Di dalam olahraga banyak sekali nilai-nilai penting yang bisa didapatkan. Selain olahraga memang mempunyai tujuannya sendiri yaitu seperti kesehatan dan kebugaran jasmani, di dalam olahraga juga terdapat nilai-nilai penting. Nilai-nilai penting tersebut dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan sendiri salah satunya ialah Olahraga bersifat Informatif(Edgar, 2013). Menurut Edgar disini olahraga bisa menjadi sebuah hal yang mempunyai tujuan informasi bagi penikmat olahraga. Kegiatan olahraga bisa disebut sebagai suatu hal yang sifatnya lebih sederhana, simple dan kompleks karena olahraga dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Edgar lebih lanjut memberikan pandangan mengenai Olahraga bersifat Informatif, ialah karena penikmat olahraga mampu menganalisis tentang nilai apa yang terkandung di dalam pertandingan olahraga. Menurut Hinda Z(2015) dalam jurnalnya yang berjudul '' IMPLEMENTASI NILAI-NILAI OLAHRAGA DALAM PEMBANGUNAN NILAI KEWARGANEGARAAN DAN MEMPERKOKOH NKRI'' menjelaskan nilai yaitu merupakan rujukan perilaku, sesuatu yang dianggap "luhur" dan menjadi pedoman hidup manusia dalam kehidupan masyarakat. Nilai seperti apa yang ada di olahraga? Yaitu nilai-nilai Fair Play. Mengenai hal ini, saya setuju bahwasannya di dalam olahraga kita bisa mengetahui adanya Fair Play. Selain olahraga memberikan manfaat bagi penikmat olahraga bahwa olahraga tidak hanya untuk kebugaran dan kesehatan jasmani. Dengan olahraga kita bisa lebih mengetahui nilai-nilai penting yang ada di dalam olahraga. Mengenai hal tersebut kita sebagai penikmat olahraga khususnya bisa lebih mengerti akan nilai yang dimiliki oleh olahraga. Lalu, diimplementasikan kepada kehidupan sehari-hari.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya Fair Play merupakan suatu sikap yang dimiliki dan sudah melekat bahwa lawan bertanding dalam olahraga diibaratkan sebagai teman bertanding yang terikat oleh kekeluargaan olahraga. Seperti yang dikatakan Amansyah (2010) fair play merupakan sikap mental yang menunjukkan martabat ksatria dalam olahraga. Ksatria diibaratkan sebagai orang yang bijaksana dalam menghargai lawannya di medan peperangan, begitu juga dengan pemain olahraga yang melakukan fair play. Fair Play dilakukan atas dasar menghargai dan kasih sayang terhadap lawan sebagai bentuk keterikatan satu sama lain ketika bertanding. Menurut Komite Fair Play Internasional (2024) lebih lanjut menjelaskan bahwa Fair Play merupakan suatu konsep yang kompleks dan mewujudkan sejumlah nilai fundamental yang tidak hanya penting dalam olahraga tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya rasa hormat, persaingan yang adil serta kejujuran. Mengenai hal ini kita bisa setuju bahwasannya di dalam olahraga diajarkan nilai-nilai tersebut dan mampu diimplementasikan sebagai nilai kehidupan sehari-hari. Tetapi, tidak selamanya di dalam pertandingan olahraga memiliki tim atau individu yang fair play terhadap lawannya. Mengapa demikian? mengapa bisa terjadi? Dalam buku Gladi '' Jurnal Ilmu Keolahragaan'' Volume 4 Nomor 1, April 2010. Penulis menjelaskan bahwa Olahraga melibatkan orang ''Dewasa'' yang telah dicampuri oleh berbagai kepentingan dan motif. Dengan hal ini, kita bisa mengetahui bahwasannya di dalam suatu pertandingan olahraga orang-orang dewasa itu diibaratkan sebagai MAFIA yang mempunyai motif tertentu. Mereka lebih mengesampingkan nilai-nilai yang terkandung dalam olahraga dan lebih mengedepankan motif dan keinginannya masing-masing. Maka dari itu, setiap pemain harus mengedepankan moral sebagai landasan untuk mengembangkan jiwa Fair Play di dalam olahraga.Â
Selain memiliki manfaat dari segi kesehatan dan kebugaran jasmani, di dalam olahraga juga terdapat nilai intriksik yang diakibatkan oleh pihak luar(ekstrinsik) sebagai bentuk dorongan untuk memotivasi penonton olahraga. Edgar(2013) menyebutkan bahwa olahraga dalam perspektif sprektator dapat menstimulasi untuk termotivasi melakukan hal yang sama. Dalam artikel yang berjudul '' Sport Spectatorship and Health Benefits : A case of Japanese Professional Golf Tournament'' Hasil temuan Yasuhiro Watanabe, dkk(2020) acara olahraga besar dapat berfungsi sebagai katalis bagi perilaku partisipasi olahraga. Lebih lanjut didukung oleh pernyataan Lyu dan Lee(2013), menyebutkan berjalan dan menonton pertandingan(golf) akan meningkatkan kesehatan. Mengenai hal ini, kita sebagai penonton atau suporter akan termotivasi untuk melakukan hal yang sama juga. Karena keinginan yang sama ingin seperti mereka kita jadi melakukannya. Tetapi terkadang dengan hal ini kita harus mengetahui kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing individu.
9.5 Olahraga dan prasangkaÂ
Olahraga sering kali dianggap sebagai sarana untuk mempersatukan masyarakat dari berbagai latar belakang. Namun, dalam praktiknya, prasangka dan diskriminasi masih sering muncul di dunia olahraga. Prasangka ini dapat berupa stereotip terhadap kemampuan fisik berdasarkan ras, etnis, atau gender, yang mempengaruhi kesempatan seseorang untuk berpartisipasi dan berkembang dalam olahraga. Misalnya, ada anggapan bahwa atlet dari ras tertentu lebih unggul atau lemah dalam jenis olahraga tertentu, yang dapat menimbulkan ketidakadilan dalam seleksi dan pembinaan atlet.
Prasangka dalam olahraga juga bisa terlihat dalam bentuk diskriminasi gender. Meskipun sudah ada banyak kemajuan dalam kesetaraan gender, masih terdapat perbedaan perlakuan antara atlet pria dan wanita, baik dalam hal dukungan finansial, eksposur media, maupun penghargaan yang diterima. Misalnya, dalam banyak kasus, olahraga wanita masih dianggap kurang menarik atau kurang kompetitif dibandingkan olahraga pria, yang berdampak pada rendahnya partisipasi dan apresiasi terhadap atlet wanita.
Selain itu, prasangka terhadap orientasi seksual juga menjadi isu yang sering dihadapi dalam dunia olahraga. Atlet yang terbuka tentang orientasi seksual mereka terkadang menghadapi diskriminasi dari rekan tim, pelatih, atau penggemar. Lingkungan yang tidak mendukung ini dapat menghalangi mereka untuk tampil maksimal dan bahkan memaksa mereka untuk menyembunyikan identitas mereka. Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun olahraga dapat menjadi alat untuk mempromosikan inklusi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menghilangkan prasangka dalam semua aspek olahraga.
Untuk mengatasi prasangka dalam olahraga, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk federasi olahraga, pemerintah, media, dan masyarakat umum. Pendidikan dan peningkatan kesadaran tentang pentingnya inklusi dan kesetaraan dalam olahraga harus ditingkatkan. Selain itu, penerapan kebijakan yang tegas terhadap diskriminasi serta pemberian dukungan kepada kelompok yang rentan terhadap prasangka sangat diperlukan. Dengan demikian, dunia olahraga dapat menjadi tempat yang benar-benar inklusif dan adil bagi semua orang, anpa memandang latar belakang mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H