“Aku sangat lelah, semua energi seakan lenyap sudah. Bukan masuk angin atau nggreges. Ini semacam... ah, mengapa pula aku membahasnya. Perasaan ini tak baik di pelihara, tak ada yang tahu kapan seseorang mati. Lagipula itu bukan urusanku, bukan urusan manusia. Saat ini aku merasa senang dan bersyukur karena alam rupanya tak lupa padaku. Ia seolah telah memilihku, untuk kuperkenalkan pada mereka di bawah sana. Selanjutnya keliling Indonesia. Dan tugas akhir itu? Aku pasti akan menyelesaikannya. Pasti! Hanya tidak sekarang....Ah, Fajar. Kau baru menampakkan diri, aku sampai bosan menunggumu. Kau seperti namaku.”
Aku duduk termenung, tubuhku menggigil dan pikiran itu menyembar-nyambar mencari muaranya. Dengan cepat kusambar kunci motor, dan kunyalakan megapro, menuju rumah sakit. Sial, umpatku dalam hati.
Dan hujan itu tetap menyertaiku dalam perjalanan.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H