Mohon tunggu...
Febbfbrynt
Febbfbrynt Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dengan membaca kita masuk ke dunia baru, dengan menulis kita menciptakannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bapak, Eca Pulang

20 September 2023   06:19 Diperbarui: 24 September 2023   08:41 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Assalamu'alaikum, Pak ...."

"Wa'aikumussalam, Bu Guru? Ada apa?"

 Fahri tak sadar bahwa suara di seberang bernada sangat panik, karena dia tengah diterpa rasa bahagia saat melihat kotak ponsel di tangan untuk putri semata wayangnya.

Eca---putrinya, tidak pernah meminta ini itu padanya, tapi Fahri tahu bahwa Eca sangat menginginkan ponsel sebagaimana anak lain seusianya. Apalagi sekolahnya menjelang SMA.

Gadget itu adalah hasil kerja kerasnya menabung selama setengah tahun. Pekerjaannya adalah tukang bangunan gedung. Fahri sangat menanti saat sekarang, di mana dia membeli dan memberikannya kepada putrinya. Fahri ingin melihat reaksinya bahagianya.

"Pak Fahri ... bisakah hari ini bapak datang ke sekolah?"

Mendengar suara isak tangis guru Eca di seberang telepon, langkah Fahri berhenti. Senyum di wajahnya memudar dengan digantikan ekspresi serius yang tegang. "Ada apa, Bu Guru?"

"E-ca ... Pak ... putri Bapak bunuh diri."

Deg!

Seketika dunia Fahri runtuh. Telinganya berdengung keras. Ia menjatuhkan ponselnya dan ponsel baru di tangannya menatap kosong jalanan yang buram. Pupil matanya menyusut dengan wajah memutih pucat.


Tidak pernah terpikirkan oleh Fahri, putrinya satu-satunya, keluarga satu-satunya, yang selalu tersenyum ceria menyambutnya pulang di rumah, akan bunuh diri dengan melompat dari gedung sekolah.

~*~

Satu hari sebelumnya ....


"Eca, bapak kerja dulu ya."

Gadis berusia 15 tahun itu mengangguk semangat. "Iya, Pak! Hati-hati."

"Eca jangan lupa sarapan. Bapak udah siapin nasi sama gorengan di atas meja."

"Oke!" Eca mengacungkan jempol isyarat mengiyakan.

Fahri tersenyum dan mengusap kepala putrinya. "Assalamu'alaikum, Eca."

"Wa'alaikumussalam, Bapak!"

Setelah sosok Fahri sudah menghilang dari balik pintu, senyum di wajah Eca menghilang dan berangsur-angsur murung. Ia duduk di meja makan karena tak kuat berdiri. Saat menyingkap rok panjangnya, terlihatlah memar ungu di lutut dan betisnya.

Itu hanya luka kecil. Karena Eca sudah pernah merasakan luka yang lebih parah dari itu, yaitu ejekan menusuk tentang ibunya yang sudah meninggal.

Eca takut. Eca enggan pergi sekolah, tapi Eca tidak mau mengecewakan bapaknya jika tidak pergi belajar. Ia selalu mengingat wajah lelah bapaknya setiap pulang kerja, tapi ditutupi oleh senyum lembut.

Eca kemudian makan makanan itu dengan mata menangis berkaca-kaca. Seluruh tubuhnya masih sakit, tapi Eca harus sekuat mungkin menahan rasa sakit untuk menanggung rasa sakit lain di hari ini.

~*~

"Eca! Ada apa sama kamu?! Kenapa baju kamu kotor?!"

Eca menegang mendengar suara itu. Dia berbalik dan mendapati wali kelasnya menghampiri dengan cemas.

Eca memaksakan senyum kaku sembari menyembunyikan rasa panik di matanya. "Eca gak sengaja jatuh di lapangan tadi hehe ..."

Ririn menatap tajam pipinya yang memar. Berkata serius saat mendapati mata Eca yang gemetar. "Jangan bohong sama ibu, Eca."

Ririn membawa Eca ke ruangannya dan membantu membersihkannya. Saat itulah Ririn menyadari banyak sekali luka memar ungu di tubuh muridnya itu yang dengan keras coba Eca tutupi, ia sangat terkejut.

" ... Eca?" Ririn sangat syok dan sempat menyangka bahwa yang melakukan semua itu adalah ayahnya sendiri. Tapi ia salah.

Eca menangis berlinang air mata karena tak bisa menutupi semua luka itu dari gurunya. Ia memegang tangan Ririn dengan memohon. "Bu ... Eca minta tolong untuk enggak kasih tau Bapak ... Eca gak mau bapak khawatir ... Eca gak mau bikin bapak repot lagi ...."

Melihatnya menangis begitu lepas dan memohon, Ririn langsung memeluk dan menenangkannya dengan hati masih terkejut. "Iya, Eca. Ibu gak akan kasih tau Bapak kamu."

Setelah melihat Eca tenang, Ririn menenangkan hatinya yang berdegup kencang. Ia bertanya hati-hati. "Eca? Apa temen-temen kamu yang ngelakuin ini?"

Eca terdiam dengan wajah pucat. Lalu gadis itu menggeleng tanpa berkata apa-apa. Bibir mungilnya yang memutih terkatup rapat, seolah sekuat mungkin mengunci agar tidak bersuara sepatah kata pun.

Ririn tak sekali menyaksikan perundungan selama jadi guru di sekolah ini, tapi tidak ada guru yang bertindak seolah berpura-pura tidak tahu. Lalu dirinya yang memergoki, menghukum mereka, hanya saja mereka tak pernah jera dan semakin menjadi merundung siswa lain.

Tapi tak pernah Ririn duga bahwa salah satu murid kelasnya yang baik dan patuh, menjadi sasaran perundungan.

Saat Ririn mulai bertindak untuk membicarakan ini dengan guru lain, keesokan harinya menjadi hari peringatan langsung untuk para guru yang tidak peduli dan para siswa yang membully.

~*~

Hari itu hari sabtu. Para siswa berlalu lalang di lapangan. Ada yang tengah berolahraga, bermain bola, atau hanya lewat dari kantin untuk kembali ke kelas. Dari banyaknya orang, tidak ada yang menyadari sosok kurus yang berdiri di atas balkon sekolah.

Sampai sosok itu jatuh mendarat menimbulkan suara tidak terlalu keras, tapi membuat jeritan histeris datang dari segala arah. Beberapa murid pingsan menyaksikan secara langsung di depannya seorang gadis jatuh dari langit dan mendarat dengan genangan darah.

Adegan mengerikan itu menempel di benak para murid dan guru yang hadir. Tapi tidak ada yang mengerti perasaan gadis malang itu yang mati menyedihkan.

Saat Fahri tiba di sekolah yang ramai polisi itu, dia sudah seperti manusia tanpa nyawa. Seluruh wajahnya memucat putih. Terlebih saat melihat jenazah putrinya yang berlumuran darah tengah di masukan ke dalam ambulans. Tenggorokannya seolah tercekik. Matanya yang masih dengan penuh ketidakpercayaan berlinang air mata tanpa henti.


"Nak ... apa salah bapakmu sampai kamu ninggalin bapak ...."

Istrinya pergi karena penyakit, dan dia tidak bisa menanggung biayanya sehingga di tahan di rumah sakit sampai meninggal. Lalu putri kesayangannya, putri satu-satunya tempat dia pulang ikut pergi meninggalkannya dengan cara mengerikan.

Saat sebuah fakta dari guru Eca terpaparkan, Fahri menyalahkan dirinya sendiri dan merasa sangat marah.

Ternyata putrinya di bully begitu lama. Fahri tidak tahu. Ia pergi pagi dan pulang malam bekerja keras tanpa sempat memerhatikan putrinya. Fahri menangis keras saat melihat banyak luka di sekujur tubuh Eca. Fakta lainnya adalah Eca mengalami bipolar. Fahri terpukul keras sehingga menangis di luar ruangan jenazah sehari semalam.

Putrinya berpulang tanpa pamit. Putrinya yang selalu berekspresi seolah baik baik saja ternyata mengalami rasa sakit yang begitu parah. Ia menahannya sendirian. Betapa mengerikannya perasaan itu.

Fahri ta kuasa menahan tangis lagi saat membaca buku harian putrinya di rumah.

Bapak ... maafin Eca ya yang selalu bikin bapak repot. Eca sedih ngeliat bapak gak pernah berhenti kerja dan nyari makan buat Eca. Eca gak mau bikin bapak kesusahan lagi.

Eca sakit, Pak. Eca selalu dikatain dan disakitin. Apa salah Eca? Padahal Eca udah baik sama mereka. Eca cuma pingin punya temen. Gak enak banget sendirian.

Eca gak kuat lagi. Eca pingin ikut ibu. Eca gak bisa nahan rasa sakit lagi. Mereka gak pernah peduli sama Eca. Mereka jahat sama Eca. Eca bakal laporin mereka ke Allah kalo Eca pulang nanti.

Maafin Eca, Bapak. Eca sayang banget sama Bapak. Bapak gak perlu kerja cape-cape lagi buat makan dan bayaran sekolah Eca. Eca pergi yaa... Bapak, Eca Pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun