Sukmamu Laksana Bambu
"Nduk, kamu besok pagi pakdhe ajakin jadi bintang tamu yo?" Seru pakdhe. "Weh pakdhe... niku acara nopo? Wonten pundi?" Balas si Bambu Air. "Neng Gedung Harian Kompas, nduk. Acara komunitas e pakdhe. Yowes saiki gek mapan turu wes bengi iki sesuk dewe mangkat mruput soale." Perintah Pakdhe dengan nada berbisik. "Njih, sendiko dawuh, pakdhe." Jawab si Bambu Air.
Kira-kira seperti itu percakapan terakhirku dengan si Bambu Air pada malam menjelang tidur. Kemudian kami pun terlelap dengan suasana romantis, harmonis, eksotis, dan diselimuti kehangatan sepanjang malam.
***
Sebulan sebelumnya, terlihat sesosok anak muda sedang memunguti sampah di trotoar depan Monumen Serangan Oemum 1 Maret. Dikumpulkannya sampah-sampah itu lalu dimasukannya ke dalam bak sampah yang berada persis di samping tiang lampu penerangan jalan.
Dia sepertinya terlihat antusias, tak peduli dengan pandangan mata anak muda lain, tak punya urat malu untuk melakukan hal sepele yang mungkin saja dianggap kurang kerjaan bagi sebagian orang. "Jijik ah, jorok, bekas oranglain." Terdengar samar-samar di telinga anak muda itu ketika teman-temannya yang duduk di bangku trotoar sedikit mengomentari apa yang dia lakukan.
"Ayo pancal dab! Wes surup iki." Ajak salah satu teman. Akhirnya mereka pun kembali ke rumah dengan menggendong beberapa tas berisi kamera yang mereka gunakan untuk hunting foto tugas mata kuliah fotografi di lingkungan malioboro.
"Krik..krik..krikk...ungkong..ungkong." Gemercik suara saut-menyaut jangkrik dan kodok yang merdu menemani anak muda itu begadang. Dengan sarung melilit di leher dan secangkir kopi hangat, anak muda itu melanjutkan aktivitasnya menggambar seekor kucing di atas kertas tebal dan membuat origami seekor kucing dengan kertas lipat warna-warni. Suasana ruang tamu di sebuah basecamp komunitas itu terlihat sunyi.
Sesekali anak muda itu terlihat tergesah-gesah, gelisah, juga salah tingkah karena sepertinya ada pekerjaan lain menunggu untuk segera diselesaikan malam itu juga. Tiba-tiba saja hadir seorang teman dari ruang belakang dengan jaket tebalnya berkata "kami lagi bikin apa he? Sini aku bantuin." Kalimat tanya yang disertai senyuman itu merubah suasana menjadi lebih sore. "Wajah anak muda yang sebelumnya layu sedikit terobati dengan kehadiran malaikat tanpa sayap itu.
Hingga jam tangan menunjukkan pukul 02.00, mereka masih sibuk dengan  apa yang harus dikerjakan. Tak sampai beberapa lama, karya tugas seekor kucing tadi dan proposal permohonan donatur yang siang harinya harus diserahkan kepada yang terhormat pun akhirnya selesai juga. Proposal itu ibarat sebuah nyawa bagi kesuksesan acara bedah buku 'Menggambar Romo Mangun dari Samping Kanan'.
Sebuah kegiatan kreatif yang diselenggarakan oleh teman-teman komunitas Generasi Muda Penggemar Romo Mangun bekerjasama dengan Harian Kompas.