Mohon tunggu...
Febby Maharani
Febby Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Topik kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gen Z Lemah, Apa yang Harus Mereka Lakukan?

4 Januari 2024   22:07 Diperbarui: 4 Januari 2024   22:09 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan tersebut sempit dan tidak memperhitungkan realita yang dihadapi Gen Z. Faktanya, semua generasi memiliki risiko yang sama untuk mengalami masalah kesehatan mental.

Mengingat Gen Z hidup di era internet, mencari informasi tentang kesehatan mental sangatlah mudah. Generasi sebelumnya mungkin juga pernah merasakan apa yang dirasakan Gen Z. Namun, mereka masih awam dengan istilah-istilah yang berhubungan dengan kesehatan mental seperti kecemasan, kelelahan, dan serangan panik.

Selain itu, saat COVID-19 muncul berdampak pada kesehatan mental generasi muda. Waktu yang biasanya dihabiskan untuk bertemu banyak orang, mencoba hal-hal baru, dan bertransisi dari anak-anak ke remaja dan dari remaja ke dewasa kini dihabiskan di rumah. Hal ini karena Situasi pandemi yang agak mencekam, terbatasnya interaksi tatap muka, banyaknya berita duka, dan ketidakpastian dalam segala hal dapat menimbulkan berbagai permasalahan psikologis 

bagi Gen Z.

Pengaruh media sosial pada kesehatan mental Gen Z

Media sosial dan Gen Z bagaikan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Salah satu dampak media sosial terhadap remaja adalah stres karena  tidak mampu memenuhi "standar" orang lain. Hal ini juga meningkatkan risiko masalah kesehatan mental bagi Gen Z. Oleh karena itu, penting untuk menyaring informasi yang beredar di Internet.

Harus berhati-hati saat berkomentar, memposting, atau berbagi informasi di dunia maya. Jika  mengalami masalah, berpikirlah dua kali sebelum membagikan apa pun di media sosial. Daripada mengeluh dan curhat di media sosial, lebih baik cari akar permasalahannya dan coba selesaikan dari situ.

Apa Itu Resiliensi? 

Resiliensi adalah sebagai kemampuan seseorang untuk pulih atau kembali ke keadaan normal setelah menghadapi tekanan, trauma, atau kesulitan. Ini bukan hanya tentang bagaimana kita menghadapi kesulitan, tetapi juga tentang bagaimana kita belajar, tumbuh, dan berkembang dari pengalaman tersebut. Resiliensi bukanlah sesuatu yang kita miliki sejak lahir tetapi sesuatu yang dapat kita kembangkan sepanjang hidup kita.

Sebagai contoh   bayangkan sebuah bola karet dilempar ke tanah. Tidak peduli seberapa keras Anda melempar bola, bola itu akan memantul kembali. Resiliensi mirip dengan sifat bola karet tersebut. Meskipun kita mungkin merasa tertekan atau patah hati karena suatu peristiwa, dengan resiliensi, kita memiliki kemampuan untuk "bangkit kembali" dan melanjutkan hidup dengan cara yang positif dan bermakna.

Namun, perlu diingat bahwa resiliensi bukan berarti seseorang harus selalu kuat dan tidak pernah menunjukkan emosi atau kelemahan. Sebaliknya, resiliensi berarti menyadari dan memahami perasaan dan emosi Anda dan menggunakan pengalaman ini sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Dengan kata lain, resiliensi bukan tentang menghindari kesulitan, tetapi tentang bagaimana kita merespons dan beradaptasi terhadap mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun