Mohon tunggu...
Fauzul Muna
Fauzul Muna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa kreatif dan inovatif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik di Indonesia

19 Januari 2023   23:09 Diperbarui: 19 Januari 2023   23:14 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perundungan siber atau cyber bullying merupakan tindakan pe-rundungan yang dilakukan melalui media daring, seperti internet. Perbedaan cyber bullying dengan perundungan yang terjadi secara langsung (traditional bullying) adalah penggunaan media atau alat pe-rundungan yang digunakan.

Ujaran kebencian atau hate speech;

Ujaran kebencian atau hate speech merupakan salah satu ke-jahatan di dunia maya. Ujaran kebencian biasanya dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk memprovokasi massa. Ujaran kebencian juga seringkali mengakibatkan kekerasan seksual yang membuat penderitaan secara psikis kepada korban.

Penghinaan bentuk tubuh atau body shaming.

Penghinaan bentuk tubuh atau body shaming jelas memberikan kerugian berupa derita secara fisik dan psikis kepada korban. Sebelum media sosial populer, konflik penghinaan akan dilaporkan ke kepolisian dengan dugaan pencemaran nama baik. Namun, seiring perkembangan  zaman, penghinaan, baik itu penghinaan bentuk tubuh atau lainnya di-lakukan melalui media sosial.

Perbuatan pelaku kekerasan seksual berbasis elektronik merupakan perbuatan yang melanggar hukum, khususnya adalah hukum pidana. Orang yang melakukan tindak pidana, sama halnya orang yang melanggar moral. Dalam menjalankan kehidupannya, manusia menjadikan moral sebagai landasan dalam berperilaku, agar dalam menjalankan kehidupannya manusia tidak keluar dari hukum yang ada. Kekuatan moral akan menjadi kontrol yang kuat tidak hanya bagi manusia untuk bertingkah laku, tetapi juga dalam men-ciptakan keadilan umtuk mencapai hak dan kewajiban sebagai manusia. Hukum yang ada dalam masyarakat dan wajib dipatuhi tidak akan memiliki makna apa-apa tanpa didukung moral yang baik dari manusianya.[1]

Terlebih Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum”, maka segala perbuatan setiap anggota masyarakat dan para penyelenggara harus berdasarkan atas hukum. Paham negara hukum ber-dasarkan keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil.[2]

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan secara profesional. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui penegakan hukum.[1] Hukum berperan penting dalam mengatur masyarakat dan mem-berikan perlindungan bagi korban tindak pidana.

Perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual berbasis elektronik merupakan amanat dari konstitusi Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan ber-kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Negara dan pemerintah mempunyai kewajiban konstitusional untuk mem-berikan perlindungan bagi seluruh warga negara Indonesia, sebagaimana amanat Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”, sehingga di sini perlindungan korban tercakup di dalamnya dengan masalah perlindungan hak asasi manusia dalam sistem struktural yang ada.[2]

Terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan harapan dan kepastian hukum bagi penegakan hukum tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik, terutama dapat memberikan perlindungan hukum terhadap korban. Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, kekerasan seksual berbasis elektronik termasuk dalam bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yakni segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini [Pasal 4 ayat (1) huruf I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022]. 

Perbuatan yang termasuk dalam kekerasan berbasis gender online, diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, yakni:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun