biaya, volume produksi, dan laba. CVP analysis membantu perusahaan untuk memahami bagaimana perubahan dalam volume produksi dan penjualan akan memengaruhi laba bersih.
Cost-Volume-Profit (CVP) analysis adalah teknik dalam manajemen keuangan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antaraDalam CVP analysis, terdapat beberapa komponen utama:
1. Biaya Tetap (Fixed Costs)
Ini adalah biaya-biaya yang tetap atau konstan tidak peduli sejauh mana volume produksi atau penjualan. Contohnya, sewa pabrik atau biaya gaji manajemen.
2. Biaya Variabel (Variable Costs)
Ini adalah biaya-biaya yang berubah sejalan dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Contohnya, bahan baku dan tenaga kerja langsung.
3. Harga Jual Satuan (Selling Price per Unit)
Harga yang dikenakan kepada pelanggan untuk setiap unit produk atau jasa.
4. Volume Produksi dan Penjualan (Sales Volume)
Jumlah unit produk atau jasa yang dihasilkan dan dijual oleh perusahaan.
5. Laba Bersih (Net Income)
Keuntungan atau laba yang diperoleh oleh perusahaan setelah memperhitungkan biaya tetap, biaya variabel, dan volume penjualan.
CVP analysis memungkinkan perusahaan untuk menghitung titik impas (break-even point), yaitu tingkat produksi atau penjualan di mana laba bersih menjadi nol. Analisis ini juga membantu perusahaan dalam membuat keputusan tentang penetapan harga, merencanakan keuntungan, dan mengevaluasi efisiensi operasional.
CVP analysis dapat digunakan oleh berbagai jenis perusahaan dan industri untuk membantu manajemen dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan biaya, volume, dan laba.
Dalam konteks bisnis dimsum, berikut adalah penerapan analisis CVP:
1. Volume Penjualan
Analisis CVP pada bisnis dimsum akan mempertimbangkan seberapa banyak dimsum yang harus dijual untuk mencapai titik impas (break-even point) atau mencapai laba target. Ini melibatkan jumlah dimsum yang harus terjual dalam satu periode tertentu.
2. Harga Jual
Penting untuk menentukan harga jual yang tepat untuk dimsum. Analisis CVP akan mempertimbangkan berapa harga jual per unit dimsum dan bagaimana perubahan harga tersebut akan memengaruhi laba.
3. Biaya Produksi
Termasuk di dalamnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik, dan biaya produksi lainnya. Analisis CVP akan mengidentifikasi biaya-biaya ini dan bagaimana biaya tersebut berubah seiring dengan volume produksi.
4. Margin Kontribusi
Margin kontribusi adalah selisih antara harga jual dan biaya variabel per unit dimsum. Analisis CVP akan membantu dalam menghitung margin kontribusi ini. Margin kontribusi digunakan untuk menutupi biaya tetap dan mencapai laba.
5. Titik Impas (Break-even Point)
Analisis CVP akan mengidentifikasi titik dimana total pendapatan akan setara dengan total biaya (biaya variabel + biaya tetap), sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian atau laba. Dalam konteks bisnis dimsum, ini adalah jumlah dimsum yang harus dijual untuk mencapai titik impas.
6. Margin Laba
Setelah mencapai titik impas, setiap penjualan dimsum di atasnya akan berkontribusi pada margin laba. Analisis CVP membantu dalam mengidentifikasi sejauh mana peningkatan volume penjualan dapat memengaruhi laba bersih.
Dengan analisis CVP, pemilik bisnis dimsum dapat merencanakan strategi penetapan harga, produksi, dan penjualan yang lebih efisien. Mereka juga dapat mengukur risiko dan potensi keuntungan sebelum mengambil keputusan penting dalam bisnis dimsum. Dengan pemahaman yang baik tentang hubungan antara biaya, volume penjualan, dan laba, pemilik bisnis dapat mengelola bisnis mereka secara lebih efektif.
Contoh angka rencana bisnis dimsum:
1. Cost-Volume-Profit (CVP) Analysis:
Biaya produksi seporsi dimsum adalah Rp12.500 dan harga jualnya adalah Rp 20.000. Jika rencana penjualan untuk satu bulan adalah 1.000 porsi, maka:
- Pendapatan Total = 1.000 x Rp 20.000 = Rp 20.000.000
- Biaya Total = 1,000 x Rp 12.500 = Rp 12.500.000
- Laba Kotor = Pendapatan Total - Biaya Total = Rp 20.000.000 - Rp 12.500.000 = Rp 7.500.000
2. Sensitivity Analysis:
Untuk analisis sensitivitas, kita asumsikan variasi dalam harga jual dimsum . Jika harga jual naik menjadi Rp 22.500 per porsi, maka laba kotor akan menjadi:
- Pendapatan Total = 1.000 x Rp 12.500 = Rp 22.500.000
- Biaya Total = 1.000 x Rp 12.500 = Rp 12.500.000
- Laba Kotor = Rp 22.500.000 - Rp 12.500.000 = Rp 10.000.000
Jadi, perubahan harga jual sebesar Rp 2.500 per porsi akan meningkatkan laba kotor sebesar Rp 2.500.000.
3. Margin of Safety:
Jika rencana penjualan bulanan adalah 1.000 porsi dimsum dan titik impas adalah 850 porsi dimsum, maka margin of safety adalah:
Margin of Safety = Rencana Penjualan - Titik Impas = 1.000 - 850 = 150 porsi
Artinya, perusahaan memiliki keamanan sebesar 150 porsi dimsum sebelum mencapai titik impas.
4. Target Profit:
Jika perusahaan ingin mencapai laba bersih sebesar Rp 15.000.000 per bulan, maka kita dapat menggunakan rumus berikut:
Target Profit = (Biaya Tetap + Target Laba) / Kontribusi Margin per Unit
- Biaya Tetap = Rp 9.500.000
- Target Laba = Rp 15.000.000
Kontribusi Margin  = Harga Jual - Biaya Variabel
Kontribusi Margin = Rp 20.000 - Rp 12.500 = Rp 7.500
Target Profit = (Rp 9.500.000 + Rp 15.000.000) / Rp 7.500 = 2.866,67 porsi
Jadi, perusahaan perlu menjual sekitar 2.867 porsi untuk mencapai laba bersih sebesar Rp 15.000.000.
5. Break-Even Point (BEP) Analysis:
Titik impas (BEP) adalah saat laba kotor sama dengan nol. Dengan harga jual Rp 20.000 per porsi dan biaya variabel Rp 12.500 per porsi, titik impasnya adalah:
BEP (dalam unit) = Biaya Tetap / Kontribusi Margin per Unit
BEP (dalam unit) = Rp 9.500.000 / Rp 12.500 = 1.266,67 porsi
Jadi, perusahaan harus menjual sekitar 1.267 porsi untuk mencapai titik impas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H