Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN ) menjadi program andalan pemerintah melalui kementerian keuangan untuk membangun ekonomi Indonesia akibat dampak dari pandemi Covid-19. Program ini tidak hanya sekadar program bantuan untuk masyarakat umum namun kebijakan yang mendukung inklusivitas ekonomi yang berbasis kesetaraan gender, seperti yang dikatakan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Ibu Sri Mulyani bahwa banyak dari perempuan yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga dikarenakan tuntutan suami yang mengalami PHK (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2020).Â
Hal tersebut menuntut perempuan untuk terus melakukan inovasi demi dapat bertahan hidup serta menghidupi keluarga. Oleh karena itu demi mendorong perempuan untuk dapat melakukan pengembangan terhadap perekonomian. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengadakan program PEN tersebut. Yang mana program ini yang salah satunya melalui penyaluran dana bantuan sosial melalui kepala keluarga perempuan. Dari program- program bantuan yang telah dipaparkan seperti subsidi bagi UMKM telah tersalurkan dengan 6,2 juta perempuan yang berkutat di dunia wirausaha yang tergabung dalam Membangun Ekonomi Keluarga Sejahtera ( Mekaar ).Â
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam rangka memajukan kebijakan PEN atau Pemulihan Ekonomi Nasional dengan berfokus pada supporting women dalam membantu membangun perekonomian mereka, pemerintah turut meluncurkan program yang dinamakan SNKI atau Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan dengan berlandaskan dengan berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016.Â
Program tersebut telah diluncurkan sejak tanggal 9 Juni 2020. Diluncurkannya program ini dalam mewujudkan PEN menegaskan bahwa perempuan sebagai pihak prioritas dalam rangka mencapai target inklusi keuangan dengan angka 90 persen dalam tahun 2024. Dalam program yang berbasis kesetaraan ini harapan yang sangat besar untuk pemerintah dan masyarakat dapat menyadari bahwa perempuan memiliki kapasitas dalam mewujudkan perbaikan pendidikan dan sumber daya sehingga nantinya dapat menikmati pemberdayaan ekonomi.Â
Dalam hal pembangunan nasional, dampak literasi dan inklusi keuangan mempengaruhi ketercapaian indikator pembangunan nasional. Selain itu, inklusi keuangan juga mempengaruhi stabilitas keuangan negara terutama dalam masa pandemi. Edukasi dan Literasi Keuangan, dukungan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ) Perempuan, Layanan Keuangan Digital Untuk Perempuan, Memperluas Akses ke Asuransi dan Dana Pensiun, Perlindungan Konsumen, Dukungan Komprehensif dan Pemberdayaan bagi Perempuan Pengurus rumah Tangga ( Caregiver ), serta Pengumpulan Data Terpilah Berdasarkan Gender menjadi area prioritas Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan .Â
Selain area prioritas, target yang dijadikan acuan penerima bantuan terkategorisasi dalam beberapa segmen, yaitu perempuan yang terkategorisasi dalam indeks pendapatan terendah, perempuan pekerja  terutama pekerja migran, perempuan yang mempunyai UMKM, serta perempuan yang berfokus pada urusan rumah tangga .Â
Berkaitan dengan PEN ( Pemulihan Ekonomi Nasional ), dana yang akan digelontorkan untuk dikelola dalam berbagai program turunan PEN sebesar 321,2 triliun rupiah dari total belanja pemerintah pusat sebesar 1.938, 3 triliun rupiah. Namun penganggaran tersebut fleksibel dan akan menjadi responsif terkait dengan dinamika perkembangan kasus pandemi Covid-19. Yang dimaksud dari fleksibilitas yang dipaparkan pihak kementerian keuangan adalah re-alokasi anggaran yang mengikuti arus Covid-19 (Kemenpppa, 2020).Â
Kebijakan terkait dengan inklusi ekonomi bagi perempuan sangat gencar dilakukan. Hal tersebut terlihat dari pidato yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo dalam pertemuan G20. Salah satu hal yang disoroti dalam pidato beliau yaitu berkaitan dengan dorongan perempuan dalam kemajuan UMKM. Dalam paparannya, inklusi keuangan menjadi prioritas bagi Indonesia dengan pencapaian hingga 80 persen dan beliau menyebutkan akan menargetkan inklusi keuangan mencapai 90 persen pada tahun 2024 .Â
Dalam diskusi publik terkait dengan Perempuan dan Kebijakan Covid-19 Kemenkes RI, di dalam keberlangsungan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPD) No. 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender Di Bidang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa "tanggap darurat responsive gender dilaksanakan dengan melibatkan perempuan dan laki-laki secara aktif dalam menyusun rencana tanggap darurat, memastikan adanya perwakilan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan serta tim kaji cepat, dan memprioritaskan kelompok rentan untuk menghindari kekerasan berbasis gender.Â
Namun, satu hal yang menjadi kritik terhadap pelaksanaan peraturan tersebut adalah realisasi penanggulangan bencana yang belum dapat terlaksana dengan optimal. Sebagai contoh dari ketidak optimalan realisasi program tersebut adalah belum adanya data terpilah korban bencana yang dibutuhkan dalam perencanaan penanganan bencana.Â
Selain belum optimalnya program bansos tersebut, inklusi bagi perempuan dalam pengarusutamaan gender yang masih minim juga nampak dari jumlah perempuan yang mengambil keputusan dan kebijakan bagi keluarga terutama pada masa pandemi Covid-19 sehingga perlu adanya strategi-strategi untuk meningkatkan jumlah partisipasi perempuan untuk mengoptimalkan dampak positif terhadap pengarusutamaan gender terhadap inklusivitas perempuan .