Mohon tunggu...
FAYAKUNARTO
FAYAKUNARTO Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Mercu Buana

NIM : 55522120033 - Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 1 Pemeriksaan Pajak - Diskursus Serat Tripama untuk Audit Kepatuhan Pajak Warga Negara - Prof. Apollo

19 April 2024   17:42 Diperbarui: 19 April 2024   18:42 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang dimaksud dengan Serat Tripama ?

Menurut Setyawan et al. (2021), serat mengandung ajaran moral sebagai panduan bertindak masyarakat disebut dengan istilah sastra piwulang. Sastra piwulang atau sering disebut sebagai sastra niti atau sastra wulang yang artinya sastra yang bernilai dan berfungsi untuk memberikan pelajaran. Jenis sastra ini dihasilkan pada masa sejarah Jawa baru atau seputar abad ke- 18. 

Banyak jenis sastra piwulang yang berkembang di masyarakat dan sampai sekarang keberadaannya masih eksis menjadi tuntunan masyarakat di lingkungan kraton, beberapa diantaranya adalah Serat Wulangreh, Serat Wedhatama, Serat Centhini, Serat Wulangputri, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Dalem Warna-warni, Serat Joko Lodhang, Serat Sastra Gendhing, dan masih banyak yang lainnya. Selian itu terdapat Serat Tripama dimana didalamnya terdapat Ketiga tokoh pewayangan yang disebutkan, yaitu Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna. Dari ketiga tokoh tersebut, dua diantaranya merupakan tokoh dari kalangan antagonis. Raden Kumbakarna merupakan adik dari Rahwana, simbol angkara murka dalam epos Ramayana dan merupakan musuh dari Prabu Ramawijaya. Adipati Karna walaupun merupakan anak titisan dari Bathara Surya dan Ibu Kunti, akan tetapi dalam epos Mahabharata berpihak pada Kurawa.

Serat Tripama merupakan karya sastra berbentuk tembang macapat, pupuh dhandanggula yang berjumlah tujuh bait. Tripama diterbitkan pertama kali dalam kumpulan karya KGPAA Mangkunegara IV, jilid III tahun 1927. Serat tripama berisi ajaran keprajuritan, tiga tokoh pawayangaan yang ditampilkan sebagai teladan pada masanya (Wardhani & Muhadjir, 2017). Menurut Sigit, (2020), Serat Tripama karya KGPAA Mangkunagara IV berisi ajaran yang masih relevan diterapkan pada masa sekarang. Nilai- nilai karakter tidak bisa lepas dari budaya bangsa Indonesia. Warisan budaya pada masa lalu banyak yang memuat nilai karakter. Pewarisan nilai karakter di dalam budaya perlu dilakukan supaya dapat di kaji, dipahami, dimengerti dan dapat diterapkan isinya sehingga memiliki manfaat untuk kehidupan sekarang. Dengan demikian diharapkan nilai-nilai karakter di dalam budaya dapat dijadikan benteng terhadap fenomena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Serat ini ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV dengan tujuan agar dijadikan sebagai panutan dan sumber inspirasi untuk diambil suri tauladanya. Nilai-nilai dalam Serat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV tersebut dirasa perlu untuk dimunculkan kembali dan dilestarikan sebagai teladan untuk memperbaiki moral bangsa (Wardhani & Muhadjir, 2017). Menurut Sigit (2020), Serat Tripama merupakan naskah yang hanya terdiri dari satu pupuh yaitu dhandhanggula dengan tujuh bait. Serat Tripama berisi tentang ajaran nilai-nilai karakter luhur yang dimiliki oleh tiga tokoh pewayangan; Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna.

Menurut Setiyadi et al. (2019), Tembang macapat yang dibacakan yang ditemukan dalam "Serat Tripama" memiliki arti 'tiga perumpamaan'. Ada tiga tokoh utama dalam cerita Ramayana dan Mahabharata sebagai simbol heroik yang disarankan model yang baik dari etnis Jawa, terutama para prajurit yang memiliki tugas untuk menyelamatkan bangsa. Tiga karakter utama yaitu Pertama, Suwanda adalah menteri utama di kerajaan Magada, yang nama Rajanya adalah Arjuna Sasrabahu. Cerita ini diambil dari bagian cerita Ramayana. Untuk memahami cerita, pembaca harus mengetahui plot cerita. Suwanda yang merupakan putra seorang pendeta di Padepokan Argasekar ingin melamar menjadi menteri utama. Raja menguji calon ketua menteri untuk mengikuti kontes hadiah yang dilakukan di Mahespati. Dia perlu menunjukkan guna 'kepintaran, kekuatan supranatural', kaya 'kreatif, produktif', dan purune 'kesetiaan' terhadap Raja dan bangsa.

 

Dhandhanggula

 I 

  • Yogyanira kang para prajurit,
  • lamun bisa samya anuladha,
  • kadya nguni caritane,
  • handelira Sang Prabu,
  • Sasrabahu hing Mahespati,
  • aran Patih Suwanda,
  • lelabuhanipun,
  • kang ginelung triprakara,
  • guna, kaya, purune kang denantepi,
  • nuhoni trah utama. ..................................

 (K.G.P.A.A. Mangkunagara IV)

 

Kita dapat mengambil contoh sikap dari ketiga tokoh dalam "Serat Tripama". Beberapa contoh yang patut kita ambil seperti yang dijelaskan oleh Handayani et al. (2020) dalam penelitiannya yaitu :

Mengambil Contoh dari Sikap Patih Suwanda sebagai Abdi Dalem

Baris pertama dan kedua Serat Tripama mencerminkan nilai nasionalisme yang dilakukan oleh Patih Suwanda. KGPAA Mangkunegara IV menggambarkan Patih Suwanda sebagai tokoh dengan patriotisme dan nasionalisme tinggi, terutama terhadap raja, Prabu Arjuna Sasrabahu yang memegang tahta Kerajaan Maespati. Posisi Suwanda sebagai patih (perdana menteri) benar-benar berkaitan dengan tugas-tugas penting dalam kaitannya dengan kerajaan. Hal ini sejalan dengan Serat Tripama yang menyebutkan tiga ciri utama Patih Suwanda, yaitu guna, kaya, dan purun.

Guna berarti nilai guna bagi bangsa. Ini menyiratkan bahwa pelayan atau orang harus memiliki nilai guna bagi bangsa mereka. Nilai ini dapat merujuk pada prestasi, keunggulan, nilai tambah, atau potensi mereka yang digunakan untuk mencerminkan kredit pada bangsa.

Kaya diwakili dalam baris berikut: kaya sayektinipun | duk bantu prang Manggada nagri | Amboyong Putri Dhomas | Katur Ratunipun. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik kaya muncul ketika Suwanda menyumbangkan dirinya untuk berperang melawan Negeri Mangganda. Ia berhasil mendapatkan kekayaan Mangganda dan sang putri, Dewi Citrawati. Namun, prestasi itu didedikasikan untuk Rajanya, Prabu Arjuna Sasrabahu. Ini menyiratkan bahwa Suwanda menunjukkan tanggung jawabnya terhadap bangsa dan raja.Tanggung jawab dianggap sebagai kemampuan untuk menanggapi atau menjawab. Ini berarti bahwa tanggung jawab berorientasi pada orang lain dengan memperhatikan dan secara aktif memberikan tanggapan atas kebutuhan mereka. Dalam konteks ini, Suwanda memenuhi kesediaan dan permintaan bangsa. Oleh karena itu, Serat Tripama memberitahu pembaca tentang pentingnya tanggung jawab.

Purun berarti 'bersedia'. Ini berkaitan dengan bersedia memenuhi kewajiban dan melayani bangsa. Suwanda rela mengorbankan nyawanya demi membela negaranya dari ancaman musuh. Orang-orang bangsa harus memiliki intensi dan kemauan begitu bangsa membutuhkannya. Niat dan kemauan ini dianggap sebagai realisasi ketundukan kepada bangsa.

Mengambil Contoh dari Kumbakarna, Sang Satriya dari Ngalengka 

Karakter Kumbakarna diambil dari cerita wayang Ramayana. Diceritakan tentang perjalanan Prabu Ramawijaya dan Dewi Shinta. Raden Kumbakarna adalah putra dari pasangan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Dia adalah adik dari Rahwana, Raja Ngalengka dan saudara kandung lainnya dari Wisrawa dan Sukesi, termasuk Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana. Kumbakarna suka tidur dan makan. Sementara dia adalah raksasa, dia memiliki jiwa ksatria. Hal ini tercermin dari tindakannya yang terus-menerus menentang keputusan saudaranya, Rahwana, karena terus-menerus melakukan kekerasan brutal. Ia lebih memilih untuk menengahi dan menghindari tinggal di Keraton Ngalengka.

KGPAA Mangkunegara IV memilih karakter Kumbakarna sebagai contoh yang baik dalam Serat Tripama karena Kumbakarna memiliki nasionalisme dan kecintaan yang tinggi terhadap bangsa. Deskripsi Kumbakarna sebagai contoh nasionalisme yang baik menunjukkan tidak pantas bagi sebagian orang mengingat Kumbakarna adalah raksasa. Selain itu, ia juga merupakan deskripsi tentang keinginan aluwamah (keinginan yang berkaitan dengan kebutuhan makan dan tidur). Namun, KGPAA Mangkunegara IV melanggar persepsi negatif itu dengan mewakili sisi baik Kumbakarna sebagai patriot sejati. Dalam konteks ini, KGPAA Mangkunegara IV menggunakan pendekatan dekonstruksi sastra untuk menggambarkan Kumbakarna dalam Serat Tripama.

Dalam kesehariannya, Kumbakarna selalu mengambil keputusan agais Rahwana. Rahwana adalah deskripsi kemarahan dan keserakahan. Rahwana suka menekan negara-negara kecil, untuk membuat mereka menjadi tanah bayangan dan menjadikan putri putri boyongan (putri pecundang). Dalam menggunakan kekuatannya, Rahwana selalu bertindak sewenang-wenang tanpa ampun. Karakteristik dan tindakannya ditentang oleh Kumbakarna. Kumbakarna sering bertentangan dengan Rahwana, terutama ketika Rahwana menculik Dewi Sinta. Kumbakarna berusaha memberi nasihat kepada Rahwana, tetapi Rahwana menolaknya. Akibatnya, Kumbakarna memilih untuk menengahi dan mengisolasi dirinya. Hal ini dicatat dalam kutipan berikut ... | duk wiwit prang Ngalengka | Denpasar Darbe Atur | Mring Raka Amrih Raharja | Dasamuka tan keguh ing atur yekti | Dene Mungsuh Wanara|. Kutipan sebelumnya menjelaskan bahwa ketika perang di Ngalengka terjadi, Kumbakarna menyarankan Rahwana untuk membebaskan Dewi Sinta, tetapi Rahwana sangat tidak setuju. Akibatnya, perang antara Ngalengka dan pasukan kera terjadi.

Nasionalisme Kumbakarna diwakili ketika Kumbakarna pergi ke medan perang untuk berperang melawan pasukan kera demi tanahnya. Tekadnya hanya untuk mempertahankan tanahnya, Alengka. Hal ini disebabkan bahwa Alengka adalah tempat di mana leluhurnya tinggal, tinggal, dan meninggal. Tekadnya gigih mengingat ia memilih mati di medan perang untuk mempertahankan tanahnya daripada melihat tanahnya dirusak oleh orang asing, pasukan kera dari Gua Kiskendha.

Tindakan Kumbakarka seperti yang diwakili sebelumnya harus diambil sebagai contoh membela bangsa. Selama menjadi raksasa, ia tetap mempertahankan karakteristik yang baik, yaitu mencintai bangsa dan tanah kelahiran. Dia benar-benar sadar bahwa semua keluarganya tinggal, hidup, tumbuh, dan meninggal di tanah Alengka. Hal ini membuatnya tidak mengizinkan pasukan kera dari Gua Kiskendha merusak tanahnya. Ketika perang Alangeka dan Prabu Ramawijaya terjadi, Kumbakarna tidak mati-. Dia mati di medan perang sebagai patriot yang membela bangsanya.

 

Mengambil Contoh dari Adipati Karna, Sang Senopati dari Kurusetra Battlefield 

Adipati Karna Basusena memiliki nama lain, Suryasaputra, karena ia adalah putra Bathara Surya dan Dewi Kunthi. Nama Karna adalah karena cara kelahirannya yang bukan dari rahim ibunya melainkan telinga. Karna dirawat oleh pekathik (pengantin pria) di Negeri Astina. Ketika ia tumbuh dewasa, Karna dipromosikan sebagai Adipati (gelar bangsawan tinggi) di Kadipaten (daerah di bawah Kerajaan atau Kraton) Ngawangga. Karena keterampilan dan kekuatannya, Sang Kurupati atau Raja Ngastina mempromosikan Karna menjadi senopati agung (komandan besar) saat ia berperang melawan Pandawa di medan perang Kurusetra. Namun, hatinya sedang berkonflik, entah di satu sisi ia mendapat posisi yang baik sebagai senopati agung Kurawa, dan di sisi lain ia harus berjuang melawan ibu dan saudara-saudaranya. Dalam Serat Tripama, KGPAA Mangkunegara IV menggambarkan Karna sebagai orang yang ingin membalas budi Duryudana. Karna sadar bahwa ia mendapat pengakuan dan posisi sebagai Adipati karena bantuan Duryudana.

Kegilaan Karna terhadap Duryudana dan Kerajaan Ngastina harus diambil sebagai contoh untuk kehidupan sekarang. Sebagai abdi bangsa, Karna menjalankan tugasnya sesuai janji yang diberikan saat ditetapkan sebagai adipati. Karna sadar bahwa janji seorang ksatria adalah final dan dia harus menepatinya. Seorang ksatria yang melanggar janji, akan kehilangan jiwa ksatrianya dan tidak cocok sebagai seorang ksatria.

Dari penjelasan diatas kita bisa mengambil contoh dari tiga tokoh dalam Serat Tripama. Pertama, Patih Suwanda, yaitu dengan ciri utama guna, kaya, dan purun yang merupakah lambang kegagahberanian. Kedua, Kumbakarka harus diambil sebagai contoh membela bangsa sebagai bentuk cinta tanah air. Dan ketiga, Karna orang yang ingin membalas budi Duryudana sebagai lambang kesetiaan, keteguhan dan komitmen.

 

Apa yang dimaksud dengan Audit Kepatuhan Pajak ?

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi

Menurut KBBI definisi kata audit adalah 1 pemeriksaan pembukuan tentang keuangan (perusahaan, bank, dan sebagainya) secara berkala; 2 pengujian efektivitas keluar masuknya uang dan penilaian kewajaran laporan yang dihasilkannya. Secara sederhana audit adalah pemeriksaan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif clan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan menurut Kristanto (2022), Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Lebih lanjut menurut Harjo (2019), sesuai dengan pengertian pemeriksaan yakni adanya serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, maka berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak akan ditertibkan suatu Surat Ketetapan Pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi Kurang Bayar (SKPKB), Lebih Bayar (SKPLB), atau Nihil (SKPN).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan jika Audit Kepatuhan Pajak adalah Serangkaian kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

 

Kenapa perlu ada Audit Kepatuhan Pajak ?

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kemudian menurut Supriatiningsih & Darwis, (2020), Berdasarkan UU KUP pasal 29 ayat (1) menyatakan Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Lebih lanjut menurut Harjo, 2019), tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, Keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Pemeriksaan terhadap:

  • SPT Lebih bayar
  • SPT Rugi
  • SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak tepat waktu
  • SPT dengan kriteria seleksi DJP
  • Indikasi kewajiban perpajakan selain SPT tidak dipenuhi

 

Lebih lanjut menurut Kristanto (2022), Tujuan Pemeriksaan Pajak dalam melakukan pemeriksaan pajak, Dirjen pajak punya dua tujuan. Pertama, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan kedua, untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk tujuan pertama, pemeriksaan  pajak dilakukan dalam hal:

  • Wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
  • Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pendahuluan kelebihan pengembalian pajak.
  • Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.
  • Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran.
  • Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran,atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau
  • Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

 

Untuk tujuan kedua, pemeriksaan pajak dilakukan dalam hal:

  • Pemberian NPWP secara jabatan.
  • Penghapusan NPWP.
  • Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP.
  • Wajib pajak mengajukan keberatan.
  • Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
  • Pencocokan data dan atau alat keterangan.
  • Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.
  • Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
  • Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
  • Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
  • Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

 

Dari penjelasan di atas secara umum audit kepatuhan pajak perlu dilakukan untuk menguji wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan perundang-undangan. Selain itu dengan adanya audit kepatuhan pajak terhadap warga negara atau wajib pajak dapat membantu pemerintah memaksimalkan potensi penerimaan pajak dari wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak dan penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau penggelapan pajak. Praktik penghindaran pajak di dorong oleh beberapa hal seperti Thin capitalization, Transfer pricing aggressiveness, Income shifting, Multinationality, dan Tax haven. Oleh sebab itu perlu dilakukan audit kepatuhan pajak agar praktik penghindaran pajak dapat ditekan dan wajib pajak dapat menjadi lebih patuh dalam menjalankan perpajakannya.

 

Bagaimana Serat Tripama diterapkan untuk Audit Kepatuhan Pajak ?

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi

Dari tiga tokoh dalam Serat Tripama seperti yang disebutkan sebelumnya yakni Pertama, Patih Suwanda, yaitu dengan ciri utama guna, kaya, dan purun yang merupakah lambang kegagahberanian. Kedua, Kumbakarna harus diambil sebagai contoh membela bangsa sebagai bentuk cinta tanah air. Dan ketiga, Karna orang yang ingin membalas budi Duryudana sebagai lambang kesetiaan, keteguhan dan komitmen. Ketiga sikap dari tokoh yang menjadi tauladan dalam serat tripama perlu diterapkan dalam audit kepatuhan pajak warga negara. Audit Kepatuhan Pajak merupkan serangkaian kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam menjalankan proses pemeriksaan kepatuhan terhadap wajib pajak dalam hal ini adalah warga negara, DJP sebagai pihak yang memiliki wewenang menjalankan proses tersebut dapat mengadopsi sikap ketiga tokoh sebagai panutan dalam melakukan proses audit.

 

Kegagahberanian Patih Suwanda dalam Audit Kepatuhan Pajak

Tiga utama ciri Patih Suwanda adalah guna, kaya, dan purun. Guna dapat mengandung arti keberhasilan dalam prestasi, keunggulan, nilai tambah, atau potensi. DJP harus punya keunggulan dalam menggali potensi wajib pajak untuk memberikan nilai tambah yang dapat berguna untuk bangsa dan negara. Semua harus dijalankan dengan aturan yang jelas dan tegas dan dilakukan dengan gagah berani bagaikan akan bertempur di medan perang. Karena mengali potensi pajak dari wajib pajak yang tidak patuh adalah perjuangan yang perlu dilakukan untuk negara yang akan berakhir pada kemakmuran rakyat. Hal yang di perjuangkan tersebut tentu akan berguna bagi bangsa dan negara. Namun memang diperlukan aturan yang tegas dan jelas dalam menjalankan proses audit pajak. Selain itu negara juga perlu menerapkan aturan yang berani dalam memberantas korupsi agar hasil dari penggalian potensi pajak dari proses audit pajak tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian hasil dari penggalian potensi pajak dari warga negara melalui proses audit kepatuhan pajak dapat digunakan sesuai tujuan pajak yaitu kemakmuran rakyat.

Ciri lain dari Patih Suwanda adalah Kaya, yaitu dengan menyumbangkan dirinya. Dalam hal ini pegawai DJP harus mempunyai ciri "kaya", kaya dalam arti hatinya Ikhlas dalam menjalankan tugas melakukan proses audit yang sesuai dengan ketentuan yang tegas dan jelas. Keikhlasan hati merupakan ciri kekayaan yang tidak terlihat, namun sebenarnya ada. Dengan mengali potensi dari wajib pajak melalui proses pemeriksaan kepatuhan pajak menjadi tanggung jawab yang di emban oleh DJP. DJP harus bertanggung jawab dengan hati yang kaya (Ikhlas) dalamm menjalankan tugas dan tidak mempermainkan aturan yang berlaku. Serat Tripama memberitahu pembaca tentang pentingnya tanggung jawab.

Selanjutnya ciri lain Patih Suwanda adalah Purun berarti 'bersedia'. Ini berkaitan dengan bersedia memenuhi kewajiban dan melayani bangsa. Dalam hal audit kepatuhan pajak, DJP mempunyai kewajiban untuk melakukan hal tersebut untuk melayani bangsa. Pegawai DJP harus bersedia memenuhi kewajiban dalam melayani bangsa melalui audit kepatuhan pajak untuk menggali potensi pajak dari wajib pajak atau warga negara. Hal tersebut harus dilakukan untuk tujuan kemakmuran rakyat yang merupakan akhir dari melayani bangsa.

 

Membela bangsa sebagai bentuk cinta tanah air - Raden Kumbakarna

Potensi pajak yang digali melalui proses pemeriksaan kepatuhan pajak warga negara harus didasarkan atas rasa cinta tanah air dalam membela bangsa. Dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan proses audit kepatuhan pajak, pihak fiskus harus memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Sehingga dia dapat menahan diri dari bujuk rayu pihak terperiksa untuk meringankan temuan audit.

Nasionalisme Kumbakarna diwakili ketika Kumbakarna pergi ke medan perang untuk berperang melawan pasukan kera demi tanahnya. Tekadnya hanya untuk mempertahankan tanahnya, Alengka. Hal ini disebabkan bahwa Alengka adalah tempat di mana leluhurnya tinggal, tinggal, dan meninggal. Tekadnya gigih mengingat ia memilih mati di medan perang untuk mempertahankan tanahnya daripada melihat tanahnya dirusak oleh orang asing, pasukan kera dari Gua Kiskendha. Sikap nasionalisme Kumbakarna tersebut harus dapat menjadi panutan bagi fiskus dalam menggali potensi pajak yang dapat di ibaratkan sebuah perang. Sikap megesampingkan kepentingan pribadi adalah bentuk rasa cinta tanah air.

Karna orang yang ingin membalas budi Duryudana sebagai lambang kesetiaan, keteguhan dan komitmen.

Karna sebenarnya tokoh yang berada dalam posisi yang sulit. Sebab ia orang baik yang berada di pihak yang salah. Namun ada hal yang dapat menjadi panutan yaitu sikap balas budinya, yang melambangkan kesetiaan, keteguhan, dan komitmen. Sama seperti halnya fiskus yang melakukan penggalian potensi pajak melalui proses pemeriksaan pajak dan menghasilkan penerimaan bagi negara. Namun, terkadang hasil penerimaan pajak itu di salahgunakan oleh oknum atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan hanya memanfaatkan hal tersebut untuk kepentingan pribadi. Namun karena kesetiaan, keteguhan, dan komitmen karna dalam membalas budi pada serat tripama hal-hal negatif di singkirkan dan hanya ditekankan sikap-sikap positif yaitu kesetiaan, keteguhan, dan komitmen yang dapat dijadikan sebagai panutan. Fiskus dalam hal ini perlu memiliki sikap kesetiaan, keteguhan, dan komitmen dalam menjalankan audit kepatuhan pajak pada warga negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

Serat Tripama merupakan teladan yang dapat kita jadikan panutan yang berasal dari kearifan lokal. Dimana dalam serat tersebut kita bisa menerapkan sikap Gagah Berani seperti Patih Suwanda, Berjiwa Nasionalisme seperti Raden Kumbakarna, dan sikap Setia, Teguh, dan Komitmen seperti Adipati Karna. Nilai-nilai moral dalam tiga tokoh pada Serat Tripama dapat di adopsi untuk menjalankan proses audit kepatuhan pajak.

Citasi :

Handayani, S., Sumarwati, S., & Setiawan, B. (2020). Strengthening Nationalism Value and Nationality Spirit of Young Generation using Media Serat Tripama. European Union Digital Library. https://doi.org/10.4108/eai.2-11-2019.2294715

Harjo, D. (2019). Perpajakan Indonesia sebagai Mata Perkuliahan di Perguruan Tinggi (Edisi Ke-2). Mitra Wacana Media.

Kristanto, S. B. (2022). Perencanaan dan Pemeriksaan Pajak. Ukrida Press.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan.

Setiyadi, D., Hersulastuti, H., & Widayanti, S. (2019). The Concept of Nationalism and Patriotism in Javanese Culture in Text of "Serat Tripama." European Union Digital Library. https://doi.org/10.4108/eai.21-12-2018.2282790

Setyawan, B. W., Mulyaningtyas, R., & Rohmadi, M. (2021). Representasi Karakter Bela Negara Dalam Serat Tripama Sebagai Sarana Pendidikan Karakter Kepada Siswa. Estetika: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 3(1), 1--11. https://doi.org/10.36379/estetika.v3i1.147

Sigit. (2020). Nilai-Nilai Budi Pekerti Dalam Serat Tripama Karya Mangkunagara Iv Sebagai Sarana Pendidikan Karakter. Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah Dan Budaya., 21(1), 51--62. https://doi.org/10.52829/pw.278

Supriatiningsih, & Darwis, H. (2020). Perpajakan I. Mujahid Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Wardhani, N. W., & Muhadjir, N. (2017). Pendidikan Karakter Dalam Serat Tripama Karya Mangkunegara IV. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, 5(2), 187--198. https://doi.org/10.21831/jppfa.v5i2.15696

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun