Mohon tunggu...
P.Aulia Rochman
P.Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penulis - Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia yang Menawan, Jiwa yang Tertawan: Mencari Kebebasan Hakiki

17 Januari 2025   09:07 Diperbarui: 17 Januari 2025   09:07 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: daaruttauhiid.org

Keterikatan pada duniawi memiliki dampak mendalam terhadap kesejahteraan psikologis dan spiritual seseorang. Saat fokus hidup terpusat pada mengejar harta, kekuasaan, atau pengakuan, stres dan kecemasan menjadi teman yang sulit dihindari. Ambisi yang terus-menerus menguras energi, sementara kegagalan atau kehilangan hal-hal duniawi sering kali menimbulkan rasa putus asa. Dalam jangka panjang, keterikatan ini dapat menyebabkan kehilangan makna hidup, meninggalkan jiwa yang kosong dan rapuh.

Dalam spiritualitas Islam, jiwa (ruh) dipandang sebagai entitas yang diciptakan untuk mencari Tuhan. Ruh adalah bagian paling murni dari manusia yang selalu merindukan kebenaran ilahi. Namun, ketika jiwa terlalu sibuk dengan urusan dunia, ia menjadi tertawan oleh keinginan-keinginan rendah yang menghalangi pandangan terhadap cahaya kebenaran. Seperti dijelaskan dalam tasawuf, jiwa yang tertawan dunia kehilangan kepekaan untuk merasakan kebesaran Tuhan dan hakikat hidup.

Studi menunjukkan bahwa kebahagiaan material bersifat sementara dan sering kali memudar seiring waktu. Sebagai contoh, penelitian oleh Harvard Study of Adult Development menemukan bahwa hubungan yang bermakna dan kedamaian batin adalah faktor utama kebahagiaan yang langgeng, jauh melampaui pencapaian material. Hal ini menguatkan pandangan bahwa kebahagiaan batin tidak dapat dicapai melalui keterikatan pada duniawi, melainkan melalui keseimbangan dan pemahaman akan tujuan hidup.

Sebagaimana pandangan tasawuf menyebutkan, jiwa yang tertawan duniawi sulit untuk melihat cahaya kebenaran. Hati yang penuh dengan keterikatan dunia tidak memiliki ruang untuk menerima cahaya Tuhan. Oleh karena itu, melepaskan diri dari keterikatan ini adalah langkah penting untuk membebaskan jiwa dan menemukan kedamaian sejati.

Kebebasan jiwa bukan berarti meninggalkan dunia, tetapi menempatkannya pada posisi yang tepat---hanya sebagai sarana, bukan tujuan. Dengan begitu, jiwa dapat kembali pada panggilan aslinya, yaitu mendekat kepada Tuhan dan menikmati kebebasan hakiki.

"Zuhud bukan berarti kamu tidak memiliki dunia, tetapi dunia tidak memiliki kamu." -- Imam Malik

Mencari Kebebasan Hakiki

Kebebasan hakiki tidak ditemukan dengan meninggalkan dunia, melainkan dengan melepaskan keterikatan terhadapnya. Dalam tradisi Islam, jalan menuju kebebasan ini dijelaskan melalui konsep zuhud, tajarud, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Zuhud berarti hidup sederhana dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Sementara itu, tajarud adalah upaya melepaskan diri dari keterikatan nafsu dan ego, sehingga hati menjadi kosong dari keinginan selain kepada Tuhan. Dengan kombinasi keduanya, seseorang diajak untuk menyerahkan seluruh aspek hidupnya kepada kehendak Tuhan.

Transformasi personal sering kali menjadi titik balik dalam perjalanan menuju kebebasan hakiki. Sebagai contoh, kisah Umar bin Khattab, yang awalnya dikenal sebagai tokoh keras dan ambisius, menunjukkan bagaimana penyadaran spiritual dapat mengubah seseorang menjadi pribadi yang zuhud. Ketika menjadi khalifah, Umar menjalani kehidupan yang sangat sederhana meski memiliki kekuasaan besar. Ia tidak terpikat oleh dunia, melainkan menjadikannya alat untuk melayani masyarakat dan mendekat kepada Tuhan.

Dalam konteks modern, tekanan duniawi sering kali datang dari gaya hidup yang kompetitif dan konsumtif. Namun, kebebasan hakiki tidak berarti meninggalkan tanggung jawab atau kehidupan modern. Sebaliknya, kebebasan ini dapat diwujudkan dengan mengatur prioritas hidup. Misalnya, seseorang dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan, tetapi tidak menjadikan materi sebagai ukuran kebahagiaan. Meditasi, doa, dan refleksi juga menjadi sarana penting untuk menghadapi tekanan duniawi tanpa kehilangan arah spiritual.

Sebagaimana Hadis Nabi menyatakan, "Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." Pengenalan diri adalah langkah awal menuju kebebasan. Dengan menyadari bahwa dunia hanya sementara dan Tuhan adalah tujuan akhir, hati menjadi lebih tenang dan jiwa terbebas dari belenggu keterikatan.

Mencari kebebasan hakiki adalah tentang menemukan keseimbangan. Dunia bukan untuk ditinggalkan, melainkan untuk dimanfaatkan sebagai jalan menuju Tuhan. Dengan melepaskan keterikatan yang tidak perlu, seseorang dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna, bahagia, dan sejati.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun