Mohon tunggu...
Faturahman Djaguna
Faturahman Djaguna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta, | Wakil Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Menulis dan Membaca, kajian dan diskusi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filsafat Pendidikan dan Pembebasaan Akademik

26 September 2024   12:10 Diperbarui: 26 September 2024   12:16 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar di ambil dari dokumentasi Kegiatan JuornoXperience DPM X Madrasa Digital

Di indonesia kita kenal dengan adanya sistem akademik yang berbasis di perguruan tinggi PTN/PTS akan tetapi berangkat dari individu yang aktif dalam ruang akademik kadang kala kita dibatasi dalam pikiran untuk bertindak sebagai pembebasan yang merdeka. Contoh halnya banyak kasus yang kemudian kita temui di kampus-kampus yang sering kali menimpa mahasiswa/i soal pembatasan lewat akademik. Salah satunya ruang gerak mahasiswa yang di batasi lewat proses belajar mengajar bahkan di luar proses belajar mengajar, padahal universitas adalah tempat peradaban yang membangkitkan asas pengetahuan sebagai basis ilmu yang di asah sebagai kaum intelektual kritis.

Di sini saya coba memakai beberapa pemikiran filsuf yunani seperti Plato. Plato merupakan seorang filsuf Yunani kuno yang memiliki pandangan filsafat pendidikan yang kuat. Salah satu teori pendidikan utama yang dikemukakan oleh Plato adalah "Teori Bentuk" (Theory of Forms). Menurut Plato, dunia yang kita lihat hanya merupakan bayangan atau peniruan dari realitas yang lebih tinggi yang ada dalam "Dunia Bentuk-Bentuk". Ia menyatakan bahwa pendidikan harus mengarahkan individu untuk mengenali dan memahami Bentuk-Bentuk yang ideal.
 
Plato juga membagi masyarakat dalam tiga kelas, para pekerja, para penguasa atau prajurit, dan filsuf. Menurutnya, pendidikan harus menciptakan warga negara yang berpotensi menjadi "penguasa-filsuf". Dalam hal ini, pendidikan harus menjadi proses seleksi dan pembagian tugas yang berdasarkan kemampuan dan kecakapan individu. Plato meyakini bahwa setiap individu memiliki bakat alami dan pendidikan harus mengembangkan bakat-bakat ini melalui pendekatan yang berfokus pada pengenalan Bentuk-Bentuk ideal.
Maka Dalam karyanya yang terkenal yang di sematkan dalam bukunya, "Negara" (The Republic), Plato juga mencetuskan gagasan tentang sistem pendidikan yang terdesentralisasi dan dikelola oleh Negara. Ia mengusulkan bahwa anak-anak harus dipisahkan dari orang tua mereka dan ditempatkan dalam lembaga pendidikan negara yang disebut "Gereja-Bilik" (Gymnasium). Anak-anak akan mendapatkan pendidikan yang konsisten dan sistematis yang akan mengembangkan kemampuan mereka sesuai dengan kecakapan mereka. Selain itu, pendidikan harus mencakup pelatihan fisik dan moral yang ketat, serta pendidikan dalam musik dan matematika.

Dalam pemikiran platonik di atas bahwasanya pendidikan seharusnya mengajarkan pada tiap-tiap individu untuk belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing hingga mencapai masyarakat kelas yang di sebut oleh plato. Lewat hal tersebut plato memperkuat pendapatnya tentang sistem pendidikan yang mana negara harus mengatur sistem pendidikan atau yang disebut sebagai terdesentralisasi, atau biasa yang di istilahkan oleh plato Gereja bilik yang artinya anak-anak atau terdidik mendapatkan kemampuan mereka sesuai dengan kecakapan masing-masing individu.

Tidak hanya plato yang berbicara soal pendidikan tetapi muridnya juga demikian dimana Pandangan Aristoteles tentang pendidikan, Aristoteles adalah murid Plato yang juga memiliki pandangan yang berbeda dalam filsafat pendidikan. Bagi Aristoteles, pendidikan adalah proses pengembangan potensi manusia yang meliputi kecerdasan intelektual, etika, dan fisik. Ia mengemukakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah membantu individu mencapai kebahagiaan dan tujuan hidup yang autentik. 

Salah satu teori pendidikan utama Aristoteles adalah teori "Telos". Menurutnya, manusia secara alami memiliki "telos" atau potensi yang unik yang harus dikembangkan melalui pendidikan. Ia meyakini bahwa pendidikan yang baik harus mencakup pengembangan intelektual (teori), etika (praktik moral), dan pendidikan fisik. Aristoteles juga menekankan pentingnya pendidikan yang berorientasi pada kehidupan nyata, di mana pengetahuan teoritis harus diterapkan dalam praktik yang konkrit.

 
Dalam karyanya yang berjudul "Etika Nicomachean" (Nicomachean Ethics), Aristoteles juga menguraikan konsep "Golden Mean". Ia menyatakan bahwa pendidikan yang baik harus mengajarkan seseorang untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara kelebihan dan kekurangan dalam segala hal. Dalam hal ini, pendidikan harus membantu individu mengembangkan kebiasaan dan sikap moral yang baik, sehingga menciptakan intelektual yang tanguh.

Pemikiran dalam filsafat pendidikan telah berkembang sejak zaman kuno, melalui pemikiran para filsuf seperti Plato dan Aristoteles. Namun, salah satu tokoh yang sangat berpengaruh adalah John Dewey. Dewey adalah filsuf dan pendidik Amerika yang dianggap sebagai salah satu pendiri pragmatisme dalam filsafat pendidikan. Ia menekankan pentingnya pendidikan yang berorientasi pada pengalaman praktis, demokratis, dan berdasarkan kebutuhan individual.pembebasan terkait erat dengan filsafat politik dan sosial. Salah satu tokoh yang memberikan kontribusi besar dalam pemikiran ini adalah Paulo Freire. Freire adalah pendidik, filsuf, dan teolog asal Brasil yang dianggap sebagai salah satu pendiri pendidikan pembebasan. Ia memperkenalkan teori pendidikan kritis, yang menekankan pentingnya kesadaran kritis, dialog, dan pembebasan dari penindasan dalam pendidikan.

Pemikiran dasar Dewey tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada pengetahuan akademik semata, tetapi juga pada pengembangan individu secara menyeluruh. Ia berpendapat bahwa pendidikan seharusnya melibatkan interaksi yang aktif antara pendidik dan terdidik, serta pengalaman langsung yang relevan dengan kehidupan nyata.

Dewey mengusulkan sebuah pendekatan baru dalam pendidikan yang dikenal sebagai "Pendidikan Progresif". Pendekatan ini menekankan pentingnya pembelajaran kolaboratif, pengalaman langsung, pemecahan masalah, dan pemahaman prinsip-prinsip teori melalui praktek. Ia meyakini bahwa anak-anak belajar dengan cara terlibat secara aktif dalam situasi dunia nyata. Oleh karena itu, ia menganggap penting untuk mengintegrasikan mata pelajaran akademik dengan kehidupan sehari-hari terdidik/siswa.

Menurut Dewey, tujuan utama pendidikan adalah untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang dunia di sekitar mereka, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan mempersiapkan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat. Ia percaya bahwa pendidikan harus melibatkan proses pemecahan masalah, di mana siswa diajak untuk berpikir secara kritis, menganalisis situasi, dan mencari solusi yang paling baik.

Teori pendidikan Dewey ini berdampak besar pada pendidikan modern. Pengaruhnya dapat ditemukan dalam pendekatan pembelajaran aktif, kurikulum yang relevan, penekanan pada keterampilan berpikir kritis, dan penekanan pada pengalaman langsung dalam pembelajaran. Banyak guru dan pendidik kontemporer masih mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip Dewey dalam pendidikan mereka.
 
Paulo Freire adalah seorang filsuf, pendidik, dan teoris pendidikan asal Brasil yang dikenal karena pandangannya tentang pendidikan yang berpusat pada bebas, demokratis, dan pemberdayaan manusia. Pemikiran pendidikan Freire diungkapkan secara komprehensif dalam karyanya yang terkenal, "Pedagogy of the Oppressed" (1968). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun