Ketiga Musafir itu pun diminta keluar dan dinyatakan tidak sebagai murid guru Frans lagi di sekolah itu. Ketiganya divonis 'gugur' Â dari sekolah guru Frans, atau yang biasa disebut dengan 'naik kelas dipindahkan'.
Guru Frans dan guru lainnya pun meminta mereka untuk sesegera mungkin untuk pindah ke sekolah lain untuk mencari Guru-guru yang jauh lebih mampu mendidik kebodohan mereka. Guru Frans beserta guru lainnya seakan-akan begitu pasrah mendidik keterbatasan intelektual yang mereka miliki.
Sungguh tak terbayangkan lagi, bukan? Bagaimana dengan perasaan ketiga orang Musafir itu yang jauh-jauh hari telah lama menanti dan bermimpi agar kesuksesan tiba melalui tangan guru Frans di sekolahnya yang dikatakan terkenal itu? Yah. Ketiganya kini harus pergi dan cukup berpasrah atas keputusan guru Frans dan guru lainnya itu yang begitu keji dengan secara langsung menghancurkan diri mereka secara psikologi yang mereka alami.Â
Ketiganya pun pergi meninggalkan sekolah Guru Frans beserta guru lainnya dengan pipi mereka yang dibasahi dengan tetesan air mata penyesalan.Â
Mereka menyesal, menyesal lantaran telah memilih guru Frans dan memilih sekolahnya itu dengan rela menghabiskan uang yang begitu banyak dan telah mereka limpahkan semuanya untuk memperoleh hak pendidikan yang baik di sekolah itu.
Sambil berjalan meninggalkan sekolah guru Frans, salah satu dari ketiga orang Musafir tersebut berujar dengan raut wajah nan penuh kecewa, "guru Frans tidak mendidik kita dengan keterbatasan yang kita miliki. Kita bisa apa? Telah sekian banyak uang telah kita habiskan di sekolahnya untuk meraih didikan yang baik untuk menjemput masa depan yang kita cita-citakan.
Tetapi guru Frans sepertinya menganggap kita ini sebagai pekerjanya. Karena hanya orang-orang yang bekerja sajalah yang patut untuk dikeluarkan apabila pekerjaannya tidak sesuai dengan keinginan dari Sang Tuannya, kita kok disamakan saja dengan pekerja. Lagian kedatangan kita disini bukan untuk mencari gaji, tetapi kita datang mencari ilmu," ujarnya kritis dengan nada kesal.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Mereka berjalan di bawah terik panasnya siang hari di kota itu. Dan, mereka tak sengaja menemui seorang pria paruh baya yang mengenakan baju kemeja bermotif batik. Menenteng buku. Lalu ketiganya menyapa, "siang Pak, Bapak sedang menunggu siapa?" Tanya salah satu dari Musafir itu.Â
"Saya sedang menunggu ojek. Mau pulang ke rumah. Kenapa Nak? Kalian mau kemana?" tanya pria paruh baya itu.
"Sekarang kami bingung, Pak. Kami ingin pulang ke tempat asal kami, tetapi kami takut dimarahi orang tua kami. Kami sebelumnya merupakan murid di sekolah guru Frans. Namun, guru Frans begitu tega mengeluarkan kami hanya karena nilai kami anjlok dan tidak sesuai dengan keinginan guru Frans dan guru-guru yang lain," jawab salah seorang Musafir itu.
Pria paru bayah itu pun menyambut kegelisahan mereka dengan senyumannya yang begitu terpancar jelas di wajahnya sambil menguatkan dan memberi
motivasi terhadap ketiga Musafir itu.