Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah bila itu cahayamu. (Instagram/fazil.abdullah

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Siapakah Ia yang Memasuki Rumah Kami?

7 Januari 2023   13:45 Diperbarui: 24 Januari 2023   02:47 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu sembunyi di belakang pintu. Kamu jangan terlihat. Mama buka pintu dan keluar melihat-lihat. Pas kamu ada kesempatan, timpuk dia di tengkuknya pake teflon itu. Kamu siap?" kata Mama cepat. Masih cemas dan waspada.

Tak ada cemas menjalar padaku.

Perasaanku telah datar. Kesadaranku tidak pernah penuh lagi atas kenyataan. Akhirnya, aku tidak pernah selalu responsif. Aku divonis psikiater mengalami depersonalisasi-derealisasi (DD); mati rasa. Penjelasan singkatnya begitu.

Setengah sadarku menduga itu Ayah. Mantan suami Mama. Mantan ayahku.

Mama membuka pintu. Pelan. "Siapa di luar? Jangan macam-... " belum selesai Mama memperingatkan, suaranya terpotong. Dibekap. Terdengar pisau jatuh ke lantai. Didorong menggeser menjauh.

"Jangan ribut. Jangan teriak. Ini aku!" suara lelaki, seperti mendesis. Mama didesak masuk ke dalam rumah. Meronta tangan Mama yang dikunci ke belakang tubuhnya.

Lelaki itu berjaket kulit hitam, memakai celana jins. Ada bau tak sedap mengudara.  Bau alkoholkah? Aku tak tahu. Aku belum mengenal itu.

Lelaki itu menutup daun pintu dengan kakinya. Jika ia melihatku, terpaksa kuhantam hidung mukanya. Namun, ia tidak melihatku di belakang pintu. Aku pun dengan leluasa mengayungkan penggoreng ke tengkuknya dengan tepat. Tenngggg! Bunyinya bergetar di tanganku.

Ia ambruk ke lantai. Sisi kiri tubuhnya duluan. Untung bukan mukanya jatuh duluan.

Mama terlepas dari cengkraman lelaki itu. Mama masih mematung. Masih syok. Menatapku nanar.

"Matikah ia?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun