Mohon tunggu...
Febrian
Febrian Mohon Tunggu... Freelancer - Berawal dari Sebuah Mimpi yang Sangat Indah

Tentang Mimpi yang Harus Menjadi Nyata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Istidlal dalam Islam

16 November 2019   00:38 Diperbarui: 16 November 2019   00:57 4295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagaimana diketahui, sumber pokok Hukum Islam adalah wahyu, baik yang tertulis (kitab Allah/Al-Qur'an) maupun yang tidak tertulis (Sunnah Rasulullah). Materi-materi hukum yang terdapat di dalam sumber tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu terutama setelah berlalunya zaman Rasulullah, dalam penerapannya diperlukan penalaran.

Permasalahan-permasalahan yang tumbuh dalam masyarakat adakalanya sudah ditemukan nashnya yang jelas dalam kitab suci Al-Qur'an atau Sunnah Nabi, tetapi adakalanya yang ditemukan dalam Al-Qur'an atau Sunnah Nabi itu hanya berupa prinsip-prinsip umum. Untuk pemecahan permasalahan-permasalahan baru yang belum ada nashnya secara jelas, perlu dilakukan istinbath hukum, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an atau Sunnah.

Banyak cara dalam mempelajari hukum Islam. Cara yang dilakukan oleh umat muslim di Indonesia dengan umat muslim luar negeri terkadang berbeda, akan tetapi ada cara yang diakui secara universal bagi seluruh umat muslim di dunia. Di Indonesia masih sering dijumpai adanya perbedaan penafsiran suatu ayat Al-Qur'an atau hadist maupun penafsiran dalam pemecahan masalah yang tidak ada aturan secara jelas di dalam Al-Qur'an maupun hadist. Hal ini menjadi sebuah permasalahan yang tidak hanya menyangkut kehidupan di dunia melainkan juga kehidupan setelah mati. Nasib seseorang atau status amal ibadah maupun perbuatan di dunia akan dipertanyakan kelak di akhirat, salah satunya adalah penyelesaian suatu masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Terutama bagi umat muslim yang seharusnya hidup dalam bingkai syariat yang baik sesuai dengan yang disampaikan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas bagaimana sumber-sumber hukum Islam khususnya mengenai Istidlal.

 Pengertian Istidlal

Secara bahasa, kata istidlal berasal dari kata istadalla yang berarti: minta petunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Imam al-Dimyathi memberikan arti istidlal secara umum, yaitu mencari dalil untuk mencapai tujuan yang diminta.[1]

 

Definisi di atas menunjukan bahwa seorang mujtahid dalam memutuskan sesuatu keputusan hukum hendaklah mendahulukan Alquran, kemudian As-Sunnah, lalu al-Ijma selanjutnya Al-qiyas. Dan jika Ia tidak menemukan pada Alquran, As-Sunnah, Al-Ijma dan Al-Qiyas, maka hendaklah mencari dalil lain ( Istidlal ).

 

  

 Teori Istidlal

Dalam proses pencarian, Alqur'an menjadi rujukan yang pertama, al-Sunnah menjadi alternatif kedua, ijma' menjadi yang ketiga dan qiyaspilihan berikutnya. Apabila keempat dalil belum bisa membuat keputusan hukum, maka upaya berikutnya adalah mencari dalil yang diperselisihkan para ulama, seperti istihsan, Mashlahah Mursalah, dan lain-lain. Dengan demikian, teori istidlal merupakan pencarian dalil-dalil diluar keempat dalil tersebut. [2]

 

 

 Macam -- Macam Istidlal

 Istidlal terdiri dari dua macam, yaitu Istidlal Qiyasi dan Istidlal Istiqrai (istiqrai disebut juga istinbathi) :[3]

 

Istidlal Qiyasi 

 Kata qiyas berasal dari bahasa Arab yang berarti ukuran. Miqiyas berarti alat mengukur. Maksudnya di sini adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Al-Jurzany, pengertian Qiyas adalah sebagai berikut: "penuturan yang tersusun dari keputusan-keputusan (qadhiyah), yang jika keputusan-keputusannya benar, mesti melahirkan suatu kesimpulan (natijah).

Jika dikaitkan dengan ilmu mantiq, Qiyas adalah ucapan atau kata yang tersusun dari dua atau beberapa qadhiyah, manakala qadhiyah-qadhiyah tersebut benar, maka akan muncul dari padanya dengan sendirinya qadhiyah benar yang lain yang dinamakan natijah. Tetapi perlu dicatat bahwa, bila qadhiyahnya tidak benar, bisa saja natijahnya benar. Tetapi benarnya itu adalah kebetulan.[4]. Contoh : "Tiap bid'ah itu sesat", Tiap yang sesat dalam neraka. Jadi tiap bid'ah dalam neraka." [5]

Qiyas memiliki empat rukun yaitu :

Ashl (wadah hukum yang diterapkan melalui nash atau ijma'),

faru (kasus yang akan ditentukan hukumnya),

 illat (motivasi hukum yang terdapat dan terlihat oleh mujtahid ashl)

 hukum al-asl (hukum yang telah ditentukan oleh nash atau ijma').

 

 

Pembagian Istidlal Qiyasi

 Menurut penelitian ahli mantiq, qiyas ada dua macam : Pertama, qiyas iqtirani, kedua, qiyas istisna'i.

 

Qiyas istiqrani

 Suatu qiyas yang dua muqadimahnya mengandung natijah secara implicit (bil kuwah), tidak eksplisit (bil fiil). Dan ada bentuk hamli ada yang syarthi.[6]                                

 Contoh Hamliyah : Manusia adalah hewan, tiap hewan perlu air. Jadi, tiap manusia perlu air.

 Contoh Syartiyah : Apabila Ali masuk, Muhammad keluar, jadi bila Ali masuk, umar masuk.

 Bila disimpulkan, baik hamli maupun syarti, natijahnya dikandung oleh muqadimah-muqdimahnya secara implicit (bil quwah).

 

  Qiyas istisna'i

 Qiyas istisnai adalah qiyas yang natijahnya telah disebutkan atau naqidnya dengan nyata (bil fili). 

 Qiyas istisnai hanya tersusun dari dua qadiyah syarthiyah. Qiyas istisnai mempunyai ciri pada kedua qadhiyahnya yaitu terdapatnya adat istisnai, yakni "lakin" yang artinya akan tetapi istisnai ada yang ittishal artinya (terikat) ada yang infishal (artinya tidak terikat). Bentuk yang ittishal ada dua. [7]

 

Pertama, bila diitsbatkan muqaddam, maka natijahnya adalah tali itsbat. Kedua, bila talinya naf, maka akan melahirkan natijah muqaddam naf.

 Contoh yang Ittishal :

 

Jika matahari terbit, maka siang ada

 

- Akan tetapi matahari terbit = maka siang ada

 

- Akan tetapi matahari tidak terbit = maka siang tidak ada

 

Contoh yang Infishali (yakni qiyas yang muqadimah kubranya terdiri dari qadhiyah syarthiyah munfashhilah) :

 

suatu negara adakalanya aman, adakalanya perang. Tetapi negara sedang perang = negara tidak aman.

 

Akan tetapi negara tidak perang = negara aman.

 

 

Bila dicermati, kalau pada qiyas iqtirani baik hamli maupun syarti, muqadimah-muqadimahnya mengandung natijah secara implicit. Sedang pada qiyas istisna'i natijahnya telah disebut dengan nyata, yakni eksplisit (bil fiil).[9]

 

 

 

 

 

Istidlal Istiqra'i

 

Secara lughawi, istiqra berarti penyelidikan dan penelitian sesuatu; sedangkan secara istilah, pengertian istiqra adalah "Menetapkan sesuatu atas keseluruhan berdasarkan adanya sesuatu pada banyak fakta".

 

Menurut Muhammad Nur Ibrohim pengertian istiqra adalah "penalaran yang didasarkan atas fakta-fakta secara teliti dan mengkajinya secara cermat sehingga dapat ditarik suatu keputusan umum secara rasional". 

 

Dari kedua definisi tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa istidlal Istiqrai adalah proses berpikir dengan cara menarik suatu kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta setelah terlibih dahulu dilakukan penelitian yang cermat dan tepat. Istilah lain untuk istidlal istiqraI ini adalah Istinbathi (induktif). [10]

 

Contoh : Setiap hewan menggerakkan rahang bawah ketika menguyah makanan 

 

Jika penarikan kesimpulan umum (generalisasi) berdasarkan hasil penelitian berlaku kepada semua individu atau satuan dari fakta-fakta yang padanya ditetapkan suatu keputusan, maka disebut Istidlal Istiqra'i Tam. Sedangkan jika tidak artinya masih terdapat individu yang dikecualikan dikarenakan penetapan umum tersebut tidak diberlakukan kepadanya maka disebut Istidlal Istiqra'i Naqis.

 

Contoh Istidlal Istiqra'i Tam : Jumlah hari pada setiap bulan komariah adalah tidak lebih dari tiga puluh hari. Contoh Istidlal Istiqra'i Naqish : Setiap orang yang sedih atau sakit, menangis.

 

 

Macam -- Macam Istidlal Menurut Para Ulama

 

Sedangkan Para ulama ushul fiqih, menjelaskan istidlal itu ada beberapa macam, antara lain :[11]

 

- Istishab                         - Maslahatul Mursalah - Istihsan

 

- Sadduz Zara'i               - Ilham

 

 

Istishab

 

Kata Istishab berasal dari kata suhbah artinya 'menemani' atau 'menyertai'. Atau al-mushahabah: menemani, juga istimrar al-suhbah: terus menemani. Dalam istihnya: "Saya membawa serta apa yang telah ada pada waktu yang lampau." Menurut Istilah ilmu Ushul fiqih yang dikemukakan Abdul Hamid Hakim: "Istishab yaitu menetapkan hukum yang telah ada pada sejak semulatetap berlalu sampai sekarang karena tidak ada dalil yang merubah." Imam al-Syaukani memberi definisi, Yaitu "menetapkan (hukum) sesuatu sepanjang tidak ada yang merubahnya".[12]

 

 

 

        Istilah Istishab memiliki beberapa contoh, antara lain :

 

Apabila telah jelas adanya pemilikan terhadap sesuatu harta karena adanya bukti terjadinya pemilikan seperti karena membeli, warisan, hibah atau wasiat, maka pemilikan tersebut terus berlangsung sehingga ada bukti-bukti lain yang menunjukan perpindahan pemilikan pada orang lain.

 

Orang yang hilang tetap dipandang hidup sehingga ada bukti atau tanda-tanda lain yang menunjukan bahwa dia meninggal dunia.

 

Seorang yang telah menikah terus dianggap ada dalam hubungan suami istri sampai ada bukti lain yang menunjukan bahwa mereka telah bercerai.

 

Tetap dipandang sah punya wudlu bagi yang yakin sebelumnya telah berwudlu, dan tidak hilang karena keragu-raguan.

 

Menetapkan utang atas seseorang, berdasarkan persaksian dua orang sebelumnya, sampai adanya bukti pembayaran.

 

 

 

 

 

Macam-macam Istishab :[13] 

 

 Istishab Al-Bara'ah al-Ashliyah 

 

Terhadap istishab ini Ibnu Qayyim menyebutnya Bara'ah al-'Adam al-Asliyah.Istishab ini adalah terlepas dari tanggung jawab atau terlepas dari suatu hukum, sehingga ada dalil yang menunjukan. Terlepasnya tanggung jawab dari segala taklif sampai ada bukti yang menetapkan taklifnya.

 

Misalnya, Anak kecil sampai datangnya baligh.Tidak ada kewajiban dan hak antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersifat pernikahan sampai adanya akad nikah. Tidak adanya kewajiban shalat yang ke lima waktu. Tidak adanya shaum Sya'ban.

 

 

 

 

Istishab yang ditunjukan oleh al-syaru atau al-aqlu 

 

Yaitu sifat yang melekat pada suatu hukum, sampai ditetapkannya hukum yang berbeda dengan hukum itu. Misalnya, seseorang harus tetap bertanggung jawab terhadap utang sampai ada bukti bahwa dia telah melunasinya. Hak milik suatu benda adalah tetap dan berlangsung terus, disebabkan adanya transaksi kepemilikan, yaitu akad, sampai adanya sebab lain yang menyebabkan hak milik itu berpindah tangan kepada orang lain. Contoh lain, hukum wudhu seseorang dianggap berlangsung terus sampai adanya penyebab yang membatalkannya, hingga apabila seseorang merasa ragu apakah wudhunya masih ada atau telah batal maka berdasarkan istishab wudhunya dianggap masih ada, karena keraguan yang muncul terhadap batal atau tidaknya wudhu tersebut tidak bisa mengalahkan keyakinan seseorang.[14]

 

Istishab al-Hukmi / Dalil umum 

 

Yaitu sesuatu yang telah ditetapkan dengan hukum mubah atau haram, maka hukum itu terus berlangsung sampai ada dalil yang mengharamkan yang asalnya mubah atau membolehkan yang asalnya haram. Dengan kata lain sampai adanya dalil yang mengkhususkan atau yang membatalkannya. Dan asal dalam sesuatu (mu'amalah) adalah kebolehan.

 

Misalnya, kewajiban menginfakan hasil usaha manusia dan hasil eksploitasi alam. Berdasarkan ayat yang umum (Al-Baqarah : 267), kandungan ayat umum tersebut tetap berlaku selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

 

Istishab Washfi

 

Seperti keadaan hidupnya seseorang dinisbahkan kepada orang yang hilang. Misalnya, Apabila seseorang dalam keadaan hidup meninggalkan kampung halamannya, maka orang ini oleh semua madzhab dianggap tetap hidup sampai ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa ia telah meninggal dunia, oleh karena itu pemilikannya dipandang tetap, misalnya hak memiliki waris.[15]

 

Istishab hukum yang ditetapkan ijma lalu terjadi perselisihan 

 

Istishab seperti ini diperselisihkan ulama tentang kehujahannya. Misalnya, para ulama fiqih menetapkan berdasarkan Ijma, Bahwa tatkala tidak ada air, seseorang boleh bertayamum untuk mengerjakan shalat. Apabila dalam keadaan shalat ia melihat ada air, apa shalatnya harus dibatalkan, untuk kemudian berwudhu atau shalat itu ia teruskan?.Ulama Malikiyah dan Syafi'iyyah menyatakan tidak boleh membatalkan shalatnya, karena ada Ijma yang menyatakan salahnya sah bila dilakukan sebelum melihat air. Tapi ulama Hanafiyah dan Hambaliyah menyatakan ia harus membatalkan shalatnya.[16]

 

 

Kehujahan Istishab :

 

Mayoritas pengikut Imam Maliki, Syafi'i, Ahmad dan sebagian ulama Hanafi menyatakan bahwa istishab dapat jadi hujah, selama tidak ada dalil yang merubah.Dan sebagian besar dari ulama mutaakhirin juga demikian. Sementara segolongan dari ulama Mutakallimin, seperti ' Hasan al-Basri', menyatakan bahwa istishab tidak bisa jadi hujah, karena untuk menetapkan hukum yang lama dan sekarang harus berdasarkan dalil.[17]

 

 

Maslahatul Mursalah

 

Kata tersusun dari dua kata yaitu al-mashlahah dan al-Mursalah. Kata al-Mashlahah dari kata sama dengan beres. Bentuk mashdarnya = keberesan, kemaslahatan. Yaitu sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Kata mursalah, dari kata sama dengan mengutus. Bentuk isim maf'ulnya = diutus, dikirim, dipakai, dipergunakan. Perpaduan dari dua kata menjadi mashlahah mursalah berarti prinsip kemaslahatan, kebaikan yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam.Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik atau bermanfaat.[18]

 

Sedangkan menurut istilah ulama ushul fiqih, bermakna: "Maslahah Mursalah adalah sesuatu yang mengandung kemaslahatan, dirasakan oleh hukum, sesuai dengan akal dan tidak terdapat pada asal. Untuk memudahkan memahami maslahatul mursalah ini, dapat dilihat dari beberapa contoh :[19] 

 

Kebijaksanaan Abu Bakar ra. dalam memushhafkan Alquran, memerangi orang yang membangkang membayar zakat, menunjuk Umar ra. menjadi khalifah.

 

Putusan Umar bin Khatab tentang mengadakan peraturan dan berbagai pajak, dan putusan beliau tidak menjalankan hukum potong tangan terhadap pencuri, yang mencuri karena lapar dan masa paceklik.

 

Putusan Usman bin Affan ra. tentang menyatukan kaum muslimin untuk mempergunakan satu mushaf, menyiarkannya dan kemudian membakar lembaran-lembaran yang lain .

 

 

 

 

Istihsan

 

Dilihat dari asal bahasa Istihsan dari kata bahasa arab artinya mencari kebaikan. Al-Hasan menyebutakn makna istihsan secara bahasa dengan ungkapan artinya mencari yang lebih baik. Untuk memudahkan memahami Istihsan berikut adala beberapa contoh yang terkait :[20]

 

Seseorang yang dititipi barang harus mengganti barang yang dititipkan kepadanya apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bila seorang anak menitipkan barang kepada bapaknya, kemudian barang tersebut digunakan oleh bapaknya untuk membiayai hidupnya, maka berdasarkan Istihsan si bapak tidak diwajibkan untuk menggantinya, karena ia mempunyai hak menggunakan harta anaknya untuk membiayai keperluan hidupnya.

 

Seseorang mempunyai kewenangan bertindak hukum, apabila ia sudah dewasa dan berakal. Bagaimana halnya dengan anak kecil yang disuruh ibunya kewarung untuk membeli sesuatu?, Berdasarkan Istihsan anak kecil tersebut boleh membeli barang-barang yang kecil yang menurut kebiasaan tidak menimbulkan kemafsadatan.

 

 

 

Istihsan terbagi menjdai dua bagian :[21]

 

Mengutamakan qiyas khafi (yang samar-samar) dari pada qiyas jalli (yang jelas) berdasarkan dalil. Misalnya, tentang wanita, bahwa wanita itu aurat (aib, cela) harus tertutup karena akan membawa pada fitnah. Dalam qiyas jalli. Memandang aurat wanita diqiyaskan kepada wanita itu aurat dilihat dari sama -- sama akan membawa fitnah, maka hukumnya haram. Dalam qiyas khafi diperbolehkan melihat sebagian aurat wanita karena adanya hajat/keperluan, jika tidak dilakukan akan membawa kesulitan. Maka qiyas khafinya, mengqiyaskan melihatnya seorang dokter pada sebagian aurat wanita saat mengobati/memeriksa, kepada melihat aurat wanita karena ada hajat, dari sisi adanya keperluan dan jika tidak, menimbulkan masyaqqah. Maka hukumnya boleh. Istihsannya, mengutamakan qiyas khafi dari qiyas jalli .

 

 

Mengecualikan hukum juzi (bagian atau khusus) dari pada hukum kulli (umum). Misalnya : 

 

Dalam hukum yang bersifat umum, tidak sah jual beli pada saat terjadi, barang belum ada, termasuk pada jenis jual beli Gharar. Hukum yang juzi, dibolehkannya jual beli salam(jual beli dengan pembayaran lebih dahulu, tapi barangnya dikirim kemudian), dibolehkan ijarah = sewa menyewa, dibolehkan muzarah = menengah sawah. Istihsannya, karena sangat dibutuhkan dan telah jadi kebiasaan. Maka diambil hukum yang juzi.[22]

 

Orang yang mencuri harus dipotong tangannya, Umar menyatakan, kecuali pencurian itu dilakukan pada saat kelaparan. Maka diambil hukum yang kedua.

 

Orang yang di bawah perwalian tidak boleh membelanjakan hartanya sendiri kaarena takut hancur. Jika Ia mewakafkan hartanya untuk kekekalan, maka boleh . Istihsannya untuk kelangsungan harta dan tidak hancur.

 

Dilarang mendekati zinah, termasuk di dalamnya memandang wanita. Pada saat khithbah diperbolehkan memandang wanita yang dikhithbah untuk mengekalkan pada perjodohan. Maka Istihsannya mengambil hukum yang ke dua.[23] 

 

 

 

Sadduz Zara'i 

 

Kata Dzara'i artinya media, atau jalan. Dalam bahasa syariat Dzariah berarti "apa yang menjadi media/jalan kepada yang diharamkan atau yang dihalalkan". Dan kata Saddu artinya mencegah atau menyumbat jalan.[24] 

 

Dengan kata lain, dzariah adalah washilah yang menyampaikan kepada tujuan, atau, jalan untuk sampai kepada yang diharamkam atau yang dihalalkan. Jalan yang menyampaikan kepada halal hukumnya halal pula, dan jalan yang menyampaikan kepada haram hukumnya haram pula, jalan kepada wajib, wajib pula.[25]

 

Terdapat definisi lain yang menyebutkan, "Dzariah adalah media yang dhahirnya mubah, mendorong kepada perbuatan yang terlarang."" Mencegah sesuatu yang menjadi jalan kerusakan, atau menyumbat jalan yang dapat menyampaikan seseorang pada kerusakan".[26]

 

 

 

Untuk memperjelas Saddu dzariah dan fathu dzariah, dapat dilihat dari beberapa contoh berikut ini :

 

Contoh Saddu Dzariah

 

Menebang dahan pohon yang meliuk di atas jalan umum, dapat mengakibatkan timbulnya gangguan lalu lintas.[27]

 

Wanita yang ditinggal mati suaminya, lalu berdandan sedang dia dalam keadaan Iddah, maka akan mendorong pada perbuatan yang terlarang.

 

Melihat aurat perempuan dilarang, untuk menyumbat jalan terjadinya perzinahan.[28]

 

Contoh Fathu Dzariah [29] 

 

Meninggalkan jual beli pada waktu shalat jumat, agar dapat melakukan shalat jumat karena wajib.

 

Berusaha agar dapat melakukan ibadah haji, adalah diperintah dan hukumnya wajib pula.

 

Mencari dana untuk membuat masjid, agar masjid dapat dibangun, hukumnya wajib.

 

 

Dengan demikian yang dilihat dari dzariah ini adalah perbuatan-perbuatan yang menyampaikan kepada terlaksananya yang wajib atau mengakibatkan kepada terjadinya yang haram.

 

Pada dasarnya dzariah adalah semua perbuatan ditinjau dari segi akibatnya yang dapat dibagi pada empat macam: [30]

 

Dzariah yang akibatnya menimbulkan kerusakan atau bahaya secara pasti. Misalnya, menggali sumur di belakang pintu rumah di jalan gelap yang bisa membuat orang yang akan masuk rumah jatuh ke dalamnya. Berzina menjadi perantara adanya percampuran dan ketidak pastian status nasab seseorang. Meminum khamer mengakibatkan hilangnya akal.

 

Dzariah yang jarang berakibat kerusakan atau bahaya. Misalnya, berjualan makanan yang tidak menimbulkan bahaya, menanam anggur sekalipun akan dibuatkan khamer. Ini halal karena untuk dibuat khamer adalah jarang.

 

Dzariah yang menurut dugaan kuat akan menimbulkan bahaya; tidak diyakini dan tidak pula dianggap jarang. Dalam keadaan ini dugaan kuat disamakan dengan yakin karena menutup jalan adalah wajib sebagai ikhtiar untuk berhati-hati terhadap terjadinya kerusakan. Misalnya, menjual senjata di waktu perang, ini akan menimbulkan fitnah. Menjual anggur pada pabrik pembuat khamar.[31]

 

Dzariah yang lebih banyak menimbulkan kerusakan, tetapi belum mencapai tujuan kuat timbulnya kerusakan itu. Misalnya, Jual beli yang menjadi sarana bagi riba.Menghibahkan sebagian hartanya kepada seseorang di akhir tahun zakat untuk menghindari kewajiban zakat. Nikah Tahlil misalnya, yaitu akad nikah yang dilakukan oleh orang ke tiga terhadap janda yang ditalak tiga, pernikahan itu tidak berlangsung lama, lalu diceraikan oleh orang ketiga dengan keadaan belum dicampuri, dengan tujuan istri yang baru dicerai itu halal dikawini kembali oleh bekas suaminya yang pertama. Bentuk dzariah ini pandangan Imam Malik dan Ahmad adalah haram dan harus disumbat.

 

 

 

Ilham

 

Secara bahasa Iham artinya  memberitahukan dan menempatkan. Secara istilah menurut ulama Ushul Fiqih antara lain : "Ilham adalah sesuatu yang di tuangkan ke dalam hati berupa ilmu yang mendorong untuk beramal tanpa petunjuk ayat dan tanpa memperhatikqan hujah." Terdapat definisi lain yang di ungkapkan oleh imam al-Jurjani yaitu "Ilham adalah sesuatu yang dilontarkan ke dalam hati dengan jalan di tuangkan.[32]

 

 

 

 

Qiyas 

 

Arti Qiyas secara bahasa adalah ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Qiyas memiliki empat rukun yaitu Ashl (wadah hukum yang diterapkan melalui nash atau ijma'), faru (kasus yang akan ditentukan hukumnya), illat (motivasi hukum yang terdapat dan terlihat oleh mujtahid ashl), dan hukm al-asl (hukum yang telah ditentukan oleh nash atau ijma).[33]

 

 

Ijma

 

Menurut bahasa, Ijma berarti kesepakatan atau konsensus. Ijma terbagi menjadi dua bentuk yaitu Ijma sharih dan Ijma sukuti. Ijma sharih adalah kesepakatan para mujtahid, baik melalui pendapat maupun melalui perbuatan terhadap hukum masalah tertentu.Ijma sukuti adalah pendapat sebagian mujtahid tentang hukum masalah dan tersebar luas, sementara sebagian mujtahid lainnya hanya diam saja setelah meneliti pendapat mujtahid yang lainnya, tanpa ada yang menolak pendapat tersebut.[34]

 

 

'Urf

 

Menurut bahasa, Urf berarti "yang kenal". Definisi Urf ialah "sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional". Lebih lengkapnya Urf adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan atau tradisi, baik bersifat perkataan, perbuatan, atau kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu. Urf dibagi menjadi 2 macam yaitu urf shahih dan urf fasid, Urf shahih adalah tradisi yang tidak berlawanan dengan dalil syara serta tidak menghalalkan yang haram dan tidak pula menggugurkan kewajiban. Urf fasid adalah tradisi yang berlawanan dengan syara atau menghalalkan yang haram dan menggugurkan kewajiban.[35]

 

 

 Kesimpulan

 

       Berdasarkan uraian di bab pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan, Istidal yaitu mencari dalil untuk mencapai tujuan yang diminta, yaitu mencari suatu keputusan hukum, dalam memperhatikan pengertian istidlal, perlu juga kita perhatikan beberapa macamnya yang masing-masing memiliki penempatan yang berbeda. Istidlal digunakan untuk mencari suatu keputusan hukum yang masih belum tercantum dalam Al qur'an. Seorang mujtahid dalam memutuskan sesuatu keputusan hukum hendaklah mendahulukan Alquran, kemudian As-Sunnah, lalu al-Ijma selanjutnya Al-qiyas. Dan jika tidak menemukan pada Alquran, As-Sunnah, Al-Ijma dan Al-Qiyas, maka hendaklah mencari dalil lain yaitu Istidlal, Karena seiring berlalunya zaman dalam penerapannya diperlukan penalaran agar terhindar dari kekeliruan.

 

 Saran

 

       Setelah membaca makalah ini kita semua diharapkan tahu apa itu istidlal, teori maupun macam dan contoh dari istidlal. Bagi umat muslim dalam pemecahan masalah baik berhubungan dengan hukum maupun tidak hendaknya lebih teliti dalam melakukan penafsiran solusi. Serta metode istidlal dipergunakan dengan sangat berhati-hati demi mencegah kesalahan atau kekeliruan terhadap suatu hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun