Mohon tunggu...
Fauzan Fajari
Fauzan Fajari Mohon Tunggu... Lainnya - Sarjana Kimia yang ijazahnya baru keluar setelah 2 bulan diwisuda

Seorang Pemuda Gemar Membaca, Nonton Film dan Jalan-Jalan. Pengen Jadi Penulis, Sutradara dan Pengusaha.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rokok yang Sebatang

26 Desember 2024   20:40 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marlina menepok jidat, melihat ke goblokan suaminya dan kawannya, lalu masuk ke dalam, tak tahan dengan perutnya yang memberat. Tatam lalu menyusulnya. Sebelum Tatam lenyap ke dalam rumah, Gogom memanggil Tatam, "Minta mencesnya, Tam." Tatam melemparkannya. Gogom menangkap. Kemudian melangkah menuju pohon rambutan di halaman rumah Tatam.

Rokok yang sebatang itu segera diselipkan ke bibir Gogom yang telah menghitam karena asap rokok. Mences kemudian di dekatkan, lalu dipetik. Api menyala dan membakar ujung rokoknya. Asap pun mengepul ke udara. Begitu nikmat rokok yang sebatang. Dihisapnya dalam-dalam. Di hembuskan. Rasanya aduhau, hanya ia yang tahu. "Akan ku nikmati setiap isapannya," ujar Gogom dalam hati.

Asyik sekali Gogom menghisapnya. Ia tak perlu cemas, ia tak perlu khawatir ketahuan ayah atau ibunya. Ayah dan ibunya jarang keluar rumah, apalagi melewati jalan menuju rumah Tatam ini, sudah pasti aman. Gogom kembali melanjutkan menghisap rokok. Ia mengheningkan cipta. Ini adalah kali terakhirnya merokok. Janji tetaplah janji. Lagipula ini kebaikan buat dirinya sendiri. Tidak merokok, adalah pilihan yang bijak. Setidaknya dengan tidak merokok membuat umurnya tidak berkurang dengan sia-sia.

Mungkin sudah isapan ke dua puluh kalinya, rokok itu masih belum habis setengah. Dari kejauhan lalu lalang orang-orang kampung sana melewati rumah Tatam. Beberapa ada yang dikenalnya, beberapa ada yang tidak. Selang beberapa menit kemudian, saat rokok Gogom sudah hampir setengah, lewat lagi rombongan dua mobil pengangkut muatan kebun. Di bak belakangnya bertengger dua orang di tiap mobilnya. Ia teringat pada adik ibunya yang juga bekerja sebagai pengangkut muatan kebun. Hatinya mulai cemas. Dilihatnya dengan seksama orang-orang yang bertengger di mobil bak itu. Sepertinya tidak ada adik ibu atau pamannya.

Hatinya gelisah. Rokok kemudian tidak diisapnya lagi. Dibuangnya saja secepat kilat, lalu membalik badan, menuju rumah Tatam, masuk ke dalam dan bertanya ke Tatam.

"Tatam, kau kan juga jadi anak buah di tempat pamanku bekerja. Tadi mobil pengangkut kebunnya lewat di depan rumah. Aku khawatir di antara mereka ada pamanku."

"Sudah, jangan khawatir. Pamanmu tidak pernah ikutan naik mobil itu, kerjanya hanya di bagian kebun saja."

"Benarkah? Aku masih khawatir."

"Benar. Percayalah. Apa yang kau takutkan?"

"Tidak ada."

"Kalau begitu lanjutkan saja menghisap rokokmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun