Diandra berjalan kebelakang pohon besar yang ada di belakang kursi taman tersebut. Di belakang sana, Diandra terlunglai hingga akhirnya ia jatuh terbaring di sana. Diandra semakin larut dalam tangisannya, dan waktu yang diberi tahukan oleh Mila pun habis. Perlahan-lahan, tubuh Diandra mengecil kembali, kedua tangan dan kakinya menyusut, dan kembalilah Diandra menjadi seekor burung yang tengah tersedu-sedu dalam tangisan. Mila datang menjemput Diandra yang sudah menjadi seekor burung. Diandra sangat larut dalam tangisannya.
“Din, ayo kita naik ke atas.”
“kamu tidak tahu, Mil. Anaknya sangat cantik, pasti karena istrinya yang juga cantik.” Diandra terus menangis.
“iya-iya aku tahu. Nanti kita lanjutkan di atas, ayo.”
“tidak, Mil. Aku sudah tidak bisa terbang lagi.”
“sayapmu masih utuh, jangan mengada-ngada.”
“memang masih ada, tapi kamu tiak tahu, sayapku sudah patah. Aku tak akan bisa terbang lagi.”
Awan seketika mendung sehingga langit nampak semakin gelap. Bulan tak terlihat lagi. Di taman itu, ada kisah yang bercerita tentang penantian dan kesetiaan. Namun hanya dengan waktu, semua akan terjawab.
Mila meraih tubuh Diandra dan memeluknya dengan sangat erat. Sementara Diandra tak akan pernah tahu lagi untuk apa sayap-sayap ini berada di tubuhnya.