Semenjak viralnya kasus bunuh diri seorang mahasiswi asal Universitas Brawijaya, perhatian pada isu bunuh diri di Indonesia semakin meningkat. Â Bunuh diri adalah tindakan seseorang yang mengakhiri kehidupannya sendiri. Peristiwa ini biasanya rekat dengan masalah kesehatan mental yang dapat terjadi pada siapapun, tanpa memandang status sosial. Maka dari itu, merupakan upaya yang baik apabila kita mengenali ciri-ciri orang beresiko melakukan bunuh diri agar dapat segera mengambil tindakan.
WHO menyatakan bahwa kasus kematian akibat bunuh diri terhitung lebih dari 800.000 kematian per tahun atau 1 kematian setiap 40 detik. Padahal, data di atas belum termasuk angka percobaan bunuh diri. Di negara Indonesia, bunuh diri sendiri merupakan masalah serius. Terdapat sekitar 9.000 orang meninggal akibat bunuh diri di setiap tahunnya.
Perlu diketahui, bahwa bunuh diri dapat dicegah. Tidak masalah jika kita berbicara tentang bunuh diri. Bertanya tentang bunuh diri tidak akan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Malah, seringkali itu mengurangi kecemasan, dan membuat seseorang merasa dipahami.
Fakta Tentang Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan isu yang paling sulit dilacak dan diprediksi hingga hari ini. Bunuh diri terjadi dua kali lipat lebih tinggi pada pria daripada wanita di Indonesia maupun dunia. Negara dengan penghasilan yang rendah hingga menengah mencapai tingkat bunuh diri sebesar 77%, dan sebesar 60% yang melakukan bunuh diri tidak akan mencari bantuan. Bahkan, kebanyakan pelaku bunuh diri sudah melakukan kontak dengan perawatan kesehatan.Â
Penyebab Upaya Bunuh Diri
Terdapat dua kondisi psikologis utama yang menyebabkan seseorang ingin melakukan bunuh diri, yaitu menganggap diri sendiri sebagai beban bagi orang lain, perasaan tidak terhubung dengan orang lain, memiliki gambaran diri dan emosi negatif yang berasal dari anggapan ketidakberdayaan dirinya berdampak pada orang lain, dan merasa tidak dapat mengendalikan kehidupannya.
Orang yang Beresiko Melakukan Bunuh Diri
Resiko percobaan bunuh diri lebih tinggi pada mereka yang pernah menjadi korban pemerkosaan, pelecehan, masalah alkohol atau narkoba, pernah ikut berperang, menderita sakit kronis, terisolasi dari kehidupan sosial, kekerasan fisik atau mental sehingga menyebabkan traumatis atau perudungan, bahkan mereka yang mendapat tekanan emosional yang parah, seperti kehilangan orang yang sangat dicintainya. Kondisi ekonomi juga meningkatkan ide dan perilaku bunuh diri.
Berikut beberapa gangguan mental yang dapat meningkatkan resiko bunuh diri seseorang: Depresi Berat (biasanya memiliki ciri perasaan putus asa, tidak memiliki minat dan motivasi hidup, dan suasana hati buruk), Gangguan Bipolar (penderita akan mudah mengalami perubahan suasana hati secara drastis, misalnya merasa sangat bergembira padahal sebelumnya sedih), Gangguan Kepribadian Ambang atau Borderline Personality Disorder (mengalami ketidakstabilan emosi dan sulit berkegiatan sosial), Skizofrenia (penderita sulit percaya pada orang lain atau paranoid, halusinasi, dan memiliki perilaku aneh), Gangguan Adiksi (ketergantungan pada rokok, alkohol, narkoba, seks, dan game), dan Anoreksia Nervosa (merasa dirinya gendut sehingga melakukan upaya penurunan berat badan secara ekstrim, seperti diet ekstrem atau meminum obat berlebihan).
Orang yang pernah melukai diri sendiri atau mungkin melakukan percobaan bunuh diri dapat dijadikan oleh seseorang sebagai landasan untuk aksi selanjutnya. Upaya bunuh diri di masa lalu dapat menjadikan seseorang lebih terbiasa dengan rasa sakit sehingga menjadi tidak takut untuk melakukan aksi bunuh diri.
Ciri-Ciri Orang Berpikiran untuk Melakukan Bunuh Diri
Tidak semua orang yang berpotensi melakukan bunuh diri memiliki ciri khusus. Sebab itu, diperlukan kepekaan pada keadaan sekitar dari keluarga, sahabat, teman dekat maupun orang lain, untuk melakukan pencegahan sedini mungkin. Pada umumnya seseorang yang berpotensi melakukan percobaan bunuh diri menunjukkan beberapa ciri yang dapat dikenali.
Mengancam orang lain Ia akan melakukan bunuh diri atau dapat pula mengatakan sesuatu, seperti "Kurasa tak akan ada yang merasa kehilangan diriku apabila aku pergi", "Sepertinya orang-orang akan senang apabila aku menghilang", "Semua masalahku akan hilang jika aku pergi dari dunia ini.", atau "Aku tidak akan merasakan rasa sakit lagi di kehidupan selanjutnya".
Memberikan ucapan perpisahan selamat tinggal, terlihat murung dan gelisah, kehilangan minat dalam melakukan apa yang biasanya Ia sukai, kesulitan untuk tidur atau tidur sepanjang waktu, merasa bersalah atau tidak berdaya, atau memberikan harta benda berharga, seperti menulis surat wasiat kepada orang terdekat, seperti keluarga, pasangan, sahabat, dan lainnya.
Selain itu, bunuh diri dapat dideteksi apabila seseorang yang menunjukkan satu atau lebih dari perilaku ini: keputusasaan, kemarahan, balas dendam, bertindak sembrono, perubahan suasana hati yang dramatis, merasa terjebak---seperti tidak ada jalan keluar, tidak memiliki tujuan dalam hidup, dan lebih sering menggunakan alkohol atau narkoba,
Orang yang akan melakukan bunuh diri juga biasanya mencari cara tentang bunuh diri di internet, kemudian Ia mencari akses ke alat atau tempat untuk bunuh diri, seperti meminum obat hingga overdosis, menenggak racun, tali tampar untuk gantung diri, cutter untuk self-harm, dan mungkin tempat sepi atau tempat tinggi untuk meloncat dari atas.
Namun, tidak semua orang yang memiliki ciri di atas
Pencegahan yang Bisa Dilakukan
Ketika menemukan orang dengan ciri-ciri di atas, Anda harus tetap tenang dan berhati-hati. Perlu untuk mencari waktu yang tepat atau mungkin tempat yang tenang untuk berusaha menjadi pendengar yang baik baginya, jangan hakimi atau menyalahkan apa yang sudah dia lakukan. Jangan tinggalkan dia sendirian apabila Anda merasa dia sedang dalam bahaya dan tawarkan bantuan kepadanya.
Tanyakan bagaimana perasaannya dan tunjukkan rasa kepedulian dan sayang dalam bentuk perkataan dan perbuatan. Katakan bahwa Anda hadir untuknya. Hindari pengabaian terhadap satu hal kecil pun yang munkin bagi Anda itu adalah perkara mudah dan kecil. Bila perlu jauhkan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri.
Anda dapat memulai percakapan dengan pembuka yang baik, misalnya
"Aku perhatikan, kamu sering terlihat sedih belakangan ini. Ada apa? Kalau mau cerita ke aku, boleh kok"
"Entah mengapa, belakangan ini aku khawatir dengan keadaan kamu. Bagaimana kabar kamu?"
Setelah topik pembicaraan mulai mengarah pada topik sebenarnya, coba ajukan pertanyaan terbuka, misalnya
"Apa kamu pernah menyakiti diri atau pernahkah muncul keinginan bunuh diri?"
"Bagaimana perasaan kamu setelah melakukannya?"
Jika Anda masih ragu, dapat Anda arahkan dia untuk pergi menghubungi sukarelawan terlatih, seperti konselor sebaya bagi mereka yang ingin curhat dengan orang yang seusia mereka. Apabila terkendala ekonomi, jangan khawatir sekarang sudah banyak layanan curhat online secara gratis di media sosial, seperti Manusia Asa dan Open Your Mind. Bagi mereka yang berkuliah di UNAIR ada layanan konseling gratis Airlangga Safe Space, yang mungkin juga terdapat wadah serupa di kampus Anda. Ada juga bisa mengusulkan untuk melakukan konseling psikolog online, seperti Biro Psikologi Empathy, Halodoc, dan Riliv.
Tak ada salahnya mengajaknya untuk mengikuti konseling kelompok agar dapat mendapatkan dukungan, tempat untuk berbagi, dan mencari solusi bersama. Selain itu, Anda dapat juga meminta dukungan dari keluarga dan teman dekat yang sekiranya dapat membantu daripada memperparah keadaan dengan bercerita apa yang dialami.
Perlahan, Anda perlu mengajaknya untuk pergi ke psikiater atau psikolog. Ada kemungkinan baginya untuk menolak karena takut dianggap gila, maka dari itu perlu Anda bujuk atau mungkin temani dia untuk bertemu profesional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI