"Adek juga, Ayah."
"Iya, sini kertasnya." Awalnya aku buatkan mereka dua kapal lalu tambah minta dua kapal lagi. Setelah jadi, aku kecup kening keduanya.
"Udah, ya. Ayah mau ngobrol sama Kakek."
Aku duduk lagi samping mertuaku yang sedang menonton televisi. Di beberapa daerah berita banjir dan satu berita air bah yang menghantam tiga desa. Kuseruput kopi meski masih panas.
"Jadi, apa tanda-tandanya, Abu?" tanyaku melanjutkan obrolan yang terputus tadi.
"Penebangan hutan, Nak. Tak pernah berhenti-henti di hulu sungai. Makin meluas terus berkali-kali lipat luasnya dari kota kita."
Aku bergidik. Juga kagum. Mertuaku punya pengetahuan situasi akan sekitar. Aku tahunya urusan sekolah, siswa, dan Biologi.
"Bagaimana Abu bisa tahu tambah meluas?"
Mertuaku ini pensiunan pegawai pemerintah. Pernah menjadi kepala dinas di kota ini. Hari-hari kini kegiatannya ikut pengajian, rapat di keluharan, acara masyarakat, nonton, baca. Dia ada kegiatan selalu. Sehat jiwa raga.
Ia ambil tabletnya. Disuruh aku merapat padanya. Dibuka aplikasi google map.
"Ketikkan nama kota kita. Nanti Abu tunjukkan lokasi penebangan yang meluas itu."