Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Jadi Budak Perasaan! Seni Mengelola Emosi agar Hidup Lebih Tenang

3 Februari 2025   13:47 Diperbarui: 3 Februari 2025   14:34 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Gerd Altmann from Pixabay 

Di sinilah spiritualitas dan filosofi hidup berperan. Bukan hanya soal agama, tapi bagaimana cara kita memaknai emosi dan kehidupan secara lebih luas.

Dalam banyak ajaran spiritual, mengendalikan emosi adalah kunci ketenangan batin.

Dalam Islam  Konsep sabr (kesabaran) dan rida (menerima dengan lapang dada) adalah bentuk regulasi emosi.

  • Nabi Muhammad SAW bersabda:
    "Orang yang kuat bukanlah yang menang dalam gulat, tapi yang mampu mengendalikan dirinya saat marah." (HR. Bukhari & Muslim)
  • Maknanya? Mengontrol emosi lebih sulit daripada menang bertarung!

Dalam Filsafat Stoikisme  "Kita tidak bisa mengendalikan dunia, tapi kita bisa mengendalikan bagaimana kita meresponsnya."

  • Marcus Aurelius, kaisar Romawi sekaligus filsuf Stoik, pernah berkata:
    "Jika kamu marah karena sesuatu di luar kendalimu, berarti kamu memberi mereka kekuasaan atas dirimu."
  • Artinya? Jangan biarkan hal-hal eksternal mencuri ketenangan batin kita.

Dalam Buddhisme Konsep equanimity (keseimbangan batin) menekankan bahwa emosi adalah seperti awan yang berlalu---jangan terlalu melekat, biarkan mengalir.

Kesimpulan dari semua ajaran ini? Marah, sedih, dan kecewa adalah bagian dari hidup, tapi bagaimana kita meresponsnya adalah pilihan kita sendiri.

Filosofi Hidup: Hidup Tenang vs. Hidup dengan Drama

Masalahnya: Banyak orang berpikir bahwa emosi adalah tanda kejujuran, padahal terlalu larut dalam emosi justru bikin hidup lebih ribet.

Solusi dari Filosofi Hidup:

  1. Pahami bahwa dunia nggak selalu sesuai ekspektasi "Orang lain nggak selalu setuju sama kita, dan itu nggak apa-apa."
  2. Latih diri untuk melihat emosi sebagai 'tamu sementara' Daripada langsung bertindak, coba pikir: "Emosi ini akan bertahan berapa lama? Apa aku akan peduli dengan ini 5 tahun lagi?"
  3. Jangan terjebak dalam permainan ego "Aku harus membalas! Aku nggak boleh kalah!" Kalau tujuan kita adalah damai, kenapa harus main di arena yang bikin capek?

Ilustrasi:
Bayangkan dua orang menghadapi situasi yang sama:
Si A (Reaktif): Marah besar kalau ada orang yang nggak setuju dengannya. Hidupnya penuh stres karena selalu merasa perlu membuktikan dirinya benar.
Si B (Responsif): Menganggap perbedaan pendapat sebagai hal biasa. Hidupnya lebih santai karena nggak merasa harus 'menang' dalam setiap situasi.

Mau jadi Si A atau Si B?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun