Setibanya di sekolah guru Frans, ketiga orang Musafir tersebut menatap serius bangunan sekolah tempat guru Frans mengajar. Terlihat megah. Lingkungan bersih. Mereka menatap sekolah itu dengan cahaya imajinasi bayang-bayang tatkala harapan sukses menanti.
Guru Frans, bersama rekan-rekannya menyambut kedatangan mereka serta mempersilahkan ketiganya untuk menunjukkan berkas-berkas yang mereka bawakan itu. Sejumlah uang yang dibawa ketiga orang Musafir tersebut pun turut dilimpahkan kepada guru Frans sebagai tanda pembelian jasa.
Guru Frans pun menerimanya dengan memberikan sebuah kwitansi kelunasan sebagai bukti bahwa ketiga Musafir tersebut telah resmi menjadi murid guru Frans itu di sekolahnya, dengan imbalan bahwa guru Frans akan mendidik mereka dengan kemampuan-kemampuannya beserta yang dimiliki para guru lainnya.
Rasa haru bercampur bangga begitu dirasakan oleh ketiga Musafir itu, lantaran kini mereka telah resmi dinyatakan sebagai murid baru Guru Frans di sekolahnya.
Dengan mengenakan pakaian seragam khusus yang berlogo sebagai tanda sekolah Guru Frans yang telah dilimpahkan terhadap ketiganya, tampak membuat ketiga Musafir itu gengsi. Gengsinya tak lain selain mereka berada di tempat umum dan di hadapan khalayak ramai. Gengsi saat mereka berada di jalanan. Gengsi terhadap mereka-mereka yang penuh akan keterbatasan hidup. Bahkan, mereka pun gengsi terhadap sesama yang sedang mengabdi ilmu melalui didikan guru-guru di sekolah lain.Â
Seragam yang mereka kenakan itu pun akan mudah diketahui khalayak ramai bahwa mereka adalah murid baru guru Frans di sebuah sekolah yang terkenal itu.
Tatkala guru Frans selalu menghimbau keras terhadap murid-muridnya, agar dapat menjaga diri, jaga nama baik guru-guru, serta harus menjaga nama baik sekolah disaat mengenakan pakaian seragam sekolah mereka di tempat umum dan di jalanan. Guru Frans tak inginkan itu terjadi. Guru Frans tak ingin sekolahnya dinodai dengan hal-hal yang negatif akibat dari kelakuan murid-muridnya itu di jalanan dengan mengenakan seragam sekolahnya.
Tak lepas pula dari kalimat sinis dari ketiga Musafir itu terhadap orang-orang yang selalu saja menyudutkan keterbatasan dan kemampuan mereka. Salah satu dari ketiganya pun berkata, "Terserah! Intinya sekarang kami sudah menjadi muridnya guru Frans di sekolahnya. Lalu, kalian mau apa?"
Selain dikenal dengan mutu sekolahnya yang dikatakan baik, siapa yang tidak mengenal guru Frans ini? Guru Frans dianggap telah berjasa dan kini telah banyak orang-orang sukses melalui tangan guru Frans serta peranan guru-guru di sekolahnya dengan memiliki modal kemampuan mereka dalam mendidik murid-muridnya dengan segala cara dan berbagai cara yang dilakukan untuk kebaikan anak-anak didik mereka.
Tatkala pula di suatu waktu, orang-orang bertanya mengenai asal usul ketiga orang Musafir tersebut, mereka selalu saja mengungkapkan isi hati mereka dengan dibaluti penuh rasa haru, salah satunya berujar, "Kami bukan orang sini. Kami hanya orang-orang yang dilahirkan dari negri berantah yang begitu penuh akan keterbatasan hidup. Hidup di tempat kami hanyalah penderitaan yang kami rasakan. Sejak kami lahir di dunia ini. Bahkan penderitaan orang tua kami begitu tak pernah kunjung ada ujung. Penderitaan kami tak pernah tersentuh oleh uluran tangan pemerintah. Kami ingin merubah segalanya itu. Tetapi kami tak pernah menemukan solusi yang baik di tempat asal kami. Dan solusi terbaik yang kami temukan hanyalah dengan beranjak ke kota ini dengan berharap agar dapat mengubah nasib kami kelak melalui jalur pendidikan. Dan, saat ini kami bangga. Bangga atas diterimanya kami sebagai murid didikan Guru Frans di sekolahnya," ungkap salah satu dari ketiga Musafir itu.
Namun, harapan mereka itu ternyata hanyalah sebuah impian semata. Kabar perih kini tiba dan dirasakan ketiga Musafir itu lantaran guru Frans yang mereka bangga-banggakan itu terpaksa harus mengeluarkan ke tiga orang Musafir tersebut dari sekolahnya dikarenakan kemampuan yang mereka miliki begitu terbatas, mereka dinyatakan bodoh, nilai mereka anjlok, dan tak sesuai dengan keinginan guru Frans beserta guru lainnya.