Mohon tunggu...
Fatwa Azmi
Fatwa Azmi Mohon Tunggu... Novelis - Hi, I am, Azmi.

Anak ingusan yang mengetik dengan jari kecilnya, memandang dengan dua bola mata indahnya, dan mempunyai hati sebagaimana hati manusia. Read more at https://www.indonesiana.id/profil/1223/fatwazmi@gmail.com#kbDjWqS1PpfLmjOW.99

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reuni 212, Mencari Makna yang Sesungguhnya

2 Desember 2019   10:21 Diperbarui: 2 Desember 2019   10:36 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk pengecualiannya, hal ini dibolehkan hanya ketika keadaan mukmin terdesak atau darurat dan tiada kuasa untuk memilih pemimpin yang mukmin. Itupun dengan catatan tetap berusaha sekuat mungkin untuk memilih yang lebih sedikit mudharatnya.

Pertanyaannya, mengapa hukum syara' berulangkali melarang pengangkatan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan atau selain dari orang-orang mukmin. Berulangkali aku bertanya kepada kyai yang mengajariku tentang bab itu.

"Masa tidak boleh, Ustadz, mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin?" Seolah-olah aku kontra demi mendapatkan jawaban yang sempurna.

Namun berulangkali aku bertanya, beliau hanya menjawab.

"Pokoknya tidak boleh mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin dari selain orang-orang mukmin."

Jawaban singkat itu masih membuatku bertanya-tanya. Apa alasannya?

Dan ternyata, 212 memiliki hikmah tersendiri bagi diriku terlepas dari pro kontra di dalamnya. Aku mengakui bahwa BTP memiliki integritas dan kemampuan dalam memimpin.

Tapi sekali lagi, hal itu merupakan pelajaran yang amat sangat berharga bagi masyarakat Jakarta. Pengangkatan orang-orang kafir sebagai pemimpin di lingkungan mukmin tidak cukup etis dan berlawanan dengan hukum syara'. Hal itu kembali menimbulkan pertanyaan, Bagaimana jika DKI Jakarta saat ini sedang darurat?

Segudang masalah yang dimiliki DKI Jakarta sepertinya belum bisa menunjukkan dalil yang kuat bahwa DKI Jakarta sedang darurat. APBD tersedia, SDM nya cukup mumpuni, juga dengan nama besarnya yang menarik para investor untuk membangun Jakarta sepertinya masih cukup untuk membuat pemerintahan Jakarta lebih baik dari sebelumnya.

Pertanyaan yang penting untuk diajukan adalah, Bagaimana bisa terjadi pengangkatan orang-orang kafir tersebut di daerah mayoritas mukmin? Apa Indonesia kekurangan mukmin cendikiawan yang ahli dalam bidang pemerintahan? Dimana para intelektual mukmin yang melek hukum dan mengerti tata kota?

Sedang apa para generasi emas sekarang dalam menuju pemerintahan masa depan? Akankah DKI Jakarta kembali kecolongan dalam hal demikian itu hingga cukup membuat gaduh negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun