Mohon tunggu...
FAUZY RAMADHAN
FAUZY RAMADHAN Mohon Tunggu... -

Penggagas dan penggerak Komunitas Mengedit Kota Jogja. Mahasiswa DKV Institut Seni Indonesia Yogyakarta angkatan 2013. Anggota Komunitas Pohon Antikorupsi Pelajar. Anggota Persahabatan Wartawan Cilik Yogyakarta. Salah satu penulis buku (1) Kesaktian Super Surat Kabar Versus Kerakusan Super Ganas Koruptor. (2) GKR Hemas dalam Bianglala Pelajar Indonesia. (3) Y. B. Mangunwijaya, Puspa Pena Anak Muda. \r\nTwitter: @ramarmn_\r\nFacebook: Fauzy Ramadhan\r\nInstagram: @ramarmn

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Implementasi Nilai Kehidupan Y. B. Mangunwijaya

5 April 2018   02:09 Diperbarui: 5 April 2018   04:25 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bentarabudaya.com

Sukmamu Laksana Bambu

"Nduk, kamu besok pagi pakdhe ajakin jadi bintang tamu yo?" Seru pakdhe. "Weh pakdhe... niku acara nopo? Wonten pundi?" Balas si Bambu Air. "Neng Gedung Harian Kompas, nduk. Acara komunitas e pakdhe. Yowes saiki gek mapan turu wes bengi iki sesuk dewe mangkat mruput soale." Perintah Pakdhe dengan nada berbisik. "Njih, sendiko dawuh, pakdhe." Jawab si Bambu Air.

Kira-kira seperti itu percakapan terakhirku dengan si Bambu Air pada malam menjelang tidur. Kemudian kami pun terlelap dengan suasana romantis, harmonis, eksotis, dan diselimuti kehangatan sepanjang malam.

***

Sebulan sebelumnya, terlihat sesosok anak muda sedang memunguti sampah di trotoar depan Monumen Serangan Oemum 1 Maret. Dikumpulkannya sampah-sampah itu lalu dimasukannya ke dalam bak sampah yang berada persis di samping tiang lampu penerangan jalan.

Dia sepertinya terlihat antusias, tak peduli dengan pandangan mata anak muda lain, tak punya urat malu untuk melakukan hal sepele yang mungkin saja dianggap kurang kerjaan bagi sebagian orang. "Jijik ah, jorok, bekas oranglain." Terdengar samar-samar di telinga anak muda itu ketika teman-temannya yang duduk di bangku trotoar sedikit mengomentari apa yang dia lakukan.

"Ayo pancal dab! Wes surup iki." Ajak salah satu teman. Akhirnya mereka pun kembali ke rumah dengan menggendong beberapa tas berisi kamera yang mereka gunakan untuk hunting foto tugas mata kuliah fotografi di lingkungan malioboro.

"Krik..krik..krikk...ungkong..ungkong." Gemercik suara saut-menyaut jangkrik dan kodok yang merdu menemani anak muda itu begadang. Dengan sarung melilit di leher dan secangkir kopi hangat, anak muda itu melanjutkan aktivitasnya menggambar seekor kucing di atas kertas tebal dan membuat origami seekor kucing dengan kertas lipat warna-warni. Suasana ruang tamu di sebuah basecamp komunitas itu terlihat sunyi.

Sesekali anak muda itu terlihat tergesah-gesah, gelisah, juga salah tingkah karena sepertinya ada pekerjaan lain menunggu untuk segera diselesaikan malam itu juga. Tiba-tiba saja hadir seorang teman dari ruang belakang dengan jaket tebalnya berkata "kami lagi bikin apa he? Sini aku bantuin." Kalimat tanya yang disertai senyuman itu merubah suasana menjadi lebih sore. "Wajah anak muda yang sebelumnya layu sedikit terobati dengan kehadiran malaikat tanpa sayap itu.

Hingga jam tangan menunjukkan pukul 02.00, mereka masih sibuk dengan  apa yang harus dikerjakan. Tak sampai beberapa lama, karya tugas seekor kucing tadi dan proposal permohonan donatur yang siang harinya harus diserahkan kepada yang terhormat pun akhirnya selesai juga. Proposal itu ibarat sebuah nyawa bagi kesuksesan acara bedah buku 'Menggambar Romo Mangun dari Samping Kanan'.

Sebuah kegiatan kreatif yang diselenggarakan oleh teman-teman komunitas Generasi Muda Penggemar Romo Mangun bekerjasama dengan Harian Kompas.

Beberapa minggu kemudian, selepas pulang dari kuliah, anak muda itu bergegas menuju basecamp komunitas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang bersangkutan dengan kematangan acara bedah buku. Namun, pada saat di perempatan tengah kota, tampak sesosok manusia kecil,yang berjalan tergopoh-gopoh dengan membawa setumpuk koran untuk dijajakannya.

Keringat yang membasahi tubuh manusia kecil itu, dan harapan besar yang terlihat pada kedua bola matanya yang suci tanpa dosa, membuat anak muda itu menaruh iba terhadapnya. Sedikit rezeki yang ada pada saku kemejanya dikeluarkanlah dan diberikannya kepada manusia kecil itu. Dengan mata yang berkaca-kaca, manusia kecil itu mengucapkan terimakasih dengan penuh kerendahan hati dan senyuman yang menenangkan jiwa.

Setelah semua persiapan yang dilakukan untuk acara bedah buku dianggap cukup, anak muda itu pun kembali ke rumah untuk melepaskan semua nikmat lelah yang telah Tuhan berikan pada hari itu.

***

Melihat matahari telah terbit di ufuk timur sana, kedua mataku mulai terbuka. Otot-otot yang menegang ini perlahan mulai aku regangkan dan nafas panjang aku tarik lalu kulepaskan seperti sebuah ketapel. "Selamat pagi Bambu Airku.. Ucuk-ucuk.. Tangi nduk sampun subuh. Gekndang pakpung, macak, gek tak bungkus e awakmu".

Perintahku kepada si Bambu Air. Akhirnya, pagi ini sampai juga pada hari H acara bedah buku 'Menggambar Romo Mangun dari Samping Kanan'. Setelah si Bambu Air yang aku anggap seperti ponakanku sendiri itu selesai aku bungkus rapi, aku pun bergegas mandi kemudian berangkat menuju gedung Harian Kompas dengan memasang raut muka semangat berharap agar menular kepada siapa saja yang melihatku.

Setelah sampai di gedung Harian kompas dan bertemu dengan teman-teman panitia bedah buku, salah satu temanku ternyata melihat anak muda itu sedang mempersiapkan diri untuk menjadi narasumber pada acara tersebut. Terlihat anak muda itu sedang mempelajari materi acara sembari meletakkan sebuah tanaman hias sejenis bambu air nan cantik di meja narasumber sebagai hiasan panggung selama acara berlangsung.

Ya............. Dialah aku. Seorang anak muda. Seorang mahasiswa biasa yang tidak ingin hanya menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja. Aku hanyalah seorang mahasiswa biasa yang ditunjuk oleh teman-teman komunitas untuk mewakili mereka juga mewakili generasi muda dalam menyampaikan nilai-nilai yang Romo Mangun tanamkan semenjak beliau masih hidup di dunia ini.

Bersama dengan tokoh-tokoh senior, sebut saja Romo Kirdjito, beliau merupakan sahabat Romo Mangun. Kemudian juga bersama dengan mas Arie Sudjito yang merupakan sosiolog dari UGM. Mas Ado Bintoro sendiri selaku penulis dari buku 'Menggambar Romo Mangun dari Samping Kanan' yang pernah merasakan langsung bagaimana 2 tahun hidup bersama Romo Mangun "Sang Lampu 900 Watt", juga ditemani oleh mas Pras selaku moderator acara.

Pada saat acara bedah buku berlangsung, kami sebagai narasumber saling berbagi pengalaman dan pendapat kepada peserta mengenai ajaran-ajaran kebaikan yang diwariskan Romo Mangun kepada kita semua menurut pandangan masing-masing dari kami.

Pada salah satu isi buku tersebut, Romo Mangun berpesan kepada mas Bin, "Bin, berusahalah selagi kamu mau dan mampu! Jangan malu dan ragu, walaupun ada hambatan dan rintangan! Walaupun hanya pikiran dan tanganmu yang tersisa." Kutipan kalimat super yang menggetarkan hati setiap insan yang meresapinya itulah yang menjadi acuanku dalam penyampaian pendapat dan pengalamanku selama mengenal sosok Romo Mangun meskipun kami tidak berada dalam satu zaman kehidupan. 

Sebelumnya, aku hanyalah seorang mahasiswa biasa yang belum begitu mengenal sosok Romo Mangun. Namun, beberapa bulan mempersiapkan acara tersebut, kami... Aku dan teman-teman komunitas, berusaha mengenal lebih jauh lagi tentang sosok Romo Mangun dan kebaikan-kebaikan yang beliau tebarkan kepada umat manusia.

Di dalam buku yang ditulis oleh mas Ado Bintoro tersebut, dapat dikatakan telah mewakili semua sifat teladan yang dimiliki oleh Romo Mangun. Kami pun mulai mempelajarinya melalui buku tersebut dan juga berbagai sumber lain.  Seiring dengan berjalannya waktu, aku dan teman-teman mulai memahami arti dari memanusiakan manusia ataupun kebaikan lain dalam kehidupan bermasyarakat dan sedikit demi sedikit kami berusaha mengaplikasikannya secara nyata dalam sebuah tindakan dikehidupan sehari-hari.

Saling berusaha menebar kebaikan, kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Karena kami sadar, untuk menebarkan benih kebaikan, apalagi sebagai penggagas dan penyelenggara acara bedah buku tersebut, kami harus terlebih dahulu menanamkan nilai-nilai dan melakukan tindakan nyata dalam menebarkan kebaikan kepada seluruh umat manusia.

Romo Mangun sebagai tokoh multidimensional yang penuh dengan sifat teladan dapat diibaratkan seperti sebuah tanaman bambu. Tanaman bambu memiliki sejuta manfaat dan kebaikan bagi umat manusia. Bambu dapat dimanfaatkan untuk membangun sebuah rumah, berkorelasi dengan sifat Romo Mangun yang dapat melindungi masyarakat dari keterbelakangan moral, seperti yang terjadi pada kasus kali code.

Bambu juga bermanfaat sebagai bahan untuk membuat perabot rumah tangga, yaitu Romo mangun sebagai malaikat yang membantu meringankan beban hidup seseorang seperti mas Bin yang kala itu pernah merasakan kemuliaan hati beliau. Masih banyak manfaat tanaman bambu bagi kita umat manusia.  Romo Mangun pantas untuk diibaratkan seperti tanaman bambu yang memiliki sejuta manfaat untuk kebaikan umat.

Oh Romo.... Sukmamu laksana bambu.... Yang menebar harapan nyata untuk seluruh alam semesta.

Sekarang, aku bukan lagi Rama yang sebelumnya. Aku adalah Rama yang baru. Yang meneladani sifat Romo. Sifat yang mulia. Selamat jalan engkau, sang puspa bangsa... Sukmamu akan kekal abadi bersama kami... Juga generasi nanti...

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun