Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jangan Ada "Sweeping" di Antara Kita Saat Bulan Ramadan

25 Mei 2018   20:40 Diperbarui: 25 Mei 2018   20:43 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS


Memang masih ada yang suka swepping warung makan saat siang hari di bulan Ramadan? Hmmmm saya sih belum pernah dengar beritanya, terlebih untuk bulan Ramadan 1439H tahun ini.

Dan setelah saya googling berita mengenai swepping warung makan di bulan Ramadan sudah lama sekali. Terakhir berita ini muncul di tahun 2016 yang dilakukan oleh ormas islam di daerah Pamekasan Madura.

Jadi kalau temanya THR kompasiana hari ini adalah pro dan kontra warung makan yang buka di bulan Ramadan, sepertinya sudah tidak terlalu relevan. Karena pada dasarnya kita semua sudah bisa menahan diri dan saling menghargai dan jauh dari pro dan kontra.

Atau justru, jangan-jangan saya yang tidak tahu bahwa ternyata masih ada ormas yang suka swepping warung makan?

Kalau saya pribadi tidak keberatan ada warung makan yang buka di bulan Ramadan, toh tidak ada juga larangan untuk jualan makanan di bulan Ramadan saat siang hari kan?

Memang kalau warung makan itu buka di siang hari kenapa? Toh mereka juga sudah sangat sadar dan akan menutupi seluruh jendela warung makan mereka dengan kain penutup agar yang berpuasa tidak tergoda. Sekalipun ada yang tergoda, saya yakin itu bukan salah warungnya.

Beberapa hari lalu saya menemani dua sejoli (suami-istri) untuk menghadiri acara buka bersama. Kami sengaja datang agak siang, agar tidak terjebak macet. Dan ternyata si Istri saat itu sedang berhalangan dan tidak berpuasa, jadilah kami mencari tempat makan untuk mengganjal perut.

Sebelumnya dua sejoli itu menanyakan apakah saya keberatan dan akan tergoda jika menemani mereka kerumah makan. Saya jawab, "Tidak sama sekali.."


Akhirnya saya menemani si Suami yang sedang puasa untuk menemani si Istri yang sedang memesan makanan.

Si Suami terlihat cuek, padahal di sekeliling kami ada beberapa tamu yang juga sedang makan siang, sementara saya pun sibuk mengambil foto tempat makan tersebut yang memang terlihat unik.

Saat makanan datang, saya biasa saja terlebih si suami yang malah sibuk menanyakan rasa spaghetti yang dipesan sang istri.

"Biasa aja, karakter masakan Eropa nggak ada rasa" Jawab si Istri, dan kami pun tersenyum kecut.

Jujur saya tidak kebayang, kalau semua warung makan dilarang untuk beroperasi siang hari. Bagaimana saudara-saudara kita yang sedang tidak berpuasa karena satu lain hal, atau saudara-saudara kita yang berbeda keyakinan?

Dengan menutup sebagian kaca dengan kain agar tidak terlihat dari luar, tidak makan di tempat umum dan memaksa orang untuk ikut makan, saya pikir tidak ada salahnya warung makan tersebut beroperasi di siang hari bulan Ramadan.

Trauma Swepping

Jujur cerita masa lalu mengenai swepping warung makan di bulan Ramadan, sedikit meninggalkan ingatan buruk di memori beberapa orang.

Si suami sempat bercerita, saat sedang mengajar ekskul fotografi di sekolah, ada anak muridnya yang bertanya.

"Kakak Muslim ya? Kalau siang hari di bulan Ramadan ada warung makanan yang buka nggak? Rupanya setelah lewat satu tahun ajaran, si murid baru sadar kalau gurunya seorang muslim.

Sekolah tempat mengajar si Suami memang kuat dengan pendidikan Katoliknya, bahkan di samping sekolah terdapat sebuah bangunan gereja yang cukup megah, jadi wajar kalau sebagian besar muridnya beragama Katolik. Mendapat pertanyaan seperti itu, si suami menjawab santai.

"Buka lah,...tadi saya habis dari Starbuck bertemu dengan klien, lalu menyelesaikan beberapa pekerjaan dan saya tetap puasa. Memang kacanya ditutupi dengan kain tapi mereka masih bisa melayani" Ujar si guru.


Hari terakhir masuk sekolah di tahun ajaran ini, seperti biasa ada tradisi potluck (membawa makanan untuk di makan bersama). Di saat semua murid di kelas menikmati makanan yang di bawa, si Suami tetap berada di dalam kelas berbicara ringan dengan beberapa murid.

Awalnya hampir semua murid sungkan untuk makan dihadapan gurunya yang muslim dan sedang berpuasa. Tapi setelah diyakinkan mereka akhirnya siang itu menikmati makanan bersama-sama.

Yang membuat haru adalah, saat jam pelajaran akan segera selesai, beberapa murid secara spontan menyisihkan makanan untuk guru mereka di sebuah kantong plastik berwarna putih.

"Ini bawa aja kak, untuk buka puasa.." Ujar seorang remaja tanggung berumur 13 tahun dengan matanya kecil dan senyumnya yang ramah.

Tidak perlu memaksa untuk menutup toko untuk memperlihatkan kita saling menghargai. Dengan 3 potong gorengan di sebuah plastik putih untuk si Guru, adalah bukti saling menghargai yang paling hakiki dan murni. Setidaknya menurut saya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun