Merasa digandeng, kemudian Hafidz melepaskan tangan tersebut.
"Maksud ustadz apa? Hafidz ngga paham.. Ustadz jawab dulu pertanyaan Hafidz." Ucapnya penuh dengan penekanan dengan wajah yang sudah memerah dan mata yang berkaca-kaca.
"Ayahmu fidz.....ayahmu meninggal tadi sebelum waktu ashar" Ucapnya ustadz Hafidz sembari meneteskan air mata dan memeluk Hafidz.
Seketika Hafidz mematung, dunia Hafidz seakan hancur. Pandangan nya menerawang kejadian yang telah ia lalui bersama ayahnya, Hafidz meneteskan air mata, melepas pelukan ustadz Rizal dan berlari sekencang kencang nya menuju gerbang utama pondok pesantren.
Ustadz Rizal yang melihat reaksi Hafidz langsung mengejar Hafidz dan menarik tangan nya.
"Sadar fidz, ayo kita pulang naik motor ustadz. Kamu jangan ber lari-lari seperti ini, Bagamana jika kamu celaka? " Ucap ustadz Rizal menegur Hafidz karena khawatir.
"Kamu tunggu disini, jangan kemana mana ustadz mau ambil motor dan mengantar kamu pulang" Tambahnya.
Hafidz menunggu di pinggir jalan sambil meneteskan air mata, ia tak menyangka bahwa ayahnya akan pergi secepat ini meninggalkan ibu, Hafidz dan juga kak Wihdah. Pikiran nya sedari tadi melayang mengingat pesan-pesan ayahnya, keinginan ayahnya, harapan ayahnya kepada Hafidz. Semua Hafidz ingat dan tak kuasa membendung air matanya, air matanya terus menetes tanpa henti.
Ustadz Rizal muncul dengan sepeda motornya, kemudian Hafidz naik di belakang ustadz Rizal.
Di tengah perjalanan, Hafidz bertanya pada ustadz Rizal. Apa yang membuat ayahnya meninggal? Bukankah ustadz Rizal dan ayahnya kemarin baru saja saling memberi kabar dan akan menjenguk Hafidz esok lusa. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa Allah mengatur rencana lain. Ustadz Rizal menjawab bahwa Ayah Hafidz meninggal karena sudah waktunya. Ayah Hafidz meninggal dengan keadaan sehat dan duduk di bangku depan rumah. Ketika ibu Hafidz memanggil untuk bersiap ke masjid tiba-tiba Ayah Hafidz sudah terkapar di lantai dengan keadaan tak bernyawa. Hal itu sangatlah membuat ibunya terpukul, karena kenyataan nya ibu Hafidz baru saja berbincang beberapa menit yang lalu, dan beberapa menit kemudian suaminya telah meninggal dunia.
Mendengar perkataan ustadz Rizal, tidak bisa dibayangkan berapa sedihnya kini hati ibunya. Membuat hati Hafidz semakin sakit dan sedih. Tetapi ia tidak boleh memperlihatkan kesedihan itu, ia harus menghibur ibunya dengan mengatakan kata-kata yang membuat ibunya tenang.
Sesampainya di rumah, dilihatnya rumah Hafidz telah ramai dengan banyak orang. Bendera kuning terpasang di depan rumahnya. Hafidz segera masuk dan menemui ibunya, dilihatnya ibunya sedang menangis di samping jasad ayahnya dengan keadaan pucat, mata sembab, lemas tak berdaya. Hafidz mendekat, memeluk ibunya. Ibunya yang menyadari kedatangan Hafidz langsung membalas pelukan tersebut dan kembali menangis sesenggukan.
" Fidz, ayahmu fidz. Dia meninggalkan kita bertiga. "Ucap ibunya sedikit berbisik di telinga Hafidz dan meneteskan air mata.