Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Pemancing dan Burung Kembara

25 Februari 2023   17:38 Diperbarui: 25 Februari 2023   20:49 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: A-Digit/istockphoto.com

Sang Pemancing manggut-manggut setuju. Ia benar-benar lega. Burung Kembara tidak menganggunya atau mau memakannya. Sang Pemancing sadar diri tentu kalah melawan Kembara yang besar itu.

Kini Sang Pemancing mengenalkan diri. Memposisikan merasa senasib dengan Kembara. "Aku setiap hari memancing di perkuliahan atau di medsos. Kulempar sepotong pernyataan pada mereka. Sebagian mereka menyadari yang kulempar sebagai apa, sebagian mengabaikan, sebagian segera menerkamnya tanpa menyadari sebagai apa. Namun, kebanyakan mereka menganggapku pengusik kesadaran, keyakinan, atau kemapanan."

Sang Pemancing ternyata sang Dosen. Pekerjaan mengajarkan cara melihat dunia tidak dengan mata telanjang. Pekerjaan mencetak pola pikir, memahami sudut pandang, atau cerdas memilah-milih kacamata memandang fenomena atau potongan dunia yang sedang atau telah berjalan. Pekerjaan berat. Jika mereka tidak mengerti, dan mereka yang hanya mengharapkan kesenangan dan kenyamanan serta kepraktisan dalam sepotong hidupnya, tentu menganggap sang Dosen adalah Pengganggu, sama seperti Burung Kembara.

Kembara sangat mengerti. Sang Dosen sedang memposisikan diri senasib dengan dirinya. Terasing, sendiri, dan sulit dimengerti. Namun, apakah sang Dosen telah mengerti dan menyadari apa keinginan terdalam dirinya? Burung Kembara telah melihat keinginan terdalam sang Dosen yang berbahaya dan sedang mencoba memakannya secara halus.

Sang Burung memandang langit biru. Angin berhembus mendirikan bulu-bulunya. Sementara sang pemancing memandang laut biru dengan riak-riaknya mengoyang halus kapal. Meski keduanya diayun riak, masing-masing dalam posisi teguh. Tampak tenang dan menikmati kedirian mereka. Kapal seperti berdansa dipermainkan riak dan mereka menikmati. Hal-hal luar yang tampak menganggu ketenangan, pada taraf tertentu sebenarnya masih bisa dinikmati.

Sang Burung Kembara membentang sayapnya yang mencapai dua meter lebih. "Kecepatan sayapku saat menerkam bisa 200mil/perjam. Jika terbang aku tak banyak mengepak, hanya melayang. Tenaga hanya kukerahkan saat menerkam mangsa. Mangsa meski jauh dan tersembunyi, mampu kujangkau dengan ketajaman mataku." Burung Kembara menyampaikan kebesaran dan kekuatannya.

Sang Dosen mengerti maksud sang Kembara. Menunjukkan diri kuat dan tak mudah terkalahkan oleh hal luar. Kekuatan besar telah dimiliki diri. Sang Kembara tentu sedang tidak memamerkan kekuatannya. Sang Dosen sudah paham itu. Hal-hal yang sudah dipahami atau diketahui bersama, tidak perlu disampaikan lagi. Jadi, apa yang dikatakan Sang Kembara dimaknai sang Dosen adalah sedang mau bertukar pikiran tentang kekuatan masing-masing dalam menghadapi gangguan luar diri.

Sang Dosen pun hendak menunjukkan kekuatannya menghadapi gangguan luar, bersamaan dengan pancingnya yang terlihat ditarik oleh laut. Sang Dosen menarik pancingannya. Tarik ulur. Santai dan menikmati.

"Kesabaranku bisa berjam-jam dalam memancing," sang Dosen bicara sambil terus menarik-ulur benang pancingannya.

"Aku hanya melempar pancingan dengan kalimat. Aku bisa menunggu dengan sabar mereka menerkam. Saat diterkam, saat itulah aku bermain tarik-ulur isi pikirannya. Mereka kadang marah dan tak sabaran. Aku tetap tenang. Aku bisa menaklukkannya."

Pancing yang sedang ditarik sang Dosen berhasil mendaratkan seekor ikan kerapu. Ia lepas mata kail dari ikan. Lalu melanjutkan perkataannya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun