk tidak buang air kecil di sepanjang jalan. Bagaimana dengan yang bukan pejalan kaki? Kita yang memiliki kendaraan, pastikan kondisi kendaraan kita prima. Kendaraan yang sehat akan mengeluarkan emisi yang tingkat merusaknya minimal. Â
Kita yang sebagai pengendara juga mulai biasakan menghargai penyeberang jalan. Kalau misal penyeberang jalan sudah diberi kesempatan menyeberang tetapi tidak juga mempercepat langkahnya, beri saja aba-aba dengan tangan agar sadar bahwa kita sedang menunggunya menyeberang, bukan karena kita sedang parkir!Â
Di sisi lain, tentu kita berharap pemerintah dan masyarakat berkolaborasi mewujudkan jalur pedestrian yang humanis dan nyaman. Pemerintah menyiapkan desain dan anggarannya. Sementara masyarakat mempermudah proses pengadaan tanahnya (apabila diperlukan pembebasan tanah).Â
Satu kata yang hilang dari Indonesia adalah komunikasi antara user dan provider! Pengguna jalur pedestrian (user) tidak memiliki cukup kanal untuk berinteraksi dengan penyedia/pemerintah (provider).Â
Semoga apabila semua dapat dikondisikan, peringkat kita naik! Dan semoga tingkat kesehatannya pun naik. Tetapi apabila kondisi yang nyaman tidak bisa diwujudkan, ya sudah lah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H