Mohon tunggu...
Fahrizal A.Z Mursalin
Fahrizal A.Z Mursalin Mohon Tunggu... -

Little boy, who desperately want to make books. Mmm, Like a writer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Sayap-sayap yang Patah

9 Desember 2013   08:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:09 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak terasa Diandra sudah larut dalam tangisan. Sayap-sayap kecilnya perlahan-lahan berubah menjadi sekujur lengan yang panjang. Kaki-kaki kecilnya memanjang, paruhnya menjadi sebuah bibir manis yang kecil, rambutnya memangjang juga, dan kemudian berubahlah Diandra menjadi seorang manusia kembali. Anehnya, Diandra tetap menggunakan pakaiian yang sama saat terakhir kali ia berubah menjadi seekor burung. Diandra mengangkat kedua tangannya, memegang rambutnya dan meraba-raba bagian tubuhnya. Seolah tidak percaya, semuanya berhasil.

Diandra masih duduk di kursi, ia melihat ke sekitar. Tidak ada siapa-siapa, taman ini sudah sangat sepi. Maklumlah, ini sudah pukul sembilan malam. Diandra melihat seorang pria tengah berjalan sambil menundukkan kepalanya di depan sana. Diandra mengamati pria tersebut, wajahnya sangat murung. Rambutnya berantakan. Pria itu seperti dalam masalah. Astaga! Betapa terkejutnya Diandra ketika meninggat bahwa pria itulah yang sedang ia cari. Diandra beridri berusaha mendekat.

“hei..” Diandra menyapa duluan.

“oh, hei.” Pria itu melihat Diandra dengan asing. “kamu, perempuan yang selalu duduk di kursi itu, kan?” ia menunjuk ke arah kursi yang baru saja duduki oleh Diandra.

Diandra berbalik ke arah kursi tersebut. “oh, iya. Aku suka kursi itu.”

“apa yang kau lakukan di sini sendirian?”

“hmm, tidak. Aku suka berjalan-jalan di sini jika malam. Udaranya sejuk.” Suara Diandra terdengar gugup.

Pria itu mengangguk. “kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?” Diandra bertanya.

“aku..,” pria itu terbata. “aku sedang ada masalah dirumah.”

“oh, itu sudah biasa. Orang tua terkadang tidak mengerti dengan apa yang kita inginkan.”

“orang tua? Bu-bukan. Bukan orang tua. Ini masalah aku dan, istriku. Aku sedang bertengkar di rumah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun