Kebebasan jiwa bukan berarti meninggalkan dunia, melainkan menemukan keseimbangan antara duniawi dan spiritualitas. Dunia dengan segala daya tariknya memang menawan, tetapi ketika hati terlalu terikat pada materi, status, atau ambisi, jiwa menjadi tertawan dan kehilangan arah. Untuk menemukan kebebasan hakiki, manusia perlu mengalihkan perhatian dari mengejar dunia menuju mencari Tuhan, melalui zuhud, tajarud, dan penyerahan diri.
Tulisan ini mengajak kita untuk merefleksikan posisi hati kita di tengah kesibukan dunia. Apakah hati kita masih tertawan oleh keinginan-keinginan duniawi? Ataukah kita sudah mulai melepaskan keterikatan untuk menemukan kebebasan sejati? Menyadari tujuan hidup yang lebih tinggi adalah langkah awal untuk membebaskan diri dari belenggu dunia dan meraih kedamaian jiwa.
Sebagaimana Rumi berkata, "Kebebasan sejati adalah ketika hatimu hanya terpaut pada Tuhan." Dengan hati yang terpaut pada Tuhan, dunia menjadi alat, bukan tujuan. Jiwa yang bebas adalah jiwa yang mampu menjalani hidup dengan tenang, penuh makna, dan senantiasa dekat dengan Sang Pencipta.
"Kebebasan sejati adalah ketika hatimu hanya terpaut pada Tuhan."Â -- Jalaluddin Rumi
Referensi:
Al-Ghazali. (2018). Ihya Ulumuddin. Translated by Muhammad Utsman. Jakarta: Pustaka Ilmu.
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah. (2019). Al-Fawaid: A Collection of Wise Sayings. Riyadh: Darussalam.
Nasr, S. H. (2022). The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism. New York: HarperOne.
Rumi, Jalaluddin. (2020). The Essential Rumi. Translated by Coleman Barks. New York: HarperOne.
Al-Attas, S. M. N. (2021). Prolegomena to the Metaphysics of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC.
Schumaker, J. F. (2020). The Happiness Conspiracy: What Makes Life Worth Living?. London: Bloomsbury.
Ghazali, A. (2021). Alchemy of Happiness. Kuala Lumpur: Islamic Renaissance Front.