Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Arjuna Nganggur

6 Agustus 2024   15:16 Diperbarui: 6 Agustus 2024   18:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemuda stres mencari kerja. (dokpri)

Arjuna, si sarjana pengangguran fresh graduate. Ijazah masih harum mengkilat.  Bermodal kemeja lusuh dan CV hasil ngeprint di fotokopi sebelah kosnya, Arjuna melamar kerja.  

"Selamat datang di PT Mencari Cinta Sejati," sapa resepsionis dengan senyum terlatih. Arjuna balas senyum tak terlatih. Kecut. Sambil nyeletuk di hati, "Merasa kek Arjuna Mencari Cinta, tapi ini versi Arjuna Mencari Kerja. Pengangguran kerja, pengangguran cinta; sama rasa. Njirr!"

Di ruang tunggu, Arjuna mengamati para pelamar lain. Kemeja rapi, sepatu kinclong, parfum semerbak. Semua murahan sama seperti dirinya. Arjuna miris melihat mereka adalah melihat dirinya. Menghakimi diri. O realita hidup yang penuh racun hati.

"Ffuhh... Fffuh..., baik-baiklah pada diri. Sayangi, cintai, lemah lembutlah pada diri. Ffuuh... Ffuhhh..." Arjuna mantrakan ucapan itu dalam hati.

"Arjuna, silakan masuk," panggil seorang wanita dengan setelan ketat. HRD, pikir Arjuna.

Arjuna masuk dengan langkah mantap, pura-pura percaya diri. Padahal jantungnya berdebar seperti Arjuna menemukan cinta kerja sejati.

"Jadi, Anda lulusan universitas terbaik? IPK cum laude?" tanya si HRD sambil menatap Arjuna dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Arjuna mengangguk. Pertanyaan itu dulu melambungkan jiwanya. Kini tak lagi. Usai dinaikkan, ia harus segera siapin kasur. Biar tak sakit saat dibanting. 

"Pengalaman kerja?" tanya si HRD lagi.

Arjuna terdiam. Inilah momen dibanting. Pengalaman kerja? Nol besar. Kecuali pengalaman jadi tukang bersih-bersih kamar kos sendiri.

"Baiklah, Arjuna. Terima kasih sudah datang. Kami akan menghubungi Anda jika ada kabar baik," ucap si HRD dengan senyum manis yang terasa pahit bagi Arjuna. Senyumnya kek nenek sihir, celetuk hatinya.

Arjuna keluar dari gedung dengan langkah gontai. Pertualangan mencari kerja telah menggerogoti kepercayaan dirinya. Harga dirinya. Di hadapan HRD, ia merasa diploroti harga dirinya. Dirinya tercap; tidak berkualitas!

Selama ini, selama kuliah, di rumah, di kos, di lingkungan rumah, di sosial masyarakat, di dalam pangkuan negeri , dan bahkan di hdapan semestra raya penuh cinta, ia merasa pemuda baik-baik saja. Tapi tidak di depan HRD. HRD serasa penyihir pemakan jiwa. Jiwanya langsung lemah. "O, terkutuklah para HRD!" serapah Arjuna dalam hati.

Arjuna pulang ke kos dengan pikiran dan jiwa lelah. Busuk, sakit, pingin ngeluh, dan ngumpat. Tapi ngeluh, ngumpat ke siapa? Ke pacar? Gak terima pacarnya. Bukan tong sampah dan psikolog, katanya.  Ke keluarga? Malah dioloki. Emang enak cari kerja?

"Cari cari cari tuh kerja. Rasain tuh deritanya cari kerja?!" Semprot Kakaknya. Dulu Kakaknya Dewi pernah didamprat Arjuna karena sibuk kerja kerja kerja sampai-sampai orang tua sakit di RS tidak dibesuk. Alasannya lagi kerja, deadline laporan akhir bulan.  Arjuna marah besar pada Dewi. Lalu kini, Kakaknya punya momen tepat membalas Arjuna saat ia sibuk cari kerja.

Di kamar kosan sempitnya, Arjuna merenung. Lamaran ditolak lagi. Alasannya klasik: kurang pengalaman. Pengalaman dari mana? Kerja aja belum pernah.

Tiba-tiba, mata Arjuna tertuju pada iklan lowongan kerja di Instagram. "Dibutuhkan pegawai administrasi. Syarat: SKCK."

SKCK? Surat Keterangan Catatan Kepolisian. Arjuna garuk-garuk kepala. Punya catatan apa dia sama polisi? Paling pernah ditilang gara-gara nggak pakai helm.

Lupa ia lelah. Mendadak dapat semangat baru. Arjuna meluncur ke kantor polisi. Antrean mengular, bikin Arjuna pengen balik kanan bubar jalan. Tapi demi SKCK, Arjuna rela berkorban waktu dan tenaga.

Setelah dua jam menunggu, akhirnya Arjuna dipanggil. Seorang polisi dengan wajah sangar menatap Arjuna tajam.

"Mau bikin SKCK?" tanya polisi itu dengan suara berat.

"Betul, Pak," jawab Arjuna dengan suara agak gemetar.

"Syaratnya, bawa fotokopi KTP, KK, akta kelahiran, ijazah, surat keterangan sehat, surat rekomendasi dari RT/RW, surat keterangan belum menikah, pas foto, materai, dan... kartu BPJS," ucap polisi itu panjang lebar.

Arjuna melongo. BPJS Kesehatan? Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Untuk apa bikin SKCK harus punya BPJS? Emang mau operasi plastik? "Maaf, Pak. Saya belum punya BPJS," ucap Arjuna dengan nada memelas.

"Kalau begitu, belum bisa bikin SKCK," jawab polisi itu tegas. Arjuna keluar dari kantor polisi dengan langkah gontai. 

Mau kerja harus punya SKCK. Mau bikin SKCK harus punya BPJS. "Kampret!" tak tahan Arjuna memaki dalam hati.

BPJS. Empat huruf yang bikin kepala Arjuna makin pusing. Kartu kecil yang jadi syarat mutlak untuk mendapatkan kartu kecil lainnya bernama SKCK. Kartu-kartu lebih dibutuhkan daripada manusia. Sungguh berbahagia kartu-kartu. 

Arjuna mendatangi kantor BPJS terdekat. Antrean juga, seperti antrian bansos. Arjuna berdoa, semoga ia tidak termasuk golongan penerima bansos. Gak mau ia miskin. Tak kerja boleh, tapi miskin jangan. "Plis, Tuhan....!"

Setelah sejam menunggu, Arjuna akhirnya dipanggil. Seorang petugas dengan senyum ramah menyambut Arjuna. Senyum yang terlatih menyimpan masalah. Tetap tersenyum meski sedang melihat monster.

"Mau daftar BPJS?" tanya petugas itu dengan suara lembut.

"Iya, Kak," jawab Arjuna dengan nada penuh harap.

"Silakan isi formulir ini. Lampirkan fotokopi KTP, KK, akta kelahiran, NPWP, dan..." petugas itu berhenti sejenak, "... slip gaji tiga bulan terakhir jika ada." Arjuna ternganga.

NPWP? Slip gaji? Aku kan pengangguran. Mau dapat dari mana? Jual ginjal? "Maaf, Kak. Saya belum bekerja."

"Gak papa. NPWP aja."

"NPWP juga belum ada," ucap Arjuna dengan nada lirih.

"Kalau begitu, belum bisa daftar BPJS. Bikin NPWP dulu," jawab petugas itu dengan senyum yang kini terasa seperti tamparan.

Arjuna keluar dari kantor BPJS dengan langkah gontai. Arjuna merasa seperti hamster yang berlari dalam roda. Berputar-putar di tempat yang tak ke mana-mana. Mau kerja harus punya SKCK. Mau bikin SKCK harus punya BPJS. Mau punya BPJS harus ada NPWP. Capek, lelah, mendongkol ia. Mau ia berhenti berusaha. Tapi tak bisa. Bisa mati kelaparan ia di kos.

Arjuna tak menyerah. Pantang pulang sebelum dapat kerjaan. Walau cuma jadi tukang parkir, tukang sapu, atau tukang gali kubur. Yang penting halal. "Gayamu...," seperti ada suara ngejek di sudut lain hatinya. Mungkin suara orang-orang yang meremehkan yang tersimpan dalam bawah sadarnya.

Arjuna duduk di warung. Pesan es teh. Tak boleh pesan lain. Duit sekarat. Ia mulai berselancar lagi di internet. Instagram. Sebagai gen Z, ia biasa menggunakan Instagram. Tiktok buat hiburan. Semua cari di situ. Termasuk pacar.

Ia lihat banyak lowongan. Tapi persyaratannya bikin lemas. Bikin patah dirinya. Arjuna semakin frustrasi. 

***

Di kamar kos Arjuna. Dinding kusam, kasur tipis, kipas angin berderit. Seperti hidup Arjuna, serba kekurangan. Uang tabungan menipis. Perut keroncongan. Tagihan kosan sudah dua bulan belum bayar.

Arjuna merasa tercekik. Hidup menjadi kusut sejak harus cari kerja. Lamaran ditolak. Wawancara gagal. Diri seperti dibola pingpong, dipantulkan ke sana kemari oleh persyaratan birokrasi administrasi. Tak ada yang mau menangkapnya. Termasuk pacar, teman, dan keluarga.

Arjuna duduk di tepi kasur, menatap kosong ke arah dinding. Pikirannya melayang. Ke masa lalu, saat ia masih kuliah. Kuliah adalah masa-masa terbaik. Hepi selalu. Kongkow, ngegame, jalan-jalan, dan nonton film. Ke ruang kuliah, duduk saja. Gak datang it's ok, karena bisa titip absen. Tugas dan ujian kuliah, gampang. Karena bisa nyontek kawan.

"Apa salahku?" tanya Arjuna pada cicak di dinding.

"Ck ck ck ck...," Arjuna mendengar cicak seperti menyahut mengejek. "Dasar tak tahu diri," begitu Arjuna merasakan arti kata cicak.

"O, jadi guehh salah?! Jadi guehhhh gak bole bahagia selama kuliah? Jadi guehhhhhh kuliahhhh harus siapin skil buat kerja gituhhh? Eh, ituhh gue lagi kuliah, Monyet! Bukan lagi kursus pelatihan kerja? Elu ngerti gak sih, Nyet! Negara harusnya nyiapin lapangan pekerjaan seluas-luasnya buat kami-kami yang teraniaya  ini, tahu?! Ini semua salah Jokowi!" Arjuna berteriak-teriak sendiri.

Diambil karet, ditembak cicak itu. "Lu tahu apa sih, Nyet? Jadi orang yang solutip gitu napahh?!"

Arjuna merasa seperti orang gila. Ingin teriak, ingin menangis, ingin menghancurkan segalanya. Tapi ia kembali duduk di tepi kasur. Arjuna merasa putus asa. Arjuna merasa seperti orang bodoh. Belajar tinggi-tinggi, dapat gelar sarjana, tapi ujung-ujungnya nganggur dan putus asa dengan kenyataan hidup. Tambahan lagi seperti putus saraf. Brrrrrr......

Pagi itu, Arjuna bangun dengan mata sembab. Bukan karena habis nangis semalaman. Tapi karena kurang tidur, mikirin nasib.

Arjuna melihat pengumuman di Instagram. "Pemerintah membuka lowongan CPNS. Syarat: IPK minimal 3.00, SKCK, surat keterangan sehat, dan..." Arjuna terbahak. Pahit.

Dia punya IPK tinggi, tapi terganjal SKCK dan BPJS. Persyaratan yang tak masuk akal bagi pengangguran sepertinya. Itu baru dua persyaratan kelihatan diminta. Nanti entah apa lagi diminta syaratnya. Malas dia telusuri persyaratan CPNS. "Duluan banyak syarat, sebelum ikut tes. Padahal peluang lulus kecil selubang jarum. Njirr!"

"Harusnya Pemerintah itu kasih tes dulu. Kalo dah lulus baru penuhi persyaratan. Pasti semangat gue penuhi persyaratan administrasi! Gitu! Tul gak, Cak!" pada cicak Arjuna butuh validasi.

Arjuna merasa stres. Kepalanya sakit. Ia muak dengan birokrasi adminitrasi yang berbelit-belit. Muak dengan janji-janji manis pemerintah yang katanya membuka lapangan kerja seluas-luasnya tapi nyatanya sempit sesempit kamarnya.

Arjuna mengambil spidol merah. Dia menuliskan unek-uneknya di atas kertas karton bekas. Tulisan besar-besar, jelas, dan menohok. "Lulusan terbaik nganggur. Birokrasi administrasi bikin frustasi. Pemerintah katanya menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, tapi nyatanya menciptakan pengangguran seluas-luasnya!"

Arjuna keluar dari kamar kosnya. Dia berjalan menuju kantor DPRK kota. Di sana,  di depan pintu gerbang, dia mengalung karton protesnya. Orang-orang yang lewat berhenti sejenak. Membaca tulisan Arjuna. Ada yang tersenyum simpul, ada yang menggelengkan kepala, ada yang mengacungkan jempol.

Tak lama kemudian, petugas Satpol PP datang. Mereka meminta Arjuna pergi dan bawa kartonnya. Arjuna menolak. "Ini hak saya untuk menyampaikan aspirasi!" teriak Arjuna lantang.

Petugas Satpol PP mencoba menarik karton Arjuna. Arjuna melawan. Terjadi aksi dorong-mendorong. Arjuna terjatuh. Karton protesnya sobek. Dia bangkit lagi. Berteriak lagi. Melawan lagi.

Aksi Arjuna terekam kamera ponsel warga. Videonya jadi viral di media sosial. Arjuna menarik perhatian netizen. Dia stress. Tapi dianggap menyuarakan keputusasaan para pencari kerja. Terjebak persyaratan yang membunuh harga dirinya sebagai sarjana fresh graduate.

Pujian dan hujatan berseliweran di dunia maya untuk Arjuna. Tapi Arjuna tak peduli. Dia sudah stres dan muak. Media meliput. Wartawan mewawancarai. "HRD itu dungu! Fresh graduate masak diminta pengalaman kerja. Harusnya diminta pengalaman kuliah dan ijazah dong! Pemerintah juga ngapain banyakin sarjana, kalo ujungnya nyiptain pengangguran sarjana. Tutup kampus, alihkan jadi balai latihan kerja!"

Arjuna jadi selebriti dadakan. Pejabat pemerintah ketar-ketir. "Suara Arjuna harus dibungkam. Kasih dia pekerjaan!"

Tawaran pekerjaan berdatangan untuk Arjuna. Perusahaan-perusahaan besar berebut Arjuna. Tak lagi peduli pengalaman kerja. Aneh. Tapi tak apa-apa aneh, yang penting manis. Arjuna tersenyum. Dulu dicampakkan, kini diperebutkan. O, indahnya dunia. Dunia memang panggung stand up comedy.

Arjuna dapat pekerjaan. Ia disambut bak pahlawan. Karpet merah digelar, balon-balon beterbangan, spanduk ucapan selamat terpampang.  Arjuna telah memberi inspirasi banyak sarjana pengangguran. Kisahnya jadi pelajaran, bahwa untuk mendapatkan pekerjaan, kita harus viral dulu.

"Ck ck ck ck....," suara cicak terdengar lantang di kamar kos Arjuna yang tersenyum rebahan di kasur. (*)


(Banda Aceh, 6 Agustus 2024)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun