Mohon tunggu...
Febi M. Putri
Febi M. Putri Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Paruh Waktu

Berkreasi, berefleksi, berbagi pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Quarter Life Crisis Seorang Dokter

28 Desember 2021   23:20 Diperbarui: 1 Juli 2022   14:12 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi krisis dokter (Sumber: SHUTTERSTOCK/smolaw)

Disclaimer: Tulisan ini mengandung opini dan berdasarkan pengalaman pribadi. CMIIW :)

Profesi dokter identik dengan istilah "prestige", terutama di Indonesia. Banyak orang yang masih menanggap begitu lulus dan mendapatkan gelar dokter, sekejap hidup seseorang akan menjadi aman, tentram, dan terjamin. 

Tapi, tahukah kamu bahwa sebenarnya dokter-dokter yang baru lulus ini sangat rentan menghadapi quarter life crisis?

Istilah ini menjadi beken di kalangan anak milenial. Mengutip Wikipedia, "Dalam psikologi populer, quarter life crisis adalah krisis yang melibatkan kecemasan atas arah dan kualitas hidup seseorang yang paling sering dialami pada usia 20-an awal sampai 30-an pertengahan."

Quarter life crisis biasanya dimulai saat seorang dewasa muda menghadapi permasalahan hidup "orang dewasa" untuk pertama kalinya. Masalah ini bisa menyangkut soal karier, percintaan, dan kehidupan sosial. Nah, apakah fenomena ini bisa terjadi pada seorang dokter? Oke, coba aku jelasin dulu, ya.

Untuk mendapatkan gelar seorang dokter, seseorang harus menempuh pendidikan S1 kedokteran rata-rata 5.5 tahun sampai 6 tahun (mencakup preklinik kurang lebih 3.5 tahun dan koas kurang lebih 2 tahun). Ini rata-rata durasi kuliah kedokteran di Indonesia, durasi bisa berbeda-beda tergantung universitas masing-masing. 

Tidak seperti beberapa jurusan lain yang bisa memborong SKS untuk mempercepat waktu kelulusan, kuliah kedokteran tidak bisa dipercepat karena sistem modul atau blok yang sudah diprogramkan setiap semesternya. Apakah durasi ini bisa lebih lama? 

Oh, tentu saja. Ini bisa terjadi kalau seorang mahasiswa mandek di perkuliahan, mengulang stase koas, ataupun enggak lulus-lulus di ujian nasional.

Wow, mahasiwa kedokteran ada ujian nasionalnya? Yes, ada. Setelah rampung menyelesaikan pendidikan di kampus maupun koas di RS, mahasiswa kedokteran tidak bisa langsung lulus begitu saja. Ada ujian nasional yang disebut Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) yang harus dilewati, dan terkadang menjadi batu sandungan untuk mereka yang ingin meraih gelar dokternya.

Setelah lulus UKMPPD, apakah dokter bisa langsung berpraktek? Oh, tentu tidak. Ada program dokter internship dari Kementrian Kesehatan yang mewajibkan dokter untuk ditugaskan di RS dan Puskesmas yang ditunjuk oleh pemerintah. 

Program ini adalah syarat mutlak untuk mendapatkan SuratTanda Registrasi (STR) yang merupakan surat yang menyatakan bahwa seorang dokter legal, resmi, dan bisa berpraktek di Indonesia. 

Program internship ini berjalan kurang lebih 1 tahun dan para dokter internship akan diberikan Bantuan Biaya Hidup (BBH) oleh pemerintah. Besarannya 3 jutaan (which is under UMR), sedikit berbeda tergantung daerah yang dipilih. 

Beberapa daerah yang agak terpencil biasanya mendapatkan tambahan dari RS dan insentif dari pemerintah daerah yang berbaik hati.

Nah, mari mulai menghitung. Let's say, seseorang MABA S1 kedokteran rata-rata berusia 18 tahun (jika langsung kuliah setelah lulus SMA).

Lulus menjadi dokter 6 tahun berikutnya, di saat usianya sekitar 24 tahun. Setelah lulus, harus mengikuti program internship selama 1 tahun dan selesai internship akhirnya bisa berpraktek secara legal di usia 25 tahun. Pada kenyataannya, tidak sedikit yang menjalani siklus ini dalam jangka waktu yang lebih lama.

Mari kita bandingkan dengan bidang lain. Misalkan jurusan X durasi kuliahnya kisaran 3,5 sampai 4 tahun. 

Seseorang fresh graduate dari jurusan X kira-kira berusia 22 tahun. Sejak usia 22 tahun seseorang sudah bisa mulai bekerja, meniti karir, mengumpulkan cuan, atau mungkin melanjutkan S2 dengan durasi 1 sampai 2 tahun saja. 

Kesimpulannya, tentu perkembangan karirnya akan lebih cepat dibandingkan dengan seorang mahasiswa kedokteran yang mana di usia 22 tahun mereka masih di tahap per-koas-an.

Apakah sudah terbayang bagaimana beban pikiran seorang dokter fresh graduate atau calon dokter yang memasuki usia 20-an awal? 

Tentu sedih rasanya melihat teman-teman di jurusan lain satu-per satu sudah menyandang gelar sarjana, beberapa mulai lanjut S2, atau meniti karir dan menghasilkan uang. 

Selain itu, terkadang timbul rasa selalu menjadi beban orangtua ketika menyadari usia sudah mulai menua tapi finansial masih terus bergantung pada mereka. 

Apalagi kalau orangtuanya bukan dari kalangan medis yang mengerti dengan lika-liku kehidupan dokter baru, mereka akan menganggap ketika anaknya sudah lulus dokter, keuangan sudah tidak perlu dibantu lagi. Padahal nyatanya, penghasilan seorang dokter internship bisa dibilang pas-pasan. Terutama yang mengabdi di bagian Indonesia timur,  yang mana bahan pangan terbilang mahal.

Ada juga yang masih suka nanya, "Kamu sekarang udah jadi dokter spesialis apa?" Hemm... mohon maaf nih bapak/ibu sekalian, yang namanya S1 kedokteran keluarannya adalah "Dokter Umum" atau isitilah bahasa Sundanya (eh Bahasa Inggrisnya) "General Practitioner". 

Dan sejujurnya, menjadi dokter umum saja di Indonesia (tanpa keahlian lain, entah itu S2, manajemen, bisnis, atau keahlian unik lainnya) masih kurang dihargai dan tentunya kurang mapan secara finansial.

So, ada beberapa yang ambil jalur express lanjut kuliah S2 atau spesialis (ini dua hal yang berbeda, ya). 

Kalau S2 di Indonesia rata-rata 2 tahun, kalau mau ambil di LN ada yang menawarkan program 1 tahun saja. Kalau mau jadi dokter spesialis gimana caranya? 

Ya, sekolah lagi dong, dengan durasi kurang lebih 3 sampai 5.5 tahun lamanya tergantung spesialisasi yang diambil. Apakah bayar? 

Tentu, dan sejujurnya biayanya juga nggak murah. Dan perlu diingat bahwa seorang dokter yang sedang sekolah spesialis tidak boleh berpraktek. Jadi, siapa yang bayarin kuliahnya? Ya, silahkan didiskusikan dengan keluarga masing-masing. 

Sebagai tambahan, dokter spesialis memang lebih dipandang dan juga lebih menghasilkan secara finansial, tapi berapa lama umur yang perlu dipertaruhkan untuk sampai di titik tersebut? Dan, berapakah kocek yang harus dirogoh untuk menebusnya?

Oiya, menyinggung sedikit tentang masalah percintaan seorang dokter, karena tentunya ini tidak terlepas dari quarter life crisis. 

Dengan sibuknya perkuliahan dan karir yang terus berlanjut, maka nggak heran beberapa dokter dianggap "telat menikah" oleh orang di sekitarnya. 

Kita nggak pernah tahu alasannya, apakah karena ingin fokus berkarir, belum ada yang cocok, atau belum ada duitnya untuk membangun rumah tangga. So, ya, timeline hidup orang berbeda-beda, ujiannya berbeda-beda, maka jangan men-judge.

Apalagi di Indonesia, banyak orang yang masih beranggapan dokter itu nggak boleh "nyari duit", harus ikhlas, dan mengabdi. Padahal seorang dokter juga merupakan seorang ayah yang mencari nafkah. 

Seorang dokter juga adalah seorang anak yang mau ngasih "sesuatu" ke orangtuanya, entah beliin rumah atau hadiahin umroh misalnya. Begitulah kurang lebih dilemanya, quarter life crisis seorang dokter.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk curcol alias curhat colongan, bukan juga untuk menganggung-agungkan satu profesi. Namun lebih untuk meluruskan pandangan masyarakat bahwa seorang dokter juga punya lika-liku, kegalauan, dan dilema kehidupan. 

Atau mungkin tulisan ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk anak SMA yang sebentar lagi harus memilih jurusan kuliah yang akan menentukan karir di masa depan. Menjadi dokter, do you think it is worth for you?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun